****
Hari ini Gerlan sudah terlihat kembali datang ke sekolah. Setelah beberapa hari mencoba untuk menenangkan diri serta memulihkan keadaannya di rumah sakit. Sebenarnya ia sudah merasa baik-baik saja saat pulang dari danau hari itu. Tapi Lovata terus memaksanya untuk di rawat di rumah sakit. Dengan alasan takut jika ada luka dalam yang tidak mereka ketahui.
Dengan tas ransel yang di sampirkan di pundak kanannya. Gerlan berjalan santai menelusuri koridor kelas XII bersama Luky dan juga Revan yang berada di samping kanan serta kiri tubuhnya. Memenuhi jalanan koridor yang sudah mulai tampak begitu ramai dengan murid SMA Pelita Bangsa.
Kelas XII IPA 1 saat ini sudah berada tepat di samping kiri tubuh mereka. Tapi Gerlan, Luky, dan Revan memilih untuk menghentikan langkah kaki mereka di depan pintu kelas. Ketika melihat sosok Daniel yang sedang berjalan dari arah yang berlawanan.
Suara bisikan demi bisikan kini mulai terdengar di sekitar tempat mereka. Saat ke empat laki-laki itu sudah saling berdiri berhadapan dengan perbandingan tiga lawan satu. Rumor tentang penghianatan yang di lakukan oleh Daniel terhadap teman-temannya. Sudah tersebar luas di seluruh penjuru SMA Pelita Bangsa.
Dan itulah yang membuat pertemuan mereka kali ini menjadi sangat menarik perhatian. Terutama kepada sosok Gerlan yang memiliki beberapa luka memar pada wajahnya. Serta plester kecil yang masih menempel sempurna di salah satu tulang pipinya.
'Gue nggak nyangka sih kalau Daniel bisa sampai ngelakuin itu. Padahal awalnya gue suka banget sama dia.'
'Sama. Gue pikir dia benar-benar baik sama Nafisha, tapi ternyata ada sesuatu di baliknya.'
'Jangan sampai deh kita berteman sama orang kayak dia.'
Daniel melirik sekilas ke arah dua orang perempuan, yang sejak tadi tidak juga berhenti membicarakan keburukannya. Mungkin mereka pikir Daniel tidak akan mendengar suara bisikan itu. Padahal kenyataannya Daniel mendengar semua yang mereka ucapkan dari awal. Tapi memilih untuk tetap tenang di tempatnya.
"Gue turut berduka cita atas kepergian bokap lo," ucap Daniel setelah kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Mengabaikan orang-orang yang
"Gue nggak berharap ucapan itu keluar dari mulut seorang penghianat kayak lo," sela Gerlan seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Kini tidak ada lagi tatapan persahabatan yang Gerlan pancarkan kepada Daniel. Melainkan hanya ada raut kebencian yang sejak tadi tercipta di wajah laki-laki itu.
"Berapa uang yang sudah lo terima dari Pram atas keberhasilan lo menjebak Nafisha. Tiga puluh juta? Lima puluh juta? Atau mungkin seratus juta?!" ejek Luky di akhiri dengan sebuah senyum kecil yang terbit di salah satu sudut bibirnya.
Luky membawa langkah kakinya perlahan mendekat ke arah Daniel. Berdiri di samping tubuh laki-laki itu sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Gimana kalau Pram tiba-tiba saja minta lo buat membunuh kita bertiga? Apa lo bakal tetap ikutin kemauan dia demi uang yang lo dapat?" bisiknya di telinga kiri Daniel. Mereka berdua kini saling menatap satu sama lain. Dengan salah satu alis Luky yang terangkat ke atas.
"Ayo jawab. Gue butuh jawaban lo," cetusnya.
"Luky berhenti. Lo sudah keterlaluan," ucap Revan dari posisinya membuat sang pemilik nama menoleh. Dan langsung mengubah posisinya menjadi menghadap ke arah Revan.
"Siapa yang lebih keterlaluan. Gue atau dia?!" sahutnya.
"Gue akui dia emang keterlaluan. Tapi kita juga nggak tahu keadaan apa yang sudah memaksa dia buat ngelakuin itu. Jadi lo nggak perlu kasih pertanyaan konyol kayak tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
RomanceGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...