21• Who?

7K 308 4
                                        

***

Motor yang dikendarai Saad dan Kastara terus melaju membelah keramaian malam. Sudah lima belas menit keduanya berada di jalanan besar yang masih padat akan kendaraan, terhitung dari sejak berangkat dari rumah Ivory.

Saad melajukan motor besarnya, melesat dengan gesit dan tak tanggung-tanggung menyalip kendaraan yang berada di depannya. Menuju ke tempat yang diinginkan Sang penumpang -Kastara.

Rumah sakit, seperti yang disebutkan Kastara sebelumnya, tak perlu disebutkan nama rumah sakitnya. Saad tahu rumah sakit mana yang dimaksud Kastara, bukan sehari dua hari ia menjadi sahabat untuk Kastara si pemberontak.

Untuk rahasia kecil yang satu itu, Saad mengetahuinya. Meskipun bukan keinginan Kastara sendiri untuk memberi tahu.

Lima menit kemudian, motor itu telah berhenti di depan sebuah gedung berukuran besar. Tepat di depan gedung itu terdapat sebuah lambang berukuran besar berwarna merah -yang menandakan jika gedung itu adalah rumah sakit.

Kastara turun dari atas jok motor, Saad ikut membuka helm-nya, meletakkannya di depan sembari menatap Kastara.

Saad berdecak, "Muka jelek lo tambah jelek tau nggak!"

Kastara tak membalas komentar kurang ajar yang dilontarkan Saad, ia memilih menyerahkan helm yang digunakan pada Saad.

"Mau gue temenin?" tawar Saad menatap tulus.

Kastara menggeleng, "Thanks."

Saad balas menyeringai, "Lo kayak sama siapa aja, pake bilang makasih."

"Udah sana masuk." lanjutnya menyuruh.

Kastara mengangguk, melangkahkan kaki memasuki gedung yang terlihat lengang.

Memasuki lorong-lorong kamar, Kastara bertemu dengan satu dua pria berjas hitam rapi lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger pas di atas hidung.

Berdiri tegap membelakangi dinding lorong rumah sakit, mereka seperti patung yang diberi nyawa. Sama sekali tak bergerak.

Kastara memilih tak acuh, seperti biasanya juga begitu, ia datang, kemudian pergi tanpa peduli dengan mereka.

Langkah kaki si pemberontak itu terhenti, menghadap ke salah satu ruangan.

Melangkahkan kaki, dengan niat yang terkumpul besar di dalam hati Kastara ketika akan segera memasuki ruangan itu.

Lengang, itulah kata yang cocok untuk menggambarkan suasana di dalam kamar bernuansa mewah itu.

Di tengah-tengah kesunyian, tampaklah seorang perempuan yang terbaring dengan mata terpejam rapat di atas ranjang. Di tangannya terpasang infus.

"Kastara."

Kastara seketika menoleh ke arah suara yang memanggil namanya, ia mendapati sosok pria dewasa duduk di atas sofa yang tak jauh dari ranjang tempat perempuan sedang berbaring.

"Papa," refleks Kastara berucap. Tak menyangka akan bertemu, "Papa di sini?" tanya Kastara tak percaya.

Pria dewasa yang terlihat mengenakan jas hitam rapi itu terkekeh. "Papa baru tiba beberapa jam yang lalu."

KASTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang