Ini adalah bagian kedua dari cerita
IGNITI'SUPPASIT'
Siapa yang tak mengenal kata kunci itu di kota yang sangat maju ini, nama perusahaannya melangit dengan saham yang terus melejit.
Hanya ada satu hal yang dipertanyakan oleh dunia, keluarga itu selalu hanya memiliki satu keturunan, satu pewaris tunggal. Tak pernah terjadi perang saudara di keluarga itu, harta selalu turun ke tangan pewarisnya dengan damai.
"Kerja sama dengan perusahaan dari negara tetangga berhasil kita dapatkan, mereka meminta perusahan kita untuk memegang kendali penuh." ucap seorang lelaki berkemeja navy, senyum kebanggaan merekah di wajahnya.
"Terimakasih karena sudah bekerja sangat keras." Mew menjabat tangan rekan seperjuangannya.
Hanya itu yang mampu disorot oleh awak media, kekayaan, keceriaan, kesempurnaan.
Mereka tidak pernah tau apa yang menggerogoti pria yang terlihat perfect itu dari dalam, jiwanya membusuk bersama hati yang selalu terasa mati.
Mew tidak pernah memiliki kesempatan untuk memperbaiki, tapi Gulf terlanjur pergi. Gulf menghilang, tapi tak seorangpun berhak mengatakan bahwa Gulf lenyap tanpa jejak. Disini, di hati Mew, Gulf akan abadi dan tak akan pernah menjadi masa lalu.
Mew mengabdikan sisa hari-harinya untuk mencari Gulf, berinteraksi bersama Alex, menangis di makam Tasha, dan sisanya menjadi robot perusahaan. Bukan karena ia menghukum dirinya, tapi memang tak ada lagi yang tersisa untuknya.
Dunia terlalu sempit, bukan tak mungkin untuk seorang Mew Suppasit mendapatkan apa yang ia inginkan. Kecuali dua hal, menghidupkan Tasha dan melupakan Gulf.
Mew hanya berharap bahwa keajaiban akan mendatangkan kesempatan baru untuknya, takdir harus mengembalikan Gulf padanya.
Perjuangan Mew membuahkan hasil saat Gulf tiba-tiba berjalan ke arahnya, dapat di katakan surga dapat pula didefinisikan sebagai neraka.
Jangan berekspresi tinggi ya bestie, takut gak sesuai sama kemauan kalian.
Tapi, apapun yang terjadi harus tetap follow dan vote dong. Iya kan?!
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...