Part 41. Perkelahian

307 23 8
                                    

****

"Di mana Leon?" tanya Gerlan kepada teman-teman kelas laki-laki itu. Namun tidak ada satu pun dari mereka yang menjawab pertanyaannya. Mereka semua tampak bungkam atau bahkan memang di perintah untuk jangan sampai membuka suara.

Gerlan berjalan cepat ke arah meja yang berada di barisan paling depan. Di mana terdapat laki-laki berkaca mata yang sedang duduk seorang diri sambil membaca sebuah buku pelajaran.

"Kasih tahu gue. Di mana Leon sekarang!" Gerlan berdiri di hadapan laki-laki itu dengan kedua telapak tangannya yang berada di atas meja.

Tristan sempat mengangkat kepalanya selama beberapa saat untuk melihat wajah Gerlan. Kemudian kembali fokus pada buku yang ada di tangannya. Tanpa berniat menjawab pertanyaan laki-laki itu.

Gerlan yang sepertinya sudah mulai terpancing emosi. Menutup kasar buku pelajaran itu dan langsung melemparnya ke arah meja guru yang berada tepat di belakang.

"Gue dari tadi nanya sama lo! Di mana Leon?!" teriak Gerlan memukul meja yang ada di hadapannya. Hingga menimbulkan suara yang begitu kencang.

"Lo lagi cari Leon? Dia ada di taman belakang sekolah." suara itu bukan berasal dari Tristan. Melainkan dari seorang perempuan yang baru saja masuk ke dalam kelas.

Gerlan yang mendengar jawaban itu pun segera berlari keluar kelas. Dengan di ikuti oleh ketiga temannya yang sejak tadi menunggu di dekat papan tulis.

"Apa lo nggak takut kalau sampai di apa-apain sama Leon. Gara-gara kasih tahu soal keberadaan dia ke Gerlan?" tanya salah satu murid laki-laki yang duduk di barisan paling belakang. Kepada Nisa yang baru saja akan berjalan ke bangkunya.

"Buat apa gue takut? Gerlan cari Leon karena dia yang sudah buat sekolah kita sampai di datangi sama sekelompok laki-laki tadi. Jadi wajar dong kalau gue bantuin Gerlan," sahut Nisa dengan nada santainya.

Jika memang Leon akan menyakitinya karena sudah membocorkan tentang keberadaannya. Ia tinggal meminta pertolongan kepada Gerlan pasti laki-laki itu akan langsung menolongnya.

****

Hanya dengan satu tarikan kencang, Gerlan berhasil membuat Leon bangkit dari posisi duduknya. Dan tanpa aba-aba sebuah pukulan telak juga mendarat tepat di sudut kiri bibir laki-laki itu. Sepertinya Gerlan sudah tidak bisa lagi mengontrol emosi yang ada di dalam dirinya.

"Lo enak-enakan duduk di sini. Tanpa tahu apa yang lagi terjadi sama sekolah kita!!" teriak Gerlan tepat di depan wajah Leon. Kedua tangannya terus mencengkram erat kerah seragam laki-laki itu.

Leon menundukkan pandangannya sekilas ke arah sepatu Gerlan. Melihat puntung rokok miliknya yang masih dalam keadaan menyala jatuh tepat di depan kedua sepatu itu. Jika saja Gerlan tadi tidak memukulnya puntung rokok itu tidak mungkin jatuh sia-sia begitu saja ke tanah.

"Terus, lo mau gue ngelakuin apa?" tanya Leon membalas tatapan tajam milik Gerlan.

"Ini semua terjadi gara-gara lo berengsek!!" seru Gerlan seraya melayangkan beberapa pukulan lagi ke wajah Leon.

"Gerlan! Tahan emosi lo." Revan mencoba untuk menjauhkan tubuh Gerlan dari hadapan Leon. Dengan cara berdiri di tengah-tengah mereka. Tangan kirinya saat ini berada di pundak kanan Gerlan sedangkan salah satu tangannya lagi. Mencoba melepaskan cengkraman yang ada di kerah seragam Leon.

"Nafisha nggak bakal suka kalau lo kayak gini," ujar Luky yang berdiri di belakang tubuh Gerlan bersama Daniel.

"Gue nggak peduli. Nafisha juga hampir aja terluka gara-gara dia." Gerlan menepis begitu saja tangan Revan yang berada di pundak kanannya. Melangkahkan kakinya ke depan kembali memperkecil jarak antara dirinya dan Leon.

GERLAN (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang