60.

9 3 0
                                    

Aberthoren menyuruh orang-orangnya memindahkan Moren ke istana. Dia memerintahkan penyembuh istana mendengarkan petunjuk-petunjuk dari Will lalu mengucapkan terimakasih pada penyembuh Incanio itu. Kemudian ia pergi meninggalkan perkemahan Incanio. Will lega setengah mati karena penguasa lembah itu bersikap terkendali saat mereka bertemu.

Mereka meletakkan Moren di kamarnya sendiri dan menyelimutinya dengan dua lapis selimut tebal seperti yang disuruhkan Will. Hyereen sudah diberitahu mengenai saudaranya dan kini ia ada di kamar itu, menelungkup di tepi ranjang dan menangis terisak-isak. Aberthoren berdiri di sisi ranjang yang lain, menatap anaknya yang terbaring.

Sebulan yang lalu ia sudah berduka karena kehilangan anak-anaknya. Lalu mereka muncul kembali dengan tak terduga, menghadirkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kini kesedihan yang menimbulkan putus asa itu muncul kembali menghinggapinya. Apa tadi kata Will saat ia menemuinya? Pria besar itu bahkan terlihat sungkan dan takut saat mengatakan padanya bahwa harapan mereka begitu kecil.
Mungkin ia harus bersiap untuk kehilangan.

Aberthoren melihat putrinya yang terus menangis. Seharusnya ia membelai anak perempuannya untuk menenangkannya, tapi Aberthoren hanya terdiam. Bagaimana bisa ia menghibur orang lain saat hatinya sendiri hancur?

Diluar sana orang-orang sedang menikmati atmosfer kemenangan. Mereka kehilangan banyak orang, tapi mengingat bahwa segala yang telah mereka lewati akan membuat lembah kembali aman dan tenang_ itu adalah alasan yang cukup bagi semua untuk bergembira. Aberthoren berharap bisa merasakan hal yang sama_ namun kini kehampaan menguasainya.

Saat Sang Raja sibuk dengan pikirannya sendiri, saat itulah putranya menginggau dalam tidur. Dia seolah mengatakan sesuatu sehingga Aberthoren dan putrinya mendengar Moren menggumam.

"Dia bilang apa?" tanya Aberthoren pada putrinya.

Hyereen menghapus air matanya dan menggeleng. Dia berhenti terisak agar bisa mendengar lebih jelas. Ayahnya berjalan mendekati bantal lalu membungkuk ke atas wajah Moren, mendekatkan telinga ke mulutnya. Hyereen menatap penuh penantian.

Aberthoren kembali menegakkan tubuh setelah beberapa saat, wajahnya terlihat bingung. Hyereen menahan tangisnya dan menatap ayahnya dengan penuh tanya.

"Lotus...?" Aberthoren mengangkat alisnya. "Dia bilang 'lotus." Itu pemberitahuan sekaligus pertanyaan karena ia tidak tahu maksudnya.

Hyereen terbelalak. "Oh!" pekiknya.
Kemudian ia menceritakan pada ayahnya tentang seorang peri dengan rambut persiknya yang panjang dan indah. Aberthoren mengangguk-angguk mendengarkannya. Astaga, anaknya sudah memiliki seorang kekasih dan ia tidak tahu!

"Tunggulah disini, aku akan pergi sebentar," Aberthoren berpesan pada Hyereen sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Mungkin jika kali ini adalah saat-saat terakhir anaknya, setidaknya ia harus melakukan sesuatu untuknya.


"Aku memanah 30 roh dengan light shot." Amber berdiri diantara teman-teman perinya, mengangkat cangkirnya dan tertawa.

"Aku lebih banyak! Kira-kira 38 roh!" Topaz menyela tawa Amber.

"Wah, wah! Kalau begitu aku yang paling banyak. 50 roh!" Tanzanite tertawa lebih keras.

Peri-peri sedang bergembira karena perang sudah usai dan kini mereka saling membandingkan jumlah roh yang berhasil mereka panah di Lembah Coklat. Kemah besar yang mereka tempati terdengar berisik, tapi itu tidak apa-apa karena kemah peri yang lainpun demikian. Tidak ada yang merasa terganggu.

"Aku," kata Sapphire berdiri diantara mereka. "Yang sudah menancapkan light shot dan mengakhiri hidup Waroght." Sapphire tersenyum puas pada semua.

"Dengar, dengar itu, kalian semua!" Gold berdiri bertepuk tangan. "Kalian bertiga boleh sudah menembak 100 roh dan itu masih belum ada apa-apanya dibanding Sapphire!"

Terdengat 'ooh...' kecewa yang panjang dari peri laki-laki yang lain.

"Ya, ampun," celetuk Lotus dari tempat duduknya. Dia sedang berkumpul dengan teman-temannya disisi lain kemah. "Sempat-sempatnya kalian menghitungnya! Aku sudah lupa aku menembak berapa."

"Aku yakin kalian hanya mengarang mengenai jumlah roh yang kalian tembak," Bluebell menimpali.

Topaz menggelengkan kepala, "Ya ya, kalian boleh tidak percaya, tapi aku benar-benar menghitungnya."

"Baiklah..." Bluebell mengalah.
"Bagaimana kalau sekarang kita dengar cerita Sapphire mengenai yang terjadi di Paruh Bebek. Aku penasaran, sayapmu sampai rusak parah."

Sayap Sapphire memang tadinya koyak karena ia adalah salah satu peri yang jatuh dari pohon ketika di Paruh Bebek. Sekarang sayap itu sudah diobati dan kembali utuh meskipun belum bisa digunakan terbang.

Sapphire menceritakan semua pada teman-temannya. Mengenai bagaimana Wombark para Incanio yang mula-mula membuat keributan sehingga kehadiran mereka tidak disadari Roh Gelap hingga ke bagian pertempuran. Dia menceritakan semua kesulitan dalam menghadapi para roh.

"Tapi jumlah kita lebih banyak. Lama kelamaan mereka lelah dan setelah bunyi terompet serta melihat bagaimana teman-teman mereka dibantai, mereka jadi lebih mudah di sergap. Hanya saja Waroght memang terlalu kuat bahkan setelah semua anak buahnya bisa dikendalikan. Dia nyaris saja menebas leher Katz dengan pedang kalau saja Moren tidak muncul dan menusuknya dari belakang..."

"Moren?" potong Lotus. "Moren ada di sana? Bukankah seharusnya pertarungan di sana tidak melibatkan manusia?"

Sapphire mengangkat bahu. "Dia muncul tiba-tiba. Sepertinya dia menebak-nebak sendiri dimana kira-kira pemimpin Roh Gelap akan mengawasi pertempuran. Jadi disanalah dia saat itu. Kejadiannya begitu cepat dan karena itulah Waroght meninggalkan tubuh inangnya sehingga aku bisa berlari ke arahnya dan mengakhiri hidupnya."

Gold mengangguk. "Dia memang pintar," komentarnya mengenai Moren.

Sapphire melihat ke arah Lotus. Ia ingat setelah semua berakhir di Paruh Bebek, ia melihat Katz membawa Moren pergi dari sana cepat-cepat. Bris memberitahunya apa yang terjadi setelah Katz pergi. Rasanya dia harus memberitahukan hal ini pada Lotus karena ia mendengar hubungan kedua orang itu kini bukan sekedar teman.

"Ng...Lotus," Sapphire membuka mulut, "ini mengenai Moren, tadi..."

Bicaranya terpotong karena keheningan tiba-tiba hadir diantara mereka. Percakapan dan suara-suara mereda mulai dari luar tenda lalu merembet masuk. Para peri saling menyikut lalu diam. Semua melihat ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang.

Ruby memasuki tenda dan Aberthoren persis dua langkah di belakangnya. Semua yang melihat kedatangannya berhenti bicara untuk memberi hormat. Sapphire dan yang lain lekas-lekas berdiri. Aberthoren mengangguk pada peri-peri itu.

"Ada yang ingin bicara denganmu, Lotus." Kemudian Ruby mempersilahkan Aberthoren bicara langsung pada Lotus.

Aberthoren maju dan berhadapan dengan peri berambut persik seperti yang sudah diceritakan Hyereen. Lotus membungkuk memberi hormat padanya, rambutnya yang panjang berjatuhan melalui bahu ketika ia membungkuk. Aberthoren melihat pada matanya yang jernih dan wajahnya yang manis. Sungguh akan sulit mencari pembandingnya diseluruh lembah.

"Aku membutuhkan bantuanmu. Ikutlah denganku," pinta raja.

Lotus melihat kesedihan dan putus asa diwajah raja itu. Dia menjadi ragu. Ruby yang berdiri disebelah raja mengangguk padanya. "Pergilah, ikuti dia," katanya. Karena Aberthoren sudah mengatakan alasan kedatangannya pada Ruby, mengenai hal itu sebaiknya nanti Lotus tahu sendiri.

Lotus kemudian mengikuti Aberthoren menuju istananya, Ruby mengantar mereka hingga keluar perkemahan.

"Ada apa kira-kira?" tanya Bluebell.

Sapphire menatap sedih pada semua. "Aku rasa ini ada hubungannya dengan Moren. Aku baru saja hendak memberi tahu Lotus tadi." Kemudian ia menceritakan pada semua mengenai yang sudah terjadi pada Moren.

"Aduh, kasihan Moren," ratap Gold.

Dan mereka tidak tertawa lagi setelah itu sampai waktu yang agak lama.

The Galgalore's TrapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang