5 Agustus 2021
•••
"Ibu mau kami bantu?" Shafa menoleh dan menemukan sekumpulan anak termasuk si kembar berdiri di hadapannya yang tengah memeriksa buku anak-anak.
Shafa tersenyum hangat. "Enggak usah, Nak. Kalian istirahat aja ya," katanya ramah, jam memang menunjukkan waktu istirahat untuk anak-anak.
"Ibu enggak istirahat juga?" tanya Tia dengan was-was.
"Ibu mau kami pesenin makan? Ibu belum makan siang, kan?" Tio menimpali dengan terkekeh khas anak-anak.
Shafa mulai menatap bingung mereka, mereka memang anak-anak baik seperti biasanya, tetapi kali ini ada hawa berbeda yang membuat wanita muda itu bertanya-tanya. Sebagai seorang wali kelas, Shafa tak ingin berburuk sangka jika mereka ada maunya, tetapi tampak jelas anak-anak dirasa sulit menyembunyikan hal itu.
Ia hanya tersenyum hangat. "Nanti Ibu makan siang, kok. Dikit lagi nih."
"Jangan nunda makan siang, Bu. Papi aku bilang kalau telat makan bisa bikin sakit perut!" Tio memegangi perutnya seakan menasihati guru mereka. "Tapi kalau kebanyakan gak bagus juga sih, entar gembrot kek Papi, Papi mirip babi jadinya."
Shafa kaget akan ungkapan itu, anak-anak muridnya baru saja mengejek ayahnya sendiri dan malah jadi bahan tertawaan.
"Nak, enggak boleh ngomong gitu? Siapa yang ngajarin?" tegur Shafa tetap sabar, si anak menunduk sesal karenanya. "Jangan lakuin lagi, ya, Sayang. Kita harus sopan sama yang lebih tua, dan saling sayang ke semua orang. Jangan ngomong jahat lagi, oke?"
Tio mengangguk lesu. "Maaf, Bu."
"Kamu sih! Marah kan!" Tia berbisik menyikut kembarannya. Tio menatap dongkol saudarinya itu.
"Janji sama Ibu, jangan lakuin lagi, oke?" pinta Shafa.
"Baik, Bu ...." Serempak keenam anak itu menyahuti.
Shafa tersenyum hangat. "Kalian enggak pada istirahat, Sayang? Entar masuk kelas kalian gak sempet jajan, kalian belum pada makan siang kan?" Kali ini Shafa membalik pertanyaan.
Keenam anak itu termasuk si kembar bertukar pandang, dan akhirnya mereka terlihat pasrah.
"Ya udah, Bu, kami ke kantin dulu. Ibu mau nitip?" tawar Tia tersenyum.
Apa boleh? Sebenarnya firasat Shafa kalau anak-anak ini maunya dan keengganannya menjadikan anak-anak pesuruh. Namun di satu sisi ia ingin tahu sebenarnya apa yang anak-anak ini inginkan. Mungkin tak apa sesekali toh mereka yang memberikan tawaran.
"Bilang aja kek biasa Bu Shafa ke Bi Kantin di tengah," katanya, dan wajah anak-anak itu seketika ceria.
"Siap, Bu!" Mereka kelihatan antusias beranjak meninggalkan Shafa seorang diri di kelas dan kembali fokus ke pekerjaannya.
"Mereka sebenarnya mau apa ya?" Shafa bermonolog dengan bingung, tetapi setelahnya menghela napas dan menggeleng, ia menuntaskan pekerjaannya sampai akhirnya anak-anak datang lagi bersama pesanan dirinya.
"Makasih ya, Nak."
"Sama-sama, Bu!" sahut mereka serempak, dan Shafa menunggu apa mereka akan mengutarakan maksud terselubung dengan kebaikan mereka ini.
Namun, tak ada apa pun, mereka diam dan antusias saja melihat Shafa senang karena pertolongan mereka. Apa mereka memang hanya mengkode saja atau Shafa yang terlalu jahat karena berburuk sangka pada mereka? Shafa tersenyum kecut karena merasa sudah buruk menjadi wali kelas mereka.
Istirahat usai, jam pelajaran kembali berlangsung, dan Shafa kembali mengajar seraya mewanti-wanti diri agar menjadi pribadi pengajar yang lebih baik. Benar-benar sebaik mungkin hingga membuat anak-anak terutama si kembar Tia Tio terpesona.
Mami baru mereka memang paling debest.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
DUDA DAN DUA BOCIL KEMBARNYA [B.U. Series - B]
Romance18+ Baskoro Ubait, aka Baskom, adalah makhluk berspesies duda, dengan dua bocil kembar pengantinnya yang imut tiada duanya. Baskom hobi selfie, badannya gemoy (dilarang menyebut gembrot), berisi gitu (tulang ya, bukan lewmawk, katanya), tidak sixpac...