****
Gerlan memarkirkan motor besar miliknya tepat di depan sebuah cafe. Ia langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana. Dengan sebuah paper bag hitam berukuran sedang yang berada di tangan kanannya. Ia sempat menghentikan langkah kakinya untuk beberapa saat. Ketika tidak berhasil menemukan sosok Dava di sekitar banyaknya pengunjung yang datang ke cafe itu.
"Bang!" seorang laki-laki tiba-tiba saja datang menghampiri Gerlan. Dengan nampan yang berada di samping tubuhnya.
"Lo ngapain di sini?" tanya Gerlan sedikit terkejut saat melihat kehadiran Azka di hadapannya.
"Gue kerja di cafe ini," ungkap Azka seraya tersenyum lebar.
"Oh iya. Bang Dava sudah nungguin lo di lantai dua," ujar Azka ketika ia baru ingat jika tujuannya menghampiri Gerlan adalah untuk memberitahu laki-laki itu tentang keberadaan Dava.
"Gue ke atas dulu." Gerlan berjalan mendekat ke arah tangga yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Melangkahkan kakinya menaiki satu persatu anak tangga itu dengan langkah pasti.
Saat sudah sampai di lantai atas. Pandangannya tertuju pada sosok laki-laki yang sedang duduk di kursi yang berada tepat di samping kaca pembatas. Laki-laki itu terlihat sibuk dengan ponsel yang berada di genggaman kedua tangannya.
Dava langsung mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Ketika merasakan ada seseorang di dekatnya. Dan benar saja saat ia mendongakkan ia melihat Gerlan yang sudah duduk di bangku yang berada tepat di sebrangnya.
"Sorry gue lama," ucap Gerlan setelah menaruh paper bag hitam itu di atas meja.
"Santai aja. Gue juga baru sampai."
"Lo bawa jaket itu?" tanya Dava tanpa basa basi. Gerlan mengangguk singkat kemudian mendorong perlahan paper bag hitam yang berada di atas meja tadi ke arah Dava menggunakan satu tangannya.
"Ternyata benar dugaan gue kemarin," gumam Dava setelah mengeluarkan jaket itu dari dalam paper bag.
"Sebenarnya siapa Papa gue waktu masa mudahnya?" tanya Gerlan yang sejak tadi hanya diam memperhatikan Dava.
"Om Gian adalah orang yang sudah membentuk geng Nevar. Sedangkan bokap gue orang yang sudah membentuk geng Refour," ungkap Dava dengan suara yang terdengar begitu santai. "Gue dengar mereka berdua sudah berteman lama sejak dulu. Bahkan setelah mereka memiliki geng masing-masing, mereka tetap berteman baik."
"Tapi setelah bokap gue meninggal karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Gue sama sekali belum pernah melihat Om Gian sampai detik ini," tutur Dava.
"Jadi bisa di bilang Papah gue adalah mantan ketua Nevar?" tanya Gerlan setelah mendengarkan semua ucapan Dava sebelumnya.
Dava mengangguk seraya meminum minuman yang ada di atas mejanya. "Sekarang lo pasti berpikir. Kenapa bukan lo aja yang jadi penerus Nevar. Kenapa harus Pram yang notebenya bukan siapa-siapa bokap lo. Benarkan?" tebak Dava.
Gerlan meyandarkan tubuhnya ke belakang. Menaikkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Dengan salah satu tangan yang masih setia berada di atas meja. "Mungkin kalau gue di tunjuk buat jadi penerus Nevar. Gue nggak bakal pernah bisa dekat sama Nafisha. Kenapa? Karena Adik lo pasti bakal tetap baik-baik aja kalau Pram sama sekali nggak punya kuasa apapun."
KAMU SEDANG MEMBACA
GERLAN (END)
RomanceGerlan Mauriz, laki-laki tampan yang terkenal memiliki sifat sedingin es yang selalu menampilkan wajah datarnya. Selama 18 tahun ia menjalani hidup, ia sama sekali belum pernah merasakan yang namanya terpikat oleh perempuan. Hingga akhirnya waktu it...