****
Suasana di sekitar SMA Pelitai Bangsa pagi ini terlihat begitu sepi. Karena hampir seluruh kelas yang ada di dalam sekolah itu. Sedang melangsungkan kegiatan belajar mengajar bersama para murid. Namun tidak lama setelah itu konsentrasi para murid yang sedang fokus belajar seketika saja terpecah. Ketika mendengar suara deru motor yang begitu menggema di sekitar mereka.
Puluhan motor besar itu berhenti tepat di depan gerbang SMA Pelita Bangsa. Sang pengendara motor pun terus menarik gas mereka secara bersamaan. Seperti sedang berusaha membuat seluruh penghuni di dalam sekolah itu keluar dari ruangan mereka.
Beberapa orang dari puluhan laki-laki itu juga terlihat membawa sebuah balok kayu berukuran sedang di tangan mereka masing-masing. Mereka juga bergegas turun dari sepeda motor untuk naik ke atas gerbang yang sedang dalam keadaan terkunci.
"Keluar lo!! Jangan jadi pengecut di kandang sendiri," teriak seorang laki-laki seraya mengangkat balok kayu yang ada di tangannya ke atas udara.
Kini sepanjang koridor kelas XI dan juga kelas XII. Sudah di penuhi oleh murid-murid yang merasa sangat pensaran dengan apa yang sedang terjadi di luar sana. Fokus mereka tertuju pada dua orang satpam yang sedang berusaha mengusir puluhan laki-laki itu dari area sekolah.
Nafisha dan ketiga temannya langsung berlarian keluar kelas. Tepat setelah terdengar suara pecahan kaca yang baru saja di hantam oleh sebuah batu berukuran besar. Keadaan SMA Pelita Bangsa kini sudah tidak bisa lagi di kendalikan. Suara teriakan para siswi terus terdengar bersaut-sautan. Seiring banyaknya batu yang di lemparkan ke arah jendela kelas.
Para guru mencoba untuk mengiring para murid ke tempat yang lebih aman. Sebelum terdapat korban yang berjatuhan akibat dari keberutalan sekelompok laki-laki itu.
"Keluar!! Sebelum gue ratain sekolah lo!" seru pemimpin mereka entah kepada siapa.
"Nafisha, lo mau ke mana?" Davira mencekal salah satu pergelangan tangan Nafisha. Ketika perempuan itu hendak pergi dari pengawasan mereka.
"Gue harus cari Kak Gerlan." Nafisha melepas paksa cekalan tangan itu. Berlari cepat menaiki anak tangga menuju koridor kelas XII. Ia sangat yakin jika sekelompok laki-laki yang ada di luar gerbang SMA Pelita Bangsa datang karena ingin mencari keberadaan Gerlan.
Hari ini lah yang paling Nafisha takuti. Sejak ia tahu bahwa Gerlan sudah menjadi salah satu bagian dari anggota Refour. Entah siapa yang salah di sini tapi ia tahu bahwa permusuhan akan terus saja terjadi.
Nafisha berkali-kali menghentikan langkah kakinya. Saat ada beberapa Kakak kelas yang sedang berlari dan hampir menabrak tubuhnya. "Kak Gerlan," panggil Nafisha saat sudah berada di depan kelas XII IPA 1.
Rasa takut yang ada di dalam diri Nafisha kini semakin meningkat. Setelah melihat kelas Gerlan yang sudah dalam keadaan kosong. Sekarang ke mana lagi ia harus mencari keberadaan laki-laki itu?
Nafisha kembali berlari menaiki anak tangga menuju rooftop. Mungkin saja saat ini laki-laki itu sedang bersembunyi di sana bersama teman-temannya.
Namun ternyata yang Nafisha pikirkan salah. Gerlan, Luky, Daniel, maupun Revan sama sekali tidak ada di tempat itu. Nafisha sempat terdiam sejenak di posisinya dan mengatur kembali nafasnya yang terasa begitu sesak. Setelah berlari menaiki puluhan anak tangga yang ada.
"Kak Gerlan ada di mana?" gumam Nafisha seraya menyapukan pandangannya ke setiap sudut rooftop.
****
"Nafisha!" teriak Aqilla, Vania, dan juga Davira secara bersamaan. Ketika melihat sosok Nafisha yang baru saja tersungkur ke tanah. Akibat tidak sengaja menyandung sebuah batu besar yang ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
RomanceGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...