Chapter 36

790 156 11
                                    

7 September 2021

•••

Baskoro menjemput anak-anaknya di sekolah lagi dengan rambutnya yang sudah berwarna normal kembali. Pria itu keluar dari mobilnya dan menatap sekitaran, hingga matanya menangkap Shafa yang tengah bersama dua anaknya dan empat temannya itu.

Itu mereka.

Niat Baskoro sebenarnya adalah memperbaiki pemikirannya tentang masa lalunya yang kelam, karena mau bagaimanapun mereka sama sekali tak salah, tak seharusnya menjadi objek amarah Baskoro. Istrinya sudah tenang di sana dan ia harus pula tenang di sini, tak akan ia biarkan trauma membuat dirinya sendiri tersiksa.

Saat lebih dekat, ternyata hanya ada Shafa di sana, Juan mana?

"Papi!" Si kembar menyapa ayah mereka dan terkejut karena rambutnya kembali normal lagi.

Baskoro tersenyum dan tanpa pikir menggendong kedua anaknya di tangan kanan dan kiri, keduanya tertawa bahagia.

"Papi bolos kerja mulu ih!" tegur Tia.

"Enggak, kok, enggak. Emang ambil cuti aja bentar, Kakek dateng lho." Baskoro menurunkan anaknya, mereka berat juga.

"Oh ya?" pekik keduanya bahagia. Baskoro mengangguk. "Yeay! Yeay! Yeay!"

"Kalian berenam masuk mobil ya, Papi ada urusan sebentar sama Bu Shafa." Shafa yang sedari tadi tersenyum sambil menyimak terkejut, kenapa tuh?

Shafa perhatikan Baskoro agak berbeda sekarang kebanding pagi tadi yang jutek dan kesal, tapi bisa saja itu topeng saja untuk anak-anak. Apa mungkin Baskoro akan bilang soal menjauhinya dan anak-anaknya?

Pasti itu!

"Urusan apa? Papi jangan macem-macem!" Si kembar manyun.

"Enggak kok, kalian sana ya." Baskoro tersenyum hangat, dan senyuman itu terlalu hangat untuk ada alasan terselubung di sana.

Setelah meneliti wajah Baskoro, mereka pun pergi, tetapi yang tak Baskoro dan Shafa sadari ternyata mereka hanya menjauh sedikit dan menguping pembicaraan orang dewasa itu. Takutnya kenapa-kenapa,

"Ada ... apa, Pak?" tanya Shafa canggung kala hanya ada mereka berdua. Urusan apa?

"Terima kasih sudah jagain anak-anak saya." Baskoro berkata, ia pernah mengatakannya dulu, tetapi kali ini terlihat sangat tulus. "Kamu memang ... guru yang baik." Namun ada nada canggung di sana.

"Mm ... tidak masalah, Pak. Sudah tugas saya karena saya wali kelas mereka." Shafa tersenyum hangat.

"Yah." Baskoro mengusap tengkuk, ia terlihat gugup. "Saya sadar akhir-akhir ini keterlaluan sama kamu, sama Juan, oh di mana dia?"

Loh? Baskoro sadar? Pagi tadi dia jutek dan sekarang sudah berubah begini? Apa diancam si kembar atau hal lain?

"Pak Juan pulang, Pak. Ayahnya masuk rumah sakit, tapi tadi ngabarin ayahnya sudah baik-baik saja dan mungkin besok atau lusa dia kembali ke sini." Shafa memberitahu. "Dia minta ke saya buat sampein maaf ke Bapak karena ... hal itu."

"Ah, semoga ayahnya sehat selalu. Omong-omong, nah, bukan, dia gak salah apa-apa." Baskoro menyela. "Saya saja yang memang jahat saat itu, kamu dia enggak salah sama sekali. Harusnya saya yang minta maaf pada kalian. Saya sungguh menyesal, saya minta maaf."

Shafa kaget, ini terlalu tulus.

Sungguhan?

"Tolong kabari saya jika dia sudah pulang, saya mau meminta maaf secara langsung sama dia."

Shafa tersenyum hangat. "Baik Pak, tentu saja."

"Terima kasih." Baskoro tersenyum dan Shafa mengangguk. "Saya minta tolong jaga anak-anak saya, ya."

"Tentu, Pak. Baik. Sama-sama juga, Pak." Baskoro pun berbalik, dan pria itu menggumam pelan.

"Hah ... saatnya menyusul istriku." Meski gumaman pelan dan si kembar dan teman-temannya yang sudah memasuki mobil tak mendengar, Shafa yang paling dekat mendengar itu.

Sebentar, apa maksudnya ucapan menyusul mendiang istrinya?!

Minta maaf? Ditambah minta dirinya menjaga si kembar? Shafa jadi paranoid!

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

DUDA DAN DUA BOCIL KEMBARNYA [B.U. Series - B]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang