31• Itu, Lo, Vo

6.2K 263 7
                                    

***

"Kastara!"

Kastara kecil yang sedang berjalan di dalam rumah sontak berhenti lalu berbalik, umurnya saat itu berkisar sekitar dua belas tahun, masih berada dalam masa-masa, ia baru saja menginjak bangku kelas satu sekolah menengah pertama.

"Kenapa, Ma?"

Kastara kecil yang perlahan akan beranjak menuju usia remaja itu bertanya dengan polos. Masa-masa ia masih menjadi sosok Kastara yang tidak tahu apa-apa, sosok Kastara yang selalu berusaha bersikap ramah padahal sebenarnya tidak.

Wina berjalan tergesa-gesa mendekati Sang anak, wajahnya tampak memerah seperti terkejut, tasnya langsung dilemparkan asal ke atas sofa.

Berdiri tepat dihadapan Kastara. "Muka kamu kenapa sayang?" tanya Wina khawatir seraya memegangi kedua pipi Kastara yang tampak sudah tak mulus seperti biasanya, wajah Kastara terlihat mendapatkan banyak lebam.

Pakaian sekolah Kastara juga tidak bisa dikatakan rapi lagi, seragam putih biru yang melekat di tubuhnya terlihat sangat kusut, sangat kotor malah, seolah telah terseret di atas tanah. Entah bagaimana caranya Kastara mendapatkan debu tanah menempel di seluruh badannya itu.

Kastara menggeleng seraya meraih tangan Mamanya yang masih memegangi wajahnya, berusaha tersenyum menenangkan Sang Mama.

"Kastara cuma jatuh, Ma," jawabnya tenang. Yang jelas sekali terlihat jika ia sedang berbohong.

Mata Wina tampak berkaca-kaca, menatap Sang putra dengan pandangan sarat khawatir berlebih. Alibi Kastara sangat mustahil untuk bisa dipercayai.

Bagaimana mungkin luka orang jatuh bisa separah yang didapatkan Kastara tepat di wajah, bukankah itu lebih bisa dipercayai jika Kastara mengatakan ia dibully? Atau lebih baiknya jika Kastara mengatakan ia berkelahi. Karena lebam di wajah itu memang terlihat seperti bekas pukulan, debu kotor di tubuh Kastara bisa terjawab juga, yaitu; karena Kastara dipukuli beramai-ramai di atas tanah.

"Siapa yang pukulin kamu?" tanya Wina melembut. Mengusap rambut lebat Kastara yang memang menuruni papanya.

"Kastara jatuh, Ma," ucap Kastara masih mempertahankan alasannya jika dia mendapatkan luka-luka itu karena terjatuh.

Wina menghela napas, Kastara itu sangat keras kepala, jadi berapa kali pun ia akan bertanya jawaban Kastara hanya satu yaitu; jawabannya yang pertama, tak akan pernah berubah meski telah didesak.

"Besok Mama ke sekolah," putus Wina. Mencari jawabannya sendiri adalah keputusan akhir di dalam kepalanya, tak mungkin ia bisa tenang melihat anaknya terluka tanpa tau penyebabnya apa.

Kastara tampak akan menyela, namun langsung urung, berganti hanya memperhatikan Wina yang terlihat sangat sedih.

"Siapa yang pukulin anak, Papa?"

Wina dan Kastara sontak menoleh ke arah suara, menatap ke arah pintu utama rumah besar itu berada.

Terlihatlah seorang Pria ber-stelan jas hitam rapi, sangat memperlihatkan jika dia adalah seorang pria kaya.

"Papa?" gumam Kastara memandang sosok Pria dewasa yang berjalan masuk ke dalam rumah dengan tak percaya.

"Gama," gumam Wina juga menyebutkan nama. Dia sontak saja diam membatu di tempatnya berdiri, tak percaya bisa melihat penampakan sosok pria itu lagi.

KASTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang