Chapter 8

1.9K 262 8
                                    

9 Agustus 2021

•••


"Oh, anak-anak Papi yang pasti sangat sayang dengan Papi dan mencintai Papi!" pekik Baskoro dengan sombongnya kala si kembar menghampiri pria yang berdiri di samping mobil itu, wajah dua anak laki-laki dan perempuannya itu tampak cringe melihat ayahnya. "Coba tebak, kenapa Papi bisa jemput kalian?"

"Papi bolos kerja lagi?" tanya Tio dan menatap Tia dengan tatapan dongkol masing-masing.

"Wah, no no no, bukan ya, Papi ini baru dapet proyek gede pake banget, dan udah bebas buat hari ini. Kita makin kaya, lho, karena kehebatan Papi." Baskoro mengedipkan sebelah mata genit. "Papi gans, berkharisma, otak encer juga, kalian dapet semua ini dari Papi lho."

"Aku lebih percaya kami dapet semua ini dari Mami kami," gumam si kembar pelan.

"Ini self reward buat Papi, dong. Dan self reward buat kita. Liat, Papi baik nih, oh ya mana temen-temen kamu? Kita makan-makan!" Wajah si kembar yang masih cringe langsung bahagia.

"Makan-makan Pi? Di mana?" tanya Tio bahagia, memeluk saudari kembarnya.

"Di mana aja kalian mau, dong. Tapi Papi pengennya kebab, sama burger hehe." Sudah dapat dipastikan, junk food yang tadi dimakan Baskoro masih kurang.

Wajah bahagia Tia Tio seketika menghilang. "Papi, bukannya Papi program diet ya?" tanya Tia.

Tio lalu menimpali. "Iya tuh, Papi kan harusnya banyakin makan buah sama sayur, bukan junk food!"

"Hm ... bukannya kebab sama burger ada sayurnya? Yakan? Kalian emang gak mau?" Baskoro tersenyum semringah.

"Iya, tapi Papi sering singkirin sayurnya, Papi kan gak suka sayur!" Kemudian, si kembar teringat satu hal.

Hidup sehat ala Bu Shafa.

"Pokoknya, kami mau restoran yang sehat! Papi harus diet, makan sayur, makan buah!" pekik keduanya bersamaan.

Baskoro memanyun. "Ck, ayolah, sekali ini aja, Papi kebelet pengen itu. Ayo dong, ini terakhir kok." Baskoro membujuk.

Namun si kembar kukuh. "Gak, gak bisa! Papi harus hidup sehat dan diet! Liat Papi udah mulai mirip--"

Ungkapan si kembar mereka gantung, mereka ingat Bu Shafa melarang mereka berkata kasar meski mereka sangat ingin dan Baskoro jelas mendapatkannya karena memang badan ayah mereka mulai melebar. Namun sebagai anak baik, jelas keduanya harus menurut ada tidaknya Bu Shafa di sekitar mereka.

"Ck, ya udah es krim aja gimana? Atau--"

"Yap, boleh, tapi yang buah dan sayur aja, oke Pi?" Mulut Baskoro memanyun, tetapi jelas wajah puppy face itu tak berlaku untuk si kembar.

Hingga akhirnya Baskoro menghela napas pasrah. "Iya iya oke! Oh ya temen-temen kalian ... gak diajak sekalian?"

Si kembar bertukar pandang sejenak tetapi kemudian beberapa orang memanggil mereka. Ketiganya menoleh termasuk Baskoro dan menemukan empat anak, dua dua laki-laki dan dua perempuan menghampiri mereka.

"Nah, ini temen-temen kalian ya Tia Tio?" Baskoro menatap keempatnya bersamaan. "Halo, Anak-anak cantik dan ganteng (tapi gak seganteng saya), Kakak Baskoro, Papinya Tia Tio. Halo! Salam kenal!"

Wajah teman-teman Tia Tio cengo karenanya sedang Tia Tio hanya bisa miris dengan cara ayah mereka memperkenalkan diri. Sangat cringe. Sudah tua ingin dipanggil kakak pula?

"Papi, ini temen-temen TK kami, Papi tahu kan? Nanda, Kadita, Syila, sama Bobo." Baskoro terdiam, ia berusaha mengingat nama-nama itu.

Bused dia tak ingat sama sekali!

"Oh, haha iya iya, tau kok Papi tau, sempet ... gak kenal aja. Kalian pas SD kelas satu banyak berubah ... makin mmm dewasa!" Mereka masih cengo, bayangkan baru setahun harusnya tak banyak perubahan.

Jelas sekali Baskoro tak ingat!

Baskoro masih cengengesan sementara para anak-anak masih hening hingga cengengesannya hilang sendiri karena merasa malu. Baskoro lalu berdeham. "Ya udah, kalian ikut Kakak sama Tia Tio ke restoran buat makan bareng? Hayo siapa yang mau ikut makan kebab sama burger bareng!"

"Papi!!!" Si kembar merengek pada ayah mereka.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

DUDA DAN DUA BOCIL KEMBARNYA [B.U. Series - B]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang