****
Sebuah motor sport terlihat memasuki area sekolah. Di ikuti tiga sepeda motor lainnya yang berjarak beberapa meter di belakang. Suara deru motor mereka terdengar begitu menggema di sekitar parkiran SMA Pelita Bangsa. Membuat siapa saja yang mendengarnya langsung menoleh ke arah sumber suara.
Gerlan, salah satu dari ke empat pengendara motor sport itu. Mulai membuka helm full face yang menutupi seluruh kepala serta wajahnya. Ketiga temannya pun juga ikut melakukan hal yang sama dengannya. Membuka helm mereka perlahan dengan gaya slow-motion.
Sorakan dari sejumlah siswi yang berada di sekitar parkiran pun seketika saja terdengar. Ketika helm itu sudah tidak lagi menutupi wajah tampan mereka berempat.
Daniel, dengan santainya tersenyum lebar. Seraya melambaikan salah satu tangannya kepada beberapa siswi yang sedang melihat ke arah mereka. Bahkan ia tidak segan-segan untuk melakukan ciuman udara pada mereka semua.
"Niel, lo bisa nggak berhenti tebar pesona sama cewek-cewek yang ada di sekolah ini," celetuk Luky yang baru saja turun dari atas sepeda motornya.
Daniel yang mendengar itu pun ikut turun dari atas sepeda motornya. Bersamaan dengan kedua temannya yang lain. Ia berjalan mendekat ke arah Luky dan langsung merangkul pundak temannya itu erat.
"Sorry Ky, kali ini gue nggak bisa nurutin permintaan lo," ujarnya. "Lo tahu karena apa?"
Luky dengan cepat menggeleng. "Nggak tahu dan nggak mau tahu."
"Sudah sini gue kasih tahu." Daniel menarik Luky agar lebih dekat dengannya. Kemudian ia berbisik di telinga kanan laki-laki itu. "Karena kegantengan gue ini harus di manfaatin. Buat apa? Buat memikat cewek-cewek cantik yang ada di sekolah ini," ucapnya penuh kesombongan.
Luky segera menjauhkan dirinya dari Daniel. Membuat rangkulan tangan yang ada di pundaknya terlepas. "Jiwa playboy lo emang nggak bakal pernah ilang."
"Sekalinya playboy tetap playboy," tambah Revan yang langsung di beri acungan jempol oleh Luky.
"Seratus buat lo."
"Bodo amat, yang penting gue ganteng."
"Najis! Lo sama si Gerlan juga masih gantengan dia kali dari pada lo."
Gerlan menoleh ke arah Luky yang baru saja menyebutkan namanya dengan suara yang lumayan keras. Sedangkan Daniel yang mendengar hal itu seketika menggeser perlahan tubuhnya ke samping. Kembali mendekat ke arah tempat Luky berdiri.
"Lo jangan bandingin gue sama si Gerlan dong. Kalau bandinginnya sama lo si gue nggak pa-pa."
"Maksud lo?" tanya Luky dengan alis yang saling bertautan satu sama lain.
"Kalau lo pinter. Lo pasti tahu maksud gue tadi," sahut Daniel menepuk pelan punggung Luky beberapa kali.
Revan menyuruh Luky untuk mendekat ke arahnya. Dan langsung membisikkan sesuatu pada telinga kiri laki-laki itu yang membuat ekspresi wajahnya berubah seketika.
"Sialan."
"Jadi maksud lo gue jelek?!" teriak Luky dengan nada yang terdengar emosi. Sambil menatap Daniel yang sedang tersenyum bodoh di tempatnya.
"Jangan emosi dulu dong. Gue kan nggak pernah bilang kaya gitu sama lo. Tapi lo sendiri yang bilang barusan."
"Sialan lo!" umpat Luky untuk yang kedua kalinya. Tawa Daniel seketika saja pecah saat itu juga. Ketika melihat wajah Luky yang sudah sangat kesal karena ulahnya. Ia kembali menyentuh pundak Luky menggunakan salah satu tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
RomanceGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...