29. Lotus

9 2 0
                                    

Moren menghabiskan sorenya dengan berjalan-jalan di taman, mengamati bunga-bunga yang jenisnya belum pernah ia jumpai di Galgalore. Pemukiman peri agak senyap saat sore, kebanyakan mereka pergi ke ladang atau mengurus sesuatu yang harus dilakukan sebelum malam tiba.

Seorang peri wanita berjalan lambat-lambat dan bukannya terbang, melintas di dekat balairung besar. Rambutnya yang panjang selutut digerai, angin kecil mempermainkan ujung-ujungnya yang berombak, warna persiknya berkilau-kilau. Moren memperhatikan dari jauh.
"Lotus!" Moren memanggil.
Peri itu berhenti dan menoleh. Itu memang Lotus.

Moren berlari melompati dua anak tangga sekaligus setiap melangkah lalu berdiri terengah-engah di depan Lotus. Lotus menertawakannya.

"Oh, aduh..." Moren membungkuk-bungkuk berusaha bernafas normal, dia tidak menduga caranya berlari sudah membuat jantungnya berdegup kencang.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Lotus.

Moren mengangguk. Rasanya seperti sudah lama sekali mereka tidak bertemu. Terakhir kali ia melihat peri itu sebenarnya baru kemarin saat tengah malam, wajah Lotus saat itu pucat dan mengundang belas kasihan. Saat ini matahari masih bersinar dan wajahnya nampak kemerahan. Baru kali ini Moren melihat rambut Lotus digerai, angin nakal membuatnya terayun lembut. Moren terpaku menatap peri didepannya. Nafasnya sudah kembali normal tapi dadanya masih berdebar.

"Lotus," kata Moren, "kau cantik sekali."

"Ah," Lotus terkejut.

"Ya ampun, maaf," Moren salah tingkah, terkejut sendiri dengan perkataannya.

"Tidak apa-apa, sebelum ini kau juga pernah mengatakan cantik padaku."

"Benarkah?" Moren tidak bisa mengingatnya.

"Malam sebelum kau membebaskan Hyereen, kau bilang rambutku sangat cantik."

Moren melotot, Benarkah ia mengatakan itu?

Lotus tertawa melihat ekspresi Moren, "Kau tidak ingat."

"Maaf," kata Moren malu. "Ah, harusnya aku tanya bagaimana keadaanmu? Apa kau sudah baikan?"

"Seperti yang kau lihat, aku belum bisa terbang, tapi perawat sudah mengijinkan aku pulang. Aku sedang berjalan-jalan sebentar karena bosan sekali berdiam seharian. Bukankah nanti malam ada pertemuan dengan Ratu Violet?"

"Benar, Coral sudah bicara dengan kami kemarin. Masih banyak waktu sebelum pertemuannya."

Lotus mengaitkan jemarinya pada lengan Moren. "Ayo, antar aku ke suatu tempat," ajaknya.

Moren menurut. Dia berjalan berhati-hati disebelah Lotus karena peri itu berpegangan erat pada lengannya dan langkahnya masih sangat perlahan. Mereka berdua menyusuri balairung sampai ke sisi barat. Di sana terdapat jalan menurun melaluli tepi luar gunung. Sebelah kiri jalan itu berbatasan dengan dinding gunung sedangkan di sebelah kanan jurang yang mengarah ke sisi lereng gunung. Jalan itu, meskipun lebar namun berbatu dan tidak rata. Kini Moren mengerti kenapa Lotus terus berpegangan padanya, dia memerlukan tumpuan untuk membantunya berjalan.

"Kemana ini?" tanya Moren.

"Ke suatu tempat. Kau tahu, para peri meletakkan lentera dimana-mana kerena menyukai cahaya. Di tempat ini mereka membiarkannya tetap alami, apa adanya. Tempat itu adalah favoritku, sangat indah."

Lotus mencengkeram lengan Moren kuat-kuat setiap kali menginjak kerikil yang agak besar. Moren memperhatikan langkahnya. Tapi ketika jalan itu melandai dan rata, pandangannya naik dan ia jadi memperhatikan wajah Lotus.

Lotus menyadari ia kini dapat berjalan sendiri tanpa bantuan karena jalannya membaik, ia bermaksud menarik tangannya dari lengan Moren, tapi Moren dengan tangan kanannya menggenggam jemari Lotus dan menahan tangannya tetap disana. Mereka berdua berjalan terus sampai jalanan itu berakhir.

Jalan itu mengarah pada sebuah mata air kecil yang membentuk sebuah danau disisi barat. Tempat itu membentang terbuka, dari sisi sana matahari yang tengah bergerak turun terlihat jelas. Air danau itu meluap disisi barat daya, berkelok membentuk sungai kecil sebelum jatuh bebas ke tebing membentuk air terjun disisi barat Menara. Air danau itu berkilau memantulkan cahaya matahari sore. Pada tepi danau tumbuh tanaman yang bunga-bunganya hanya akan mekar saat matahari telah terbenam. Saat mereka datang, kuncupnya sudah gemuk, bersiap untuk terbuka. Namanya Senortia.

Lotus menjadi bersemangat dan berjalan lebih cepat.
"Lihat! Dari sini kita bisa melihat matahari terbenam di balik pegunungan Guilon," katanya.

Tempat itu memang sangat indah. Tumbuh-tumbuhan di sekeliling danau, baik yang pohon besar maupun yang rumpun tumbuh dengan sangat subur. Ada tanaman rambat yang memanjat pohon-pohon besar dan bunganya yang berwarna merah muda menjuntai dalam untaian yang cantik. Air danaunya jernih, di dasarnya yang cetek terlihat batu-batuan hitam dan kelabu. Lotus berjalan masuk ke dalamnya, agak ketengah sampai ujung rambutnya menyentuh air. "Airnya dingin!" pekiknya gembira. Moren hanya mengawasinya dari tepi, ia tertawa melihat Lotus.

Lotus menatap lama ke arah barat. Kakinya dingin tapi wajahnya terasa hangat, ia menyukai sensasi itu.

"Apa kau memikirkan sesuatu?" Moren akhirnya menyusul masuk danau dan berdiri di sebelah Lotus.

"Matahari terbenam masih satu jam lagi, tapi aku sangat menyukai sekarang ini. Sinarnya menyilaukan tapi hangat dan nyaman."

Moren memandangi wajah Lotus yang seakan bersinar karena cahaya matahari. Bulu-bulu matanya yang lentik bergetar dengan kilau matahari menari disetiap ujungnya.

"Kau sangat cantik, Lotus."

Lotus mengerling pada Moren. "Sebelum ini kau mengatakannya tanpa sadar, Moren. Hati-hatilah dengan mulutmu."

"Kali ini aku sepenuhnya sadar." Moren meraih tangan Lotus dan menggenggam jemarinya yang dingin.
"Aku menyukaimu," bisiknya.

Lotus menoleh untuk menatap Moren. Aneh sekali ia tak mampu mengatakan apa-apa saat itu. Hatinya berdebar mendengar kata-kata Moren. Tidakkah terlalu cepat jika dia merasakan hal yang sama? Mereka baru mengenal satu sama lain dalam beberapa hari saja. Apakah perasaannya nyata? Tapi Moren menatapnya dengan kesungguhan yang belum pernah dilihatnya dari siapapun juga.

Keraguaan Lotus menghilang, tepat saat itu Moren menunduk dan menciumnya, lalu mundur sedikit untuk melihat reaksinya. Lotus membeku ditempat, dadanya seperti mau meledak. Matanya yang jernih menatap pria didepannya dengan pupil yang bergetar. Moren mengusap wajah peri cantik itu dan mencium bibirnya lagi dengan lembut. Kali ini Lotus membalasnya.

Mereka berdua masih berada disana hingga matahari benar-benar terbenam dan Senortia mulai bermekaran.

The Galgalore's TrapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang