Chapter 52

768 147 22
                                    

23 September 2021

•••

Baskoro yang khawatir sekaligus penasaran entah kenapa berpikir untuk membalas perbuatan Shafa di waktu-waktu yang lalu, di mana wanita itu membuntutinya karena memang khawatir akan terjadi apa-apa. Shafa yang Baskoro tahu sangat hangat dan ceria terlihat lesu dan berantakan.

Aneh.

Saat upacara bendera, Baskoro ke bagian samping sekolah memperhatikan, Shafa berbaris di antara para guru dan seperti tak ada semangat hidup sama sekali, ia terus memperhatikan walau sadar clue tak akan ia dapatkan selain menebak-nebak apa yang tengah terjadi pada wanita itu.

Oh ... apa ini soal kemarin? Hukuman Shafa dari pihak kepala sekolah? Oh Baskoro baru ingat ....

Astaga!

Selesai upacara, Shafa tampak berjalan bukan ke arah kantor, melainkan kepala sekolah, dan Baskoro yakin--persis sesuai dugaannya. Pasti terjadi sesuatu pada wanita itu dan kariernya.

Baskoro jadi merasa sangat bersalah sekarang.

Usai itu, Shafa keluar dari ruang kepala sekolah, Baskoro yang bersembunyi di balik semak pagar di sekolah melihatnya tak langsung ke kelas. Waktu memang menunjukkan istirahat sehabis upacara selama lima menit sih, tapi yang aneh adalah Shafa ternyata ke belakang sekolah membawa selembar kertas yang mungkin isinya peringatan atau lebih parah.

Siapa sangka, si wanita menangis.

Dada Baskoro serasa terbelah karenanya, ia sudah menghancurkan kehidupan seseorang, Baskoro memejamkan mata selama beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan satu hal. Segera, pria itu berjalan menuju ruang kepala sekolah, dengan tidak sopannya masuk nyelonong saja hingga menghadap pria itu.

"Pak, ini enggak adil!" Kepala sekolah yang sedang melihat berkas-berkas yang ada menoleh ke Baskoro yang tiba-tiba masuk tanpa permisi. "Bapak sangat tidak adil!"

Kepala sekolah itu menatap bingung. "Pak Uzair, harap tenang dan jangan emosi dulu, sebenarnya ada apa?"

"Soal Bu Shafa, Bapak lakukan apa sama Bu Shafa?" Baskoro bertanya to the point dan kepala sekolah itu mengerutkan kening. "Saya kan kemarin sudah menjelaskan kronologinya, Bu Shafa tidak sepenuhnya bersalah dan tak mungkin sefatal itu kan sampai Anda pecat?"

"Pecat?" Kepala sekolah itu mengerutkan kening. "Saya tidak memecat Bu Shafa, sama sekali, hanya surat teguran. Memang Bu Shafa bilang dia dipecat?"

Baskoro terdiam, bingung. "Loh? Jadi tadi dia nangis--loh heh?"

Dan kepala sekolah itu menghela napas panjang. "Dasar anak-anak muda." Pria itu menggeleng miris. "Mungkin Bu Shafa bukan nangis karena dipecat, wong dia enggak dipecat, Pak Uzair. Tapi karena hal lain."

"Hal lain? Bapak lakuin apa?" tanya Baskoro heran.

"Bukan saya yang lakuin, Pak Uzair. Menghadeh Anda ini bener-bener deh Pak, untung ayah Anda temen baik saya." Kepala sekolah itu geleng-geleng miris lagi. "Satu sekolah juga tahu, Bu Shafa sama Pak Juan itu saling cinta, nempel terus."

Ha? Kok percakapannya jadi ke sana ya? Baskoro bingung.

"Pak Juan sudah tidak akan mengajar di sini lagi, dia meninggalkan sekolah ini, dan satu pesan yang pastinya bikin Bu Shafa sakit hati. Pak Juan sudah akan tunangan."

Ebuset? Baskoro membulatkan mata sempurna, kaget bukan main mendengar apa yang dikatakan kepala sekolah.

"Loh, Bapak ... Bapak serius?" Kepala sekolah itu hanya memejamkan mata seraya mengangguk.

"Anak-anak muda patah hati karena cinta, dasar anak muda," gumam kepala sekolah itu dan melirik Baskoro, ia juga tahu kasus Baskoro dan bermaksud ikut menyindirnya juga.

Baskoro yang mendengar itu masih terdiam, ternyata lebih rumit dari yang ia pikirkan. Tega-teganya Juan mengkhianati Shafa? Namun Baskoro sadar apa haknya menghalangi Juan? Meski di satu sisi mereka kan saling cinta, kenapa akhirnya begini?

Baskoro harus mencari tahunya ....

"Pak, boleh minta nomor Pak Juan?"

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

DUDA DAN DUA BOCIL KEMBARNYA [B.U. Series - B]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang