4.6

10.2K 603 7
                                    

Bagian 4.6 ; Semestaku

Bagaimana bisa aku marah lama ke kamu, kalau kamu masih jadi pusat Semestaku?

***

Renjani menolehkan kepalanya ke samping, melihat Aska yang kini sudah terlelap di kursi panjang Ruang inapnya, lelaki itu tertidur dengan tenang.

Renjani sedikit lega, karna beberapa hari setelah ia sadar, Aska masih belum bisa tertidur dengan tenang, setiap malam lelaki itu terbangun, tergesa-gesa mengecek keadaan Renjani, lalu diam-diam menangis.

Lelaki itu tidak tahu jika Renjani melihatnya tersedu-sedu sambil menggenggam tangannya setiap malam karna gadis itu memilih pura-pura tidur, dan sesekali melirik sedikit ingin tahu apa yang dilakukan Aska.

Matanya teralih menatap Langit-langit Rumah Sakit, Jam sudah menunjukan Pukul 1 malam, Renjani terbangun tiba-tiba beberapa saat lalu.

Diluar sedang Hujan, suara Petir terdengar bersahutan dengan derasnya gemuruh Hujan. Udara menjadi begitu dingin, membuat Renjani menarik selimutnya mencoba berlindung dari dingin, ia sempat khawatir dengan Aska, namun gadis itu masih belum memiliki cukup tenaga untuk berdiri tanpa bantuan orang lain.

Namun Aska terlihat baik-baik saja, mungkin karna baru bisa tertidur tenang lelaki itu tidak merasakan dingin karna terlalu asik dengan mimpi indahnya.

Pikiran Renjani melayang, kembali mengingat kejadian sebelum ia terbaring tak berdaya disini, kejadian saat semua orang tidak mempercayainya, mengatainya 'Jalang', memandang Jijik ke arahnya. Apakah saat ini masih sama?

Bahkan Askara yang menjadi harapan satu-satu Renjani juga ikut tidak mempercayainya, ia pikir lelaki itu akan terus membelanya apapun yang terjadi, namun ia kembali teringat kalau Aska itu juga Manusia, Manusia itu sama saja, dan Aska juga sama seperti yang lainnya, semua sama saja bagi Renjani sekarang.

Hingga gadis itu memutuskan untuk mengeluarkan kata 'Putus' dari mulutnya, kata yang selama ini selalu ia Tahan-tahan akhirnya keluar juga, padahal ia masih begitu mencintai Aska, gadis itu masih begitu tersentuh dengan segala perlakuan lembut lelaki itu akhir-akhir ini.

Namun Renjani kembali mengingat saat Aska ikut mengatainya Jalang, rasanya hatinya begitu sakit. Bukan masalah apa yang dikatakan Aska namun masalah Aska yang bahkan tidak mempercayainya lagi.

Gadis itu begitu Kecewa, tangannya terulur memegang dadanya yang begitu sesak, ia masih begitu mencintai Aska namun rasa Kecewa-nya juga begitu besar. Belum lagi ia teringat tentang Ayahnya.

Baru beberapa saat ia merasakan yang namanya hangatnya Keluarga namun kembali lagi gadis itu ditinggalkan. Mungkin memang ia tidak berhak merasakan kehagatan Keluarga.

Gadis itu tersenyum miris, apakah seseorang yang menjebaknya tengah tertawa bahagia sekarang. Mungkin orang itu begitu bahagia saat ini.

Renjani tersentak saat tiba-tiba ada tangan yang menyentuh pipinya, Aska tengah bediri menatapnya lembut, tanganya masih bertengger manis di pipi gadis itu. Renjani bahkan tidak menyadari kapan lelaki itu bangun dan berpindah berdiri di sampingnya.

"Kok bangun?" tanya Aska lembut.

Renjani hanya menganggukan kepalanya, bingung harus menjawab apa, ia pikir Aska sudah terlelap dengan tenang. "Kamu kenapa bangun?" Renjani ikut bertanya.

"Gatau Tiba-tiba kebangun." Aska berbalik mengambil kursi didekatnya, mendudukkan dirinya setelah menggapai tangan Renjani untuk di genggamnya.

"Kamu ga dingin?" Renjani mentap khawatir lelaki itu

Aska hanya membalas dengan gelengan pelan dengan seyuman tipis terbit dibibirnya, dalam hatinya lelaki itu begitu senang karna Renjani Mengkhawatirkannya.

"Kenapa hm?" tanya Aska sambil mengecup punggung tangan gadis itu.

"Ga papa"

"Kalau kata Bobby cewek bilang ga papa tuh berarti ada apa-apanya."

Renjani diam tidak menjawab, hanya menatapi Aska yang juga masih menatapnya lembut, tangannya tidak berhenti mengelus lembut punggung tangan Renjani.

"Aska"

"Iya?"

"Kenapa kamu ga percaya sama aku waktu itu?" Renjani bertanya pelan, gadis itu terlihat sedikit ragu untuk menanyakannya.

"Bukannya gue ga percaya, waktu itu keadaan gue udah kacau mikirin lo yang ngehindar 3 hari, gue pusing mikir cara ngebujuk lo, gue pikir lo marah karna gue ikut Tawuran,"Aska diam sesaat, lelaki itu semakin erat menggenggam jemari Renjani.

"Terus tiba-tiba ada orang yang ngirim Foto itu, gue ga bisa berpikir jernih Renjani. Waktu itu gue emosi banget, rasanya gue mau bunuh cowok yang ada di foto itu, gue marah dan berakhir kasarin lo lagi, Maaf"

Lelaki itu menundukkan kepalanya, menyembunyikan matanya yang sudah memerah. "Lo pasti bosen banget denger kata Maaf dari mulut gue, tapi kata itu harus gue ucapin, karna gue tahu gue salah"

"Jangan putusin gue Renjani, gue ga sanggup, gue ga punya Siapa-siapa selain lo" Air matanya turun, membuat Aska mengumpat dalam hati karna tak kuat menahan cairan bening itu keluar dari matanya.

"Gue minta maaf, gue sayang lo," ucapnya begitu pelan nyaris berbisik dengan nada bergetar terdengar jelas.

"Sini" Renjani merentangkan tangannya.

Aska mendongakkan kepalanya mendengar suara gadis itu, sedikit terkejut saat Renjani menyuruhnya untuk memeluknya, namun dengan penuh semangat lelaki itu berdiri, merangsek masuk ke pelukan yang begitu ia rindukan itu.

Selang-selang di tubuh Renjani sudah di lepas, gadis itu sudah sangat membaik, hanya butuh istirahat Intensif agar bisa kembali normal.

Aska begitu erat memeluk Renjani, menenggelamkan kepalanya di leher gadis itu. Renjani bisa merasa dengan jelas lehernya basah karna Air mata Aska, dengan gerakan lembut gadis itu mengelus punggung lebar Aska.

Punggung lelaki itu bergetar, isakannya sesekali terdengar, namun masih teredam dengan suara gemuruh Hujan diluar, "Maaf, maaf Renjani," lelaki itu bergumam sesekali, meminta maaf dengan nada serak nya.

Renjani hanya diam sambil terus mengelus lembut punggung lelaki itu, mencoba menenangkan tangisan keras Aska.

"Gue bodoh banget kan?! gue jahat, gue ga tahu diri karna masih maksa lo kaya gini, tapi gue ga bisa Renjani, gue ga bisa lepasin lo, gue minta maaf!" Aska berucap pelan di samping telinga Renjani, suaranya terdengar begitu putus asa.

Nafas lelaki itu tidak beraturan, tangisannya semakin hebat. Lelaki itu begitu menyesal, takut, dan sesak, ia begitu bersyukur Renjani masih disini, memeluknya lembut.

 Lelaki itu begitu menyesal, takut, dan sesak, ia begitu bersyukur Renjani masih disini, memeluknya lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

.

.

TBC

Hai semuanya!👋

Gimana part kali ini??

Sebenernya aku lagi agak bimbang gitu sama cerita ini, aku sadar ceritaku masih banyak banget kekurangan, dan kayak ga jelas gituu..

Aku sangat berterima kasih sama kalian yang masih stay baca cerita ini.

Doain aku bisa tamatin cerita ini yaa!!❤

RENJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang