14• Reaksi Ivory

7.6K 318 2
                                    

***

"Lo darimana Louve?" tanya Wanda memakai sapaan hangatnya.

"Ada urusan sama wali kelas tadi," sahut Ivory menjawab. Setelahnya, menarik kursi dan mendudukinya seraya membuka buku pelajaran yang baru dibawanya dari perpustakaan.

"Buku apaan tuh?" tanya Qiona penasaran. Menatap penuh ketertarikan, pada Ivory yang kini terlihat serius bergulat dengan tulisan yang terdapat di dalam buku tebal dihadapannya.

"Dijelasin juga, lo gak bakal ngerti," cetus Haidar dengan nada mengejek yang terdengar sangat menyebalkan di telinga Qiona -sang musuh-

"Ish, Wandaa!!" kesal Qiona segera mengadu pada Wanda.

"Kenapa?" sahut Wanda tak terlalu peduli karena sibuk sendiri bermain sesuatu di ponselnya.

"Haidarr!" adu Qiona menunjuk Haidar yang kini terlihat memeletkan lidah mengejeknya.

"Cium aja, dia pasti kicep." Wanda menyahut lagi seolah memberi solusi bijak.

"Ihh!" Qiona seketika bergidik ngeri mendengar solusi yang sangat tak masuk akal dari mulut sahabatnya.

"Mau cium gue?" tanya Haidar maju selangkah. "Nih, cium. Gratis buat lo!" Memajukan wajahnya.

"Ogah, mending cium tembok," balas Qiona segera berlari menjauh dari Haidar.

Dan bukan kucing namanya jika hanya diam melihat tikus berlari. Bukan untuk ditangkap dan dimakan, hanya saja ada kesenangan tersendiri ketika mengejar dan membuat keributan.

Ibaratkan saja kedua orang itu seperti dua hewan yang disebutkan di atas.

Athan menghembuskan napas. Menatap lurus, "Udah lama banget ya, kita gak lihat momen kayak gini."

"Lebih dari dua bulan," sahut Saad. Memperhatikan Haidar yang kini asik menjahili Qiona.

Keduanya kompak menggelengkan kepala.

"Eh, Kastara mana?" tanya Athan menyadari satu temannya telah menghilang.

Saad mengedikkan bahu tak tau. "Tadi dari kantin, dia tiba-tiba hilang."

"Aish!" decakan terdengar dari meja pojok barisan depan. "Sialan banget emang, gue bales tau rasa lo semua!" Wanda memperbaiki posisinya seolah bersiap untuk membalas dendam pada lawannya dalam bermain game di ponsel.

"Cabut yuk!" ajak Athan melirik kesana kemari. Merasa bosan terus berada di dalam ruangan kelas.

"Kemana?" tanya Saad melirik Athan dengan mulut yang asik mengunyah permen karet.

"Ke ..." Athan berpikir. "Ke ruang BK," usulnya kemudian setelah berpikir beberapa detik.

"Gila!" sahut Saad merespon kaget. "Setuju gue, kangen juga sama Pak Nurdin," ujarnya selanjutnya. Sangat setuju dengan usulan yang terdengar gila dari Athan barusan.

Athan tersenyum penuh misterius. "Masuk ruang BK, harus bawa masalah."

Saad ikut tersenyum, "kita cari masalahnya." ujar Saad mengangguk mantap.

KASTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang