Chapter 12

1.4K 200 3
                                    

13 Agustus 2021


•••

Akhirnya, Baskoro menuntaskan makannya. Sekalipun dia enggan, dan mau muntah, tetapi rasa sayang dan rasa laparnya pada makanan pun akhirnya membuatnya berhasil menelan semua tanpa terkecuali. Dan ia bersyukur makanan penutupnya, es krim, membantunya melupakan kekejaman penuh kehijauan tadi.

Baskoro lega, sangat lega, pria itu menghela napas penuh kepuasan yang kentara. Anak-anak pun demikian, mereka merasa telah berhasil membuat Baskoro memulai hidup sehat ala-ala Bu Shafa. Baskoro tuntas mereka puas.

Mereka pun keluar dari restoran itu menuju ke mobil, mereka masuk ke sana.

"Jadi, rumah temen-temen kalian di mana, Tia, Tio?" tanya Baskoro, bermaksud mengantarkan pulang anak-anak itu.

"Papi lupa ya?" Baskoro meringis, ia mana bisa mengingat banyak hal, kepalanya sudah penuh dengan kesibukan kerja dan kehidupan pribadinya sendiri.

Tapi ah, seketika ingatan hadir di kepala Baskoro, yah dia lumayan kenal anak-anak ini sekarang. Lumayan. Karena bagi Baskoro, kadang muka orang sama, susah dibedakan, dan namanya sulit disebut. Apalagi anak-anak.

"Ah, iya iya, kalian berempat masih satu jalur sama rumah kami, oh iya iya." Tia Tio tersenyum karena itu, ayahnya ternyata tak lupa.

Faktanya keempat sahabat mereka ini satu jalur, dengan beberapa rumah saja menghalangi.

"Tapi hm ...." Wajah semuanya heran karena melihat Baskoro tampak manyun karena berpikir. "Muter-muter jadinya nanti ya."

"Muter kenapa Pi?" tanya Tia heran.

"Papi rencananya mau ke salon pria di sana buat warnain rambut Papi, kalau nganter temen kalian, enaknya ya langsung pulang aja, capek kalau bolak balik buat ke salon lagi." Tia Tio siap protes, siapa suruh mengajak teman-temannya, tanggung jawab Baskoro jelas harus mengantar mereka dulu.

Memang mewarnai rambut tidak bisa kapan-kapan atau tidakkah Baskoro bisa menyetir lagi ke salon setelah itu? Toh tak terlalu capek karena dia naik mobil.

Namun, teman-teman Tia Tio berbisik pada mereka.

"Oh oke oke." Tia Tio mengacungkan jempol.

"Papi, kata temen-temen mereka pengen ikut aja ke salon liat Papi, Kadita sama Nanda udah izin ke ortu, Bobo sama Syila gak ada orang di rumah."

Baskoro tersenyum. "Sip, waktunya jadi makin ganteng!" Ia mengarahkan kaca spion ke wajah, berkaca sambil membenarkan rambut cokelat gelapnya sedemikian rupa.

Para bocah itu tampak menatap cringe, tetapi sesaag kemudian tersenyum kemenangan.

Mobil pun mulai berjalan, menuju ke salon khusus pria, sesampainya di sana mereka parkir, dan mulai memasuki ruang salon.

"Kalian jangan meleber ke mana-mana ya, Papi mau warnain rambut, beda kek tadi yang bisa Papi liat terus, kali ini bisa aja gak bisa jagain kalian. Ingat, saling jaga!" Baskoro memperingatkan anak-anak itu, pria itu sebenarnya punya rasa simpati dan empati yang tinggi meski dengan cara penyampaiannya yang tidak biasa.

Mereka mengangguk. "Siap!"

Mulailah, proses awal memasuki salon, tampak wanita yang menjaga salon itu antusias akan kehadiran Baskoro bahkan mulai tebar pesona, tetapi malah dirinya yang salting karena Baskoro balik tebar pesona dengan aura aura cuek bebeknya hingga ia menunduk malu-malu.

Baskoro memang tak tertarik pada wanita mana pun.

"A-ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya menyelipkan rambut ke belakang telinga.

"Mau warnain rambut saya, bisa?" Baskoro menunjuk rambutnya.

"Wah ...." Si wanita tampak kagum, warna apa pun terlihat keren untuk pria itu.

"Bisa, Pak. Mau warna apa?"

"Biru."

"Ah, cocok banget! Mau warna biru gimana Pak?" Baskoro nyengir menatap anak-anak yang sedari tadi menyimak, sedang wanita pelayan itu memberikan warna daftar warna biru yang diinginkan Baskoro. Baskoro bingung, warna-warnanya hampir sama tapi namanya beda-beda.

Baskoro pusing sendiri.

"Ah, pokoknya yang biru, biru macam ini! Biru tua!" Baskoro memperlihatkan foto di ponselnya.

"Ah, itu, Admiral Blue, Pak ...."

Baskoro cengo selama beberapa saat. "Ya ya ya serah aja, biru tua apalah."

"Baik, Pak. Silakan duduk di sini!" katanya mempersilakan, Baskoro pun duduk di kursi itu dan mengambil majalah yang tersedia di sana sedang dia mulai menuju ke sebuah ruangan mengambil keperluannya.

Anak-anak itu seakan memberikan intruksi, dan Tio mengangguk, anak itu pun mengikuti si wanita ke dalam ruangan itu.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

DUDA DAN DUA BOCIL KEMBARNYA [B.U. Series - B]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang