Cherry menggelosor, terengah-engah menjulurkan lidahnya di dekat pepohonan. Tangannya memeluk tempat minumnya sendiri yang sejak awal diikatkan pada rompi kecilnya. Moren dan Lotus sudah turun dari punggungnya, kini mereka berada di kaki sebuah bukit didalam hutan.
"Diatas sanalah beranda Menara, kita harus naik kesana," kata Lotus menunjuk sebuah bukit.
Bukit itu terlalu terjal jika harus didaki dengan Cherry, jadi mereka berdua harus mendaki dengan kaki sendiri.
"Tunggu disini Cherry, jangan kemana-mana!" perintah Lotus.
"Bark!" Cherry menyalak sebagai jawaban.
Moren mengulurkan tangan agar Lotus dapat berpegangan pada lengannya. Meskipun sudah berpegangan pada lengan Moren, pendakian itu sulit dan berat untuk Lotus. Setelah beberapa langkah, Moren harus memegang pinggangnya dan menopang tubuhnya agar tidak terjatuh dan bisa terus naik.
Bagian puncak bukit itu landai dan cukup luas. Meskipun melihat ke sekeliling, tidak ada bangunan apapun disana. Moren jadi agak bingung, dia pikir dia akan menemukan sebuah pintu gerbang atau bangunan disana. Tapi Lotus mengarahkan tangannya kedepan agar Moren melihat kesana.
Bukit itu kembali menurun dengan curam disisi lain. Di depannya terhampar lembah yang dalam terbentang luas. Dari dasarnya bergerak naik dengan lambat kabut yang pekat. Dari tengah-tengah lembah itu menjulang sebuah gunung yang tinggi, gelap dan kelabu ditengah sinar rembulan. Tapi gunung itu aneh, begitu tinggi sekaligus begitu ramping untuk sebuah gunung. Puncaknya nampak bergerigi berundak-undak.
"Menara Jarum," kata Lotus. "Tanah kediaman para peri."
Setelah itu Moren paham, bahwa itu nama sebuah tempat dan bukannya sebuah bangunan. Memang gunung itu tampak bagaikan sebuah jarum yang ditancapkan jika dibandingkan bukit-bukit disekitarnya. Sekarang Moren bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana mereka bisa kesana? Baru saja dia akan menyampaikan hal itu pada Lotus ketika peri perempuan itu mengambil sesuatu dari dalam kantongnya. Moren memilih memperhatikan saja.
Sebuah peluit, itu benda yang diambil Lotus dari dalam kantongnya. Lotus meniupnya. Sebuah nada tinggi namun tidak begitu nyaring terdengar mengalun. Lotus memasukkan kembali peluitnya lalu diam. Moren menyaksikannya dengan pandangan bertanya-tanya.
Sebuah titik hitam nampak lepas dari puncak Menara. Titik itu melayang mendekat dan bentuknya jadi jelas ketika keberadaannya semakin dekat. Seekor burung.
Ketika dia lebih dekat lagi, maka bisa dilihat bahwa besarnya tidak kira-kira. Tubuhnya agak lebih besar sedikit dibanding dengan kuda dewasa. Tidak ada bulu yang menutup tubuhnya, sayapnya membentang seperti milik kelelawar dan kakinya yang kokoh mendarat dengan berdebum di depan Moren. Kalau saja Moren tidak melihat Lotus tetap tenang dengan kedatangan makhluk itu, dia sudah pasti akan segera mencabut pedangnya.
Seorang peri mengendarai binatang itu, dia melompat turun setelah burung itu mendarat. Tidak nampak jelas wajahnya malam itu, tapi dari perawakannya dan suaranya itu adalah peri laki-laki. Tapi Moren lebih terpaku pada burung besar itu. Kepala burung itu tepat berada didepannya, mengangguk-angguk, matanya yang hitam kelam memandang ke arah Moren. Moren masih menatapnya dengan heran dan takjub. Paruh burung itu besar, melengkung dan meruncing pada ujungnya. Seakan risih karena terus-terusan diperhatikan, burung besar itu membuka paruhnya.
"KAAOOKKK...!" teriaknya persis didepan wajah Moren.
Moren melompat mundur karena kaget. Telinganya berdenging. Peri laki-laki itu tertawa melihatnya.
"Sepertinya kau baru pertama kali melihat Pterogorn," seru peri itu.
"Tidak heran sih, karena kau manusia. Manusia suka tanahnya, mereka tidak pergi kemana-mana.""Pterogorn?"
"Ya, kendaraan para peri," jawab peri itu singkat. Dia mengenalkan dirinya pada Moren, namanya Ruby Windtaker, pimpinan para peri penerbang.
Perhatian Ruby dengan cepat beralih pada Lotus, dia melihat peri itu dalam kondisi tidak baik.
"Apa yang terjadi, Lotus?" tanya Ruby.
"Ceritanya panjang," jawab Lotus lemah.
"Tolonglah, jika kau ingin tahu sesuatu, sepertinya itu bisa ditunda," kata Moren. "Dia butuh pertolongan dengan cepat."
"Kau benar. Aku akan membawa Lotus kembali ke Menara." Ruby sudah memegang Lotus bersamanya.
"Aku tidak bermaksud tidak sopan, tapi Pterogorn hanya bisa membawa dua orang dan kami memerlukan ijin dari ratu seandainya akan membawa orang asing, jadi dengan berat hati kukatakan; sepertinya kau harus ditinggal sementara ini," kata Ruby pada Moren."Tidak masalah."
"Seseorang akan menjemputmu jika kau sudah mendapat ijin."
"Tidak apa-apa. Bawa dia!" Moren mendorong Ruby agar bergegas.
Lotus memandang Moren dengan berat sebelum dibantu untuk menaiki Pterogorn.Moren mengangguk padanya, "Aku akan menunggu disini," katanya lembut.
"Sampai jumpa, Moren!" Ruby melambaikan tangannya dari atas punggung Pterogorn.
Dengan sebuah teriakan, Ruby menghela Pterogornnya. Hewan itu merentangkan sayapnya dan melompat ke dasar lembah, sayapnya membuatnya melayang. Dengan hentakan kuat dari sayap-sayap itu, dia kemudian bergerak menukik ke atas, terbang melingkari Menara menuju puncaknya.
Setelah Pterogorn itu tampak kecil dan jauh, Moren kembali menuruni bukit ketempat Cherry menunggu.
Malam sebenarnya tidak terlalu dingin, tapi karena merasa lama menunggu, Moren mengumpulkan ranting-ranting dan membuat api unggun kecil. Cherry sepertinya gembira sekali melihat api, dia melompat-lompat senang lalu pergi dan kembali dengan membawa ranting yang banyak. Moren menertawakan kelakuannya.
"Cukup, Cherry!" Moren mencegah sibulu besar itu pergi mencari ranting lagi. "Kau akan membakar seluruh hutan jika menambah kayunya," karena api unggun itu sudah cukup besar.
Saat mereka diam mengawasi api, ada bunyi berkerosak cukup keras dari belakang Moren. Cherry mendekati semak-semak dibelakang Moren dan mengendus-endus.
"Bark!"
Moren memeriksa tempat itu. Tidak ada apa-apa disana, mungkin tadi hanya binatang yang lewat. Lalu dia kembali duduk dekat apinya, Cherry mengikuti namun kemudian berbaring dengan kepala masih mengarah pada semak-semak.
Moren menunggu dan berusaha tetap terjaga. Lama sekali belum ada seorang peripun yang datang padanya. Api unggun itu sudah menyusut tinggal bara yang meretih-retih saat Moren jatuh tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Galgalore's Trap
FantasiMoren dan Hyereen menyelinap meninggalkan tempat tinggalnya untuk melihat teror yang menghantui lembah mereka dari hutan-hutan perbatasan. Mereka tidak menduga bahwa jalan yang mereka lalui ketika berangkat tidak akan membimbing mereka untuk kembali...