21 Agustus 2021
•••
Shafa hanya bisa tersenyum kecut sedang Baskoro tertawa seakan tanpa rasa bersalah di sana. Ugh pantas saja anak-anak ini selalu ingin meremas ayah mereka.
Memang pantas dan enak diremas.
Shafa jadi berpikir dua kali untuk tetap berada di sini, bisa-bisa emosinya meletup-letup.
"Papi, bilang makasihnya yang bener dong!" pekik Tia Tio kesal. "Bu Shafa juga bantu masakin buat Papi, tuh!"
Baskoro masih tertawa kemudian menenangkan dirinya, kali ini ia menatap Shafa dengan senyum hangat. "Makasih ya, Bu Shafa, udah jagain saya dan anak-anak saya."
Suaranya terdengar tulus.
"Tapi serius, saya masih kesel, andai gak ada yang manggil ambulans gak mungkin saya kena tusuk begini. Padahal saya gak kenapa-kenapa." Oke, Shafa ingin menampol pria tak tahu terima kasih ini.
Shafa rela memberikan waktunya lho, sungguh! Tetapi Baskoro dan keegoisannya itu benar-benar minta hiiih!
Andai Shafa tak memanggilkan ambulans, Baskoro mungkin bisa kenapa-kenapa lho jika tak ada penanganan medis. Dasar!
"Ish, Papi!" Nah, syukurlah Tia menyalurkan rasa ingin menampar Baskoro, meski yang dipukul cuma paha, Shafa berharap sih pipi atau kepalanya yang sedeng saja.
Astaga, ugh, Shafa seakan tertampar kenyataan. Kenapa ia jadi kejam begini? Hawa di sekitar Baskoro memang sangat bikin gerah!
"Papiii!" Tia Tio menegur ayah mereka dan lagi-lagi Baskoro hanya tertawa tanpa dosa. Gemas sekali rasanya ingin Shafa remas.
Lalu mata Baskoro menangkap nampan di samping kepalanya, pria itu menunjuk. "Makanan saya, ya?"
Harusnya sih Shafa beri obat pencahar biar maknyus, tetapi Shafa segera menepis pemikiran jahat itu. Dia. Guru. Yang. Baik! Baskoro memang membagongkan!
"Iya, Papi, itu masakan Bu Shafa lho," kata Tia membanggakan gurunya.
"Guru kamu bisu ya? Dari tadi gak ngomong-ngomong?" Pertanyaan Baskoro membuat senyum Shafa melebar, ia sedari tadi diam bukan karena bisu, jelas, Baskoro saja yang terlalu anjay karena dia ada berbicara sebelum ini!
Mau nyekek!
"Papi, ish!" Tia Tio menegur lagi.
"Apa sih!" Baskoro memang tak tahu rem ya.
"Iya, Pak. Ini makan malam buat Bapak, selamat menikmati." Senyuman Shafa benar-benar dipaksakan keluar. Ya Tuhan, sulitnya, padahal biasanya santai saja.
Shafa tak pernah sedekat ini dengan Baskoro, ia wali kelas satu yang baru menemui spesies wali siswa begini. Argh ingin Shafa berteriak. Rumor Baskoro Uzair dengan seribu satu nilai minus ternyata bukan isapan jempol!
"Jadi ... makanan masakan Bibi udah gak ada? Kalian abisin ya, Tia Tio?" tanya Baskoro menatap si kembar yang pura-pura tak melihat ayah mereka. "Ck, gak bisa makan enak buatan Bibi, kalian ini menyebalkan! Papi males makan kalau bukan masakan Bibi!"
Gak ada rasa syukur! Shafa memasakkan itu dengan sepenuh hati karena khawatir lho! Memang tidak tahu diuntung dan cerewet kayak anak-anak! Untung anaknya normal, mungkin didikan ibunya, dasar duda stres!
Shafa merasa semakin bertanggung jawab atas si kembar jika ayah mereka begini terus, bahaya!
"Papi, masakan Bu Shafa enak kok! Cobain aja! Tadi kami nyobain enak lho!"
Baskoro mendengkus. "Gak, Papi mau tidur. Bu Shafa, makasih udah jagain anak-anak saya dan saya, ya. Sekarang, Ibu boleh pulang! Bye!" Baskoro membaringkan diri dan menarik selimut hingga sedada.
Cih, terserahmu!
"Lah Papi?!!!" Dua anaknya kesal.
Namun Shafa antara dua, ia merasa memang harus pergi karena tembok amarahnya bisa runtuh kalau kelamaan di sini, tetapi siapa nanti yang menjaga si kembar? Apa mereka bisa menjaga diri mereka sendiri? Tapi Shafa sadar saja ... mungkinkah si kembar pun sering begini? Ayah mereka tampaknya tipe yang memang sering begini ....
Astaga, Shafa jadi dilema!
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
DUDA DAN DUA BOCIL KEMBARNYA [B.U. Series - B]
Romance18+ Baskoro Ubait, aka Baskom, adalah makhluk berspesies duda, dengan dua bocil kembar pengantinnya yang imut tiada duanya. Baskom hobi selfie, badannya gemoy (dilarang menyebut gembrot), berisi gitu (tulang ya, bukan lewmawk, katanya), tidak sixpac...