14. Padang ilalang

4 3 0
                                    

Menunggu matahari terbit benar-benar membuat Moren tidak sabar, meskipun itu sebenarnya tidak lama. Perasaan gelisah Moren berkurang saat sinar matahari pagi sedikit menerangi tempatnya berada. Mereka nampaknya masih berada di area Khelam, tapi pohon-pohon sudah mulai menjarang dan ukurannya tidak lagi besar ditempat itu. Kemungkinan besar mereka berada ditepi hutan.

Katz dan Lotus terbangun sekitar pukul sembilan, lalu mereka bertiga sarapan singkat sebelum melanjutkan perjalanan tanpa menunggu Lylo.

"Dia akan menyusul nanti," kata Katz mengenai Lylo.

Rombongan mereka menyusuri tanah yang berundak-undak turun. Kali ini Moren berjalan dengan kaki sendiri. Cherry berjalan disekitar mereka, kadang ia melompat dan mendahului atau menyimpang sedikit saat melihat semak beri. Beberapa kali Cherry membiarkan dirinya tertinggal untuk mengunyah semak-semak itu agak lama, kemudian ia menyusul kembali dengan larinya yang berdebum.

Awalnya, Moren mengira Cherry adalah pemakan tumbuhan, tapi kemudian ia melihat telapak lebar Cherry menepuk seekor belalang lalu mengunyah serangga itu. Setelahnya, Cherry beberapa kali menepuk pada beberapa tempat dan ia mendapatkan burung kecil atau tikus untuk dikunyah. Moren melihatnya dengan jijik saat melihat gumpalan bulu itu mengunyah tikusnya. Cherry tidak terganggu dengan tatapan Moren, dia lalu sengaja membawa tikus lagi dan mengunyah persis disebelah Moren. Kres kres kres! Moren memalingkan wajahnya dan berusaha lebih peduli pada langkah kakinya dari pada tikus dimulut Cherry.

Mereka benar-benar mencapai tepi Khelam saat nyaris tengah hari. Kini mereka berdiri memandang area padang ilalang yang membentang tanpa terlihat akhirnya didepan mereka, sedangkan pohon-pohon Khelam berada dibelakang mereka.
Ilalang yang tumbuh diarea itu luar biasa tinggi. Ketinggiannya bahkan dapat menenggelamkan Katz. Mereka mencuat dalam berbagai warna antara coklat hingga kemerahan. Menurut Katz itu suatu keuntungan bagi mereka karena kini mereka akan dapat menyembunyikan diri dengan baik saat melintas mendekati Sarang.

Moren melihat seseorang mendekat dari dalam hutan selagi mereka mengamat-amati padang. Orang itu menggunakan jubah berwarna kelabu kecoklatan, kerudungnya ditarik penuh sampai menutupi wajah. Moren menegakkan badannya dengan waspada, baru saja dia hendak memberitahu mengenai orang itu pada Katz, saat ia mendengar Katz berseru, "Lylo!"

Saat sosok berjubah itu sudah dekat, Moren melihat wajah kelinci dibalik tudungnya. Itu memang Lylo.

Jubah yang dikenakan Lylo berwarna kelabu kecoklatan dan mengilap seperti kulit ular saat terkena sinar matahari. Jubah itu nampak tipis namun jatuh dengan mantab pada lekuk-lekuknya. Moren mengulurkan tangan untuk menyentuhnya. Rasanya dingin dan lembek.

"Apa ini?" tanya Moren.

"Jubah," jawab Lylo seolah ia menanyakan sesuatu yang sudah jelas.

"Maksudku, aku belum pernah melihat jubah seperti ini. Ini seperti bukan..." Moren berpikir sejenak, "Kain," lanjutnya.
"Dan memangnya kenapa kau kali ini mengenakan jubah?"

"Ini kerudung roh, kalau kau ingin tahu. Aku membuatnya semalam dengan menjalin ingatan pohon-pohon pada suatu musim yang mendung dan hujan. Tidak mudah meminta pohon-pohon itu memberikan ingatan mereka yang berharga untuk ini. Tapi aku tidak pernah sesulit tadi malam saat melakukannya. Oh! Aku bisa bicara dengan pohon-pohon, Moren." Lylo buru-buru menambahkan saat melihat tatapan Moren yang menjadi lebih heran saat ia bicara.

"Tempat ini banyak berubah," tambah Lylo. "Pohon-pohon mengeluh dan mereka tidak lagi percaya pada roh. Mereka biasanya gembira saat angin dari utara berhembus, karena angin itu membawa kabar akan datangnya musim dingin_ saat yang paling mereka tunggu untuk bisa tidur panjang. Tapi yang mereka dengar kini bukan hanya kabar tentang musim dingin tapi juga kematian banyak pohon-pohon di utara."

"Aku pikir mereka hanya mengingat soal cuaca," sela Katz.

"Ya," kata Lylo, "Hanya itu yang mereka pedulikan sebelum ini. Kematian banyak pohon itu sesuatu yang baru dan mereka sulit melupakannya. Ini pertama kalinya mereka menggunakan istilah 'mengerikan'_ aku rasa.

"Para roh gelap memang melakukan penebangan besar-besaran di utara untuk membuat jubah-jubah seperti ini karena kalau meminta baik-baik para pohon tidak akan memberikan ingatan mereka banyak-banyak.

"Kami para roh tidak akan bisa bertahan dari sinar matahari saat siang, Moren. Kami memerlukan pelindung. Karena Katz menginginkan kita melintasi padang saat tengah hari, maka kau jadi melihatku dalam jubah seperti ini," kata Lylo pada Moren yang masih memandangnya penasaran.

"Kita akan terlalu lama buang-buang waktu kalau aku masih bicara mengenai para roh." Lylo mengingatkan.

"Baiklah, kurasa waktunya sudah tepat. Karena para roh akan lebih senang bersembunyi dari pada berkeliaran saat siang, kita akan melintas dengan tak terlihat saat ini."
Katz mendongak untuk melihat apakah ada burung-burung dilangit karena para roh juga menggunakan burung-burung sebagai mata-mata. Langit bersih, tanpa awan dan tanpa seekor binatangpun terbang disana.

"Sepertinya aman," kata Katz. "Lotus sepertinya kau harus tetap berjalan dan bukannya terbang, aku tidak ingin kita lebih tinggi dari ilalangnya."

"Tidak masalah, Katz, aku bisa mengatasinya," Lotus mengangguk mengerti.

Katz berjalan menerobos ilalang itu, Cherry dibelakangnya dan yang lain berjalan begitu dekat dengan Cherry. Tubuh Cherry yang besar sangat efektif menyibak ilalangnya, mereka yang melangkah dibelakangnya berjalan dengan nyaman tanpa menabrak-nabrak semak.

Setelah hampir dua jam berjalan, mereka mentas dari lautan ilalang disisi lainnya, dibawah pohon-pohon baru, ditanah yang lebih sedikit ditumbuhi ilalang. Biji-biji rumput jarum menempel pada pakaian mereka, kecuali pada jubah Lylo. Untuk beberapa saat mereka sibuk mengibas-ngibaskan pakaian.

"Oh, ya ampun," keluh Katz menatap Cherry. Biji-biji rumput menempel banyak sekali pada bulu-bulunya. Katz mencabut beberapa biji dan langsung menyerah karena saking banyaknya.
"Nanti saja, kalau aku sudah agak santai," katanya.

Mereka lalu mendaki ke arah puncak bukit dihadapan mereka. Lylo mendahului jauh didepan, memeriksa tempat karena dia sekarang yang lebih mengenal daerah itu.

"Ikuti aku!" kata Lylo saat dia kembali. Semua mengikuti Lylo mendaki ketempat yang lebih tinggi. Lylo membawa mereka kearah batu-batu karang yang agak menjorok ke utara.

"Lihatlah, Moren!" seru Lylo.

Moren mengintip dari puncak batu-batu karang. Dibawah sana setelah bukit-bukit karang yang terjal, dia melihat sebuah pemukiman yang dibangun dengan batu. Sebuah menara menjulang ditengahnya, tinggi dan hitam. Jalan setapak tampak berkelok keluar dari menara dan memecah seperti jaring laba-laba menuju bangunan disekeliling menara. Disalah satu area, asap hitam pekat mengepul di udara. Beberapa titik tampak mondar-mandir di area itu. Sedangkan di sisi timur menara tampak sebuah tembok memanjang membentuk seperti stadium.

"Tempat itu," Lylo menunjuk bangunan batu tanpa jendela didekat stadium, "Disana biasanya para roh menahan tawanan, kemungkinan Hyereen ada disana."

Moren menatap Sarang. Tempat itu luas sekali dan sekalipun ia tidak melihat dengan jelas orang-orang yang bergerak disana, tapi suara auman dan geraman samar-samar terdengar dari tempatnya.

"Beberapa bangunan itu adalah kandang," Lylo memberi tahu.
"Mereka, seperti yang sudah kau dengar, melatih beberapa binatang buas disana. Mereka menggunakan tubuh Incanio dan peri untuk mengatur binatang-binatang itu. Kebanyakan binatang buas dan merupakan biantang malam, tempat ini akan lebih mengerikan saat malam tiba"

"Ayo," Lylo melayang meninggalkan tempat itu.

Ada sebuah tempat yang membentuk seperti celah gua disekitar semak dan pepohonan didekat sana. Celah itu dalamnya cukup luas dan terlindung dengan baik dari luar. Lylo membawa mereka semua ketempat itu, mereka masing-masing memanjat masuk ke dalam gua, termasuk Cherry juga.

The Galgalore's TrapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang