Mereka sama-sama tidak makan semalam, Ansel berusaha menahan agar emosinya tidak kembali lepas, untungnya Ansel tidak memukul Lea karena Lea menolak tidak ingin memasak.
Pagi ini Lea menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri, tidak mempedulikan Ansel yang sekarang ikut duduk disana.
Ansel melihat hanya ada satu piring nasi goreng dan Lea langsung melahapnya tanpa mempedulikan Ansel yang sudah lapar.
Mereka saling diam-diaman, Ansel juga malas berbicara pada Lea, kesalnya masih ada karena laporannya hilang.
Ansel pergi ke warung terdekat, ia membeli mie instan lalu, memasaknya sendiri.
"Sshhh." Ansel mengibaskan tangannya sedikit terkena air panas.
Lea mengedikkan bahunya, tidak ada niat untuk membantu pria itu memasak.
"Gitu doang perih ya? Lemah banget."
"Mukul orang aja kuat banget," sindir Lea beranjak mencuci piring.
"Kelembekkan tuh mie-nya, jadiin bubur aja sekalian." Lea berjalan santai melewati Ansel, dia akan siap-siap pergi ke rumah sakit.
Bahkan kekacauan semalam Lea tidak membersihkannya, patahan kursi, kursi plastik yang ikut dilempar, mereka masih ditempat yang sama.
Ansel memandangi bentuk mie yang sudah ia tuangkan ke piring, ia sudah lapar apa pun bentuknya yang penting kenyang.
Setelah selesai, Ansel melihat Lea yang sudah rapi, pikirannya sudah kemana-mana, bisa jadi gadis itu akan pergi dan tidak pulang-pulang.
"Kemana lo?"
"Pengadilan agama."
"Nggak! Lo nggak boleh pergi." Menarik tangan Lea kembali masuk ke kamar.
"Lo nggak bisa nyalahin gue aja, disini lo juga salah, lo pikir otak gue bakal baik-baik aja setelah lo hapus berkasnya?"
Ansel menahan bahu Lea agar gadis itu tidak bisa bergerak kemana-mana.
Lea juga merasa bersalah karena ulahnya Ansel marah besar seperti kemarin, dia merutuki dirinya kenapa ingin menangis sekarang.
Efek kehamilannya membuat Lea sangat mudah menangis padahal dia sudah menahan agar tidak menangis.
Dia tidak ingin terlihat lemah didepan Ansel, tapi, anaknya ada masalah apa, kenapa membuatnya mudah sekali baperan.
"Aku, aku nggak mau nangis." Menghapus air matanya yang keluar.
"Jujur ya, gue masih kesel banget sama lo."
"Ya, maaf."
"Aku mau pergi aja sekarang." Lea melepaskan tangan Ansel dari bahunya.
Ansel menggelengkan kepalanya. "Nggak, lo nggak boleh ke pengadilan agama."
"Lagi tutup," lanjut Ansel.
Lea mengernyitkan dahinya, dia jadi paham ternyata Ansel menganggap serius saat Lea mengatakan ingin pergi ke sana.
"Aku nggak bisa lagi sama kamu," kata Lea tidak sepenuhnya berbohong, dia juga merasakan hal itu didalam dirinya.
"Kamu jahat, suka mukul, badan aku sakit-sakit." Tunjuk Lea ke arah pipi, pelipis, lengan, kakinya.
Ansel diam, dia benar-benar sangat emosi kemarin sampai meluapkan semuanya dengan cara memukul.
"Gue minta maaf."
"Tapi, lo juga salah, Lea."
"Aku minta maaf juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
HALAI-BALAI | Antagonist Husband LENGKAP (SELESAI)
Romance"Aku istri kamu, hewan aja kalau dipukul pilihannya lari atau mati, apalagi manusia." "Aku capek denger bentakan kamu, kamu suami aku tapi, kamu kayak tokoh antagonis yang nggak bosan punya konflik sama protagonis." Cover by pinterest. Setiap adegan...