5.5

10.5K 541 11
                                    

bagian 5.5 ; perihal kesempatan kedua

katanya semua orang berhak mendapatkan kesepatan kedua, tapi-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

katanya semua orang berhak mendapatkan kesepatan kedua, tapi-

***

Renjani terduduk di brankar UGD, gadis itu masih tersedu-sedu di pelukan Aska. Lehernya terasa begitu perih saat ini.


Aska hanya diam, memeluk erat gadis itu sambil membisikkan berbagai kata-kata lembut di telinga Renjani, berharap gadis itu lekas tenang.

Sudah hampir setengah jam Renjani menangis sejak sadar dan melihat Aska disitu. Rasanya ia begitu takut. Axiel benar-benar terlihat menyeramkan.

"Udah sayang." Aska mengelus lembut punggung kecil gadis itu. Sesekali memberi kecupan singkat di ujung kepala Renjani.

Namun gadis itu malah semakin kencang menangis, kedua jemari Renjani mencengkeram kuat kaos belakang Aska.

Aska semakin bingung, ia tidak suka melihat Renjani menangis seperti ini. Aska menangkup kedua pipi gadis itu, mengarahkan untuk menatanya. Aska menatap prihatin kondisi Renjani saat ini.

Hidungnya memerah, mata yang terus mengalirkan air mata, lehernya membengkak membentuk bekas tangan sialan Axiel.

"Lo mau gue kasih pelajaran Axiel?" tanya Aska mantap.

Renjani segera menggelengkan kepalanya keras "Jangan!" Renjani segera menumbruk kembali tubuh Aska.

"Kalo nggak mau, udah ya nangisnya."

Renjani menganggukan kepalanya pelan, tanganya bergerak menghapus air matanya, menuruti mau Aska.

Meski sejujurnya ia belum puas menangis, namun Renjani tidak bisa membayangkan jika Aska memberi pelajaran Axiel.

Tadi saja Narendra sudah hampir pingsan karna Aska, mungkin jika Renjani tidak bangun Narendra benar-benar dibuat pingsan oleh lelaki itu.

Narendra saja yang kemampuan nya cukup baik tidak bisa mengatasi Aska ketika di ambang emosi apalagi Axiel.

"Sini gendong." Aska membalikan punggungnya, membungkuk menyuruh Renjani naik.

Renjani menurut naik, mengalungkan tangannya di leher Aska. Renjani memang boleh pulang, Aska sudah meminta tolong Vans untuk menebus obat yang diresepkan Dokter karna Aska sama sekali tidak bisa meninggalkan Renjani.

Dengan perlahan Aska mendudukan Renjani di bangku samping kemudi, lelaki itu memasangkan sabuk pengaman Renjani, menatap gadis itu lembut. "Sekarang semua udah baik-baik aja, gue janji." Aska mengelus pelan kepala Renjani.

***

Narendra tergesa-gesa masuk ke rumahnya, jam sudah menunjukan pukul 3 dini hari. Namun lelaki itu sama sekali tidak terlihat mengantuk, meski wajahnya sudah sangat tak berbentuk karna pukulan Aska, keinginan untuk memberi adiknya pelajaran masih menggebu-gebu.

RENJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang