Chapter 16

1.3K 209 1
                                    

17 Agustus 2021

•••

Sementara di sisi lain ....

Shafa keluar dari mobil pria yang mengantarnya itu, keduanya saling tersenyum satu sama lain. "Makasih udah nganterin saya ya, Pak Juan."

"Gak masalah, Bu Shafa." Juan tersenyum semakin manis membuat Shafa sedikit tersipu.

"Ingin mampir dulu, Pak?"

Juan menghela napas sedih. "Mungkin lain kali, saya ada urusan abis ini, ekskul anak-anak." Shafa seketika merasa bersalah.

"Ah, maaf, Pak." Shafa menggigit bibir bawah gugup.

"Gak papa, kok, Bu. Terima kasih atas tawarannya, saya permisi dulu, Bu." Juan mulai menyalakan mobil.

"Iya, Pak. Hati-hati di jalan!" Juan pun beranjak pergi meninggalkan Shafa di depan rumah wanita itu, yang merupakan sebuah perumahan khas.

Kala memasuki rumahnya, perasaan Shafa masih sangat berbunga-bunga, bayangan demi bayangan Juan ada di kepalanya dan Shafa tak bisa menahan diri untuk terus mengembangkan senyum lebar dari sisi ke sisi pipinya.

Ia memasuki kamarnya yang bertema serba-serbi pink dari furnitur sampai pernak-pernik mungil lain, bisa dikatakan wanita itu memang penggila pink. Warna yang banyak disukai wanita feminine, tetapi faktanya Shafa wanita kuat dan mandiri karena seorang diri di kota besar sedang orang tuanya di luar kota. Shafa suka pink karena terkesan lembut dan memanjakan mata, ia juga suka warna toska dan warna lembut lain tetapi merah muda adalah idolanya.

Shafa menghempaskan diri ke kasurnya yang merah muda, menarik selimut dengan wajah salah tingkah, gemas meremas selimut, dia wanita muda yang tengah di mabuk asmara karena baru saja diantar pujaan hatinya. Layaknya anak SMA yang baru saja diberi hadiah oleh sang kekasih. Sebagai seorang guru, sisi yang baginya sangat kekanak-kanakan ini harus ia sembunyikan dari dunia luar, ia harus jadi Shafa yang dewasa di luar sana.

Namun tak bisa dipungkiri, Shafa mengagumi Juan semenjak mereka SMA, Shafa bahkan rela tak merasakan mabuk asmara ala anak SMA karena menjadi penganggum dari jauh, dan Juan tampak tak tersentuh. Akan tetapi perlahan-lahan Shafa terus menggaskan dirinya maju, pelan tetapi pasti, mengikuti Juan ke mana pun dia pergi.

Bahkan hingga keluar kota ini.

Ia bersyukur saja tujuannya yang lain masih bisa terpenuhi, sebagai seorang guru, dan tujuan lain, mendapatkan Juan, bisa terlaksana bersamaan. Satu lemparan, dua burung kena.

Dirasa dirinya sudah mulai tenang dari kupu-kupu berdesakan keluar di perut, Shafa pun menjalani rutinitas seakan tanpa beban seperti mandi, berolahraga ringan, belajar, dan kala sore siap memasak makan malam untuk dirinya. Semua dilaksanakan dengan senang hingga tak terasa lelah atau apa pun.

Namun, suara ponsel yang berdering menghentikan Shafa, wanita itu segera menuju ke ponselnya yang ada di atas meja dan menatap bingung ternyata itu panggilan whastapp dari si kembar, Tia Tio.

Segera, Shafa mengangkatnya. "Halo--"

"Ibu, tolongin!" pekik Tio di seberang sana dengan nada panik.

Shafa kaget. "Lho, Tio, ada apa, Nak?"

"Ibu, aku enggak tahu nomor hape Oom rumah sakit hiks hiks, dan yang lain gak hiks hiks ... bisa dihubungin, Ibu tolongin Papi kami pingsan tiba-tiba." Tio terdengar terisak sedih.

Pingsan tiba-tiba?!

"Ya Tuhan!" Shafa ingat si kembar hanya ada seorang ayah.

"Ibu ... hiks hiks ... kami takut Papi kenapa-kenapa, Bu. Di sini gak ada orang ...." Kali ini suara Tia terdengar.

"Baik, kalian tenang ya, Nak. Ibu akan menghubungi rumah sakit buat kalian. Ibu juga bakalan ke sana." Shafa sebagai seorang guru, merasa pula memiliki tanggung jawab besar terhadap anak-anak muridnya, terutama si kembar yang dalam kemalangan saat ini.

Hanya ayah mereka yang mereka punya.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

DUDA DAN DUA BOCIL KEMBARNYA [B.U. Series - B]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang