42. Aberthoren

6 2 0
                                    

Aberthoren langsung bergegas bergerak saat Malvis mengatakan sesuatu tentang putrinya. Asli atau monster yang sedang menyamar, dia tidak peduli. Aberthoren menemui 'putrinya' dengan niat bahwa dia sendiri yang akan menebas leher orang itu sendainya terbukti dia adalah monster yang menyamar. Beberapa pengawal setianya turut menyertainya.

Menunggu ayah sungguh menjemukan bagi Hyereen, dia tidak sabar sehingga menit-menit rasanya berlalu bagaikan bertahun-tahun. Tapi ketika Aberthoren sudah berada di depannya, segalanya terasa sekejap saja berlalu. Hyereen melompat berdiri melihat rombongan ayahnya berjalan mendekat.

"Ayah!" Dia sudah akan berlari memeluk ayahnya. Katz dengan cepat memegang lengannya karena melihat Raja datang dengan keraguan di matanya. Para pengawal menyiagakan pedang masing-masing.

Aberthoren mengangkat tangan kanannya untuk menahan orang-orangnya.

"Katakan, siapa kau?" Aberthoren menatap langsung pada Hyereen.
Matanya nampak cekung dan wajahnya nampak tua dan layu. Demikian keras akhir-akhir ini dia sudah mencurahkan pikiran untuk melindungi rakyatnya dan kesedihan akan anak-anaknya yang hilang belum sirna.

"Ini aku, putrimu." Hyereen meneriakkannya, tapi suaranya hanya terdengar lirih.

"Putriku telah hilang bersama putra kesayanganku."

"Benar, tapi ia belum mati. Ayah, aku pulang... tidakkah kau ijinkan aku memelukmu?" Air mata bergulir di pipi Hyereen.
Hyereen menghapusnya dengan tangan kiri, Katz masih mencengkeram lengan kanannya.

Aberthoren menjadi gemetar karena melihat gadis itu menangis, tapi dia masih ragu-ragu.
"Kau menghilang di utara dan muncul dari selatan?" tanyanya.

"Bukan itu saja, Ayah," kata Hyereen.
"Aku sudah berjalan hampir ke seluruh daratan hingga saat ini. Akan ada bantuan untuk Galgalore mengatasi monster-monster yang menggelisahkan. Asalkan Ayah mengijinkan aku bicara, perjalananku tidak akan sia-sia."

"Dimana Moren?"

"Di selatan, bicara dengan orang-orang yang akan membantu kita."

"Dia masih hidup?" Setengah dari perkataan Aberthoren bukanlah pertanyaan melainkan kelegaan.
Putranya masih hidup.

"Moren masih hidup. Dia akan kembali."

Aberthoren tidak bisa lagi bersikap tegar, pandangannya memburam dan segera saja pipinya basah. Berhari-hari dilaluinya dalam duka tanpa sedikitpun harapan karena ia telah kehilangan anak-anaknya, hartanya yang paling berharga. Sekarang ini, seandainya semua adalah mimpi, ia rela tidak akan pernah bangun lagi karena saat ini rasanya ia begitu lega dan perasaan itu menguasainya.

Tanpa menghapus air matanya, Aberthoren mengulurkan lengannya.
"Hyereen, putriku, kemarilah!"

Katz melepas lengan Hyereen, gadis itu berlari untuk memeluk ayahnya.
"Ayah! Ayah!" Dia menangis karena begitu sayang.

Aberthoren memeluk putrinya erat-erat, tangannya meraba-raba wajah Hyereen, memandanginya sampai puas dengan haru.
"Putriku, putriku! Kau benar-benar putriku!" Diciuminya pipi Hyereen sembari menangis.

Keduanya bertangis-tangisan sambil saling memeluk. Mereka yang berada di sekeliling menyaksikan dalam diam dan tidak mengatakan apa-apa.

Katz mendengar suara terisak dari belakangnya.
"Diam Sapphire, belum saatnya kau ketahuan," bisiknya pada seseorang yang tidak nampak di sana.
Sapphire tidak menjawab, tapi isak tangisnya tidak lagi terdengar. Kemungkinan ia menggeser menjauh agar Katz tidak mendengarnya ikut menangis.

Akhirnya tidak ada lagi pedang teracung. Semua pengawal sudah menyarungkan kembali pedang mereka.

"Sepertinya akan banyak sekali yang bisa kau ceritakan," kata Aberthoren setelah semua emosi bisa ia kendalikan.

"Ya, Ayah_ tapi sebelumnya kenalkan dulu orang yang sudah membantuku selama ini. Ini Katz."
Hyereen menunjuk pada Katz.

Katz membungkuk dalam sekali.
"Aku menyampaikan hormat, Yang Mulia," katanya sembari membungkuk sehingga Aberthoren tidak melihat taringnya ketika bicara. Saat tubuhnya kembali tegak ia menjaga agar senyumnya hanya tipis saja dihadapan Sang Raja.

Aberthoren mengangguk pada Katz.
"Dia..."

"Dia bukan monster. Dia Incanio, salah satu ras yang akan membantu kita," kata Hyereen.
Ayahnya menatapnya dan Hyereen mengangguk meyakinkan.
"Ceritanya akan panjang, Ayah. Bagaimana kalau kita mencari tempat yang nyaman? Sebenarnya masih ada dua orang yang bersama kami, tapi aku akan mengenalkannya pada Ayah setelah Ayah mendengar ceritaku sedikit. Bagaimana?"

"Baiklah," kata Raja.
"Kita akan berbicara di pondok penjagaan."

Pondok penjagaan terletak takjauh dari pos perbatasan. Tempat para penjaga beristirahat dari tugas mereka. Seluruh orang-orang itu berjalan menuju pondok kecuali dua penjaga pos, mereka tetap tinggal sampai giliran shift mereka habis.

"Ah, benar-benar peristiwa yang seru. Ya kan, Ted?" kata salah satu dari mereka.

"Benar. Aku lega setengah mati tadi itu bukan sesuatu yang membuat kita harus berkelahi," jawab Ted.

Kedua penjaga itu memandangi rombongan yang semakin menjauh. Setelah semua orang berlalu, mereka merasa ada angin diantara mereka seolah-olah sesuatu baru saja lewat, tapi tidak ada siapa-siapa disana.

"Apa itu tadi?" tanya Ted.

"Entahlah. Aku rasa cuma angin," jawab temannya sambil mulai memanjat kembali ke dalam pos.
"Kau mau main kartu lagi?"

"Tentu saja!" Ted meyusul.
"Yang menang boleh tidur siang!"

The Galgalore's TrapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang