****
Gerlan, Revan, Daniel, dan juga Luky berjalan berdampingan masuk ke dalam sebuah cafe. Hari ini adalah hari minggu. Hari yang sangat cocok untuk pelajar seperti mereka menghabiskan waktu libur. Dengan bercanda gurau sambil menikmati secangkir coffee latte.
"Nggak enak banget jadi orang ganteng kayak gue. Di mana-mana selalu aja jadi pusat perhatian," ucap Daniel menyisir perlahan jambulnya ke belakang menggunakan jari-jari tangannya.
"Hidup lo emang nggak pernah jauh-jauh ya dari yang namanya KEPEDEAN," balas Luky yang berdiri tepat di samping Daniel.
"IRI BILANG BOS."
"Ngapain juga gue iri sama lo. Buang-buang waktu," timpal Luky melipat kedua tangannya di depan dada. Gerlan dan Revan yang melihat itu hanya bisa menghela nafas kasar. Hanya karena beberapa pengunjung perempuan yang sedang memperhatikan mereka saja bisa membuat kedua orang itu adu mulut.
"Seharusnya gue nggak perlu ajak lo berdua datang ke sini. Kalau ujung-ujungnya selalu aja ribut," sindir Gerlan.
"Dalam pertemanan ribut-ribut kayak gitu hal yang wajar kali Ger. Benar nggak?" tanya Daniel kepada ketiga temannya.
"Nggak," sahut mereka secara bersamaan.
Daniel yang mendengar jawaban itu langsung mengusap dadanya pelan. Jangan sampai ia memaki teman-temannya itu di sini. Bisa-bisa hilang begitu saja reputasinya sebagai list laki-laki idaman para wanita.
"Pegal juga gue lama-lama berdiri di sini," ucap Revan baru menyadari jika mereka berempat sejak tadi masih berdiri di depan pintu masuk cafe. Pantas saja setiap ada pengunjung yang masuk pasti selalu saja bersenggolan dengan tubuh mereka.
"Gue tahu di mana tempat yang bagus buat kita duduk." Daniel langsung pergi begitu saja meninggalkan ketiga temannya. Berjalan menuju salah satu meja yang berada di pojok ruangan.
"Pasti tempatnya nggak jauh-jauh dari cewek," sindir Luky memperhatikan punggung Daniel yang semakin lama semakin manjauh dari pandangannya.
"Gue boleh duduk di sini?" tanya Daniel kepada ke empat perempuan yang sedang asik mengobrol di hadapannya.
Nafisha, Aqilla, Vania, dan juga Davira yang mendengar pertanyaan itu seketika saja menoleh secara bersamaan. Dan terkejut ketika mendapati sosok Daniel yang sudah berdiri tepat di samping meja mereka. Entah sejak kapan orang itu ada di sana.
"Lo nyari Gerlan?" tanya Daniel ketika melihat gerak-gerik Nafisha yang seperti sedang mencari seseorang di sekitar tempat duduknya.
"Hah? Nggak," sahut Nafisha kembali menghadap ke arah teman-temannya. Kemudian meminum minuman yang sudah di pesannya sejak tadi dengan perasaan yang sedikit gugup.
Tepat setelah Daniel mendudukkan tubuhnya di kursi yang berada di samping meja ke empat perempuan itu. Gerlan, Luky, dan Revan terlihat berjalan mendekat ke arah mereka. Dengan minuman yang berada di tangan masing-masing.
"Naf. Ada Kak Gerlan," bisik Aqilla. Sedangkan Nafisha yang mendengar ucapan itu mencoba untuk bersikap biasa saja di tempatnya. Walaupun sebenarnya ia ingin sekali menoleh dan melihat wajah laki-laki itu.
"Bisa kebetulan banget ya lo berempat juga ada di sini," ujar Luky setelah mendudukkan tubuhnya di kursi yang memang sangat pas untuk delapan orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
RomanceGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...