Lantai dan kaca yang berdebu adalah hal yang pertama kali Sakura lihat ketika ia turun dari mobil menuju rumah barunya. Benar, rumah baru. Rumah yang dibeli ibunya sekitar sebulan lalu sebagai hadiah ulang tahun namun baru sempat ia kunjungi karena kesibukannya yang benar-benar padat.
Ini diluar ekspetasinya.
Ibunya, Haruno Mebuki mengatakan bahwa rumah yang akan ia tempati adalah rumah layak huni dengan lingkungan yang nyaman. Sang ibu bahkan mengatakan dengan semangat bahwa ia pasti akan benar-benar menyukai rumah barunya. Tapi nyatanya?
Sakura menghela napas, memilih untuk pasrah. Sudahlah. Lagipula, ekspektasi memang jarang sekali yang sesuai dengan realita, kan? Sakura akan menelepon ibunya nanti untuk mengeluarkan kekesalan yang sudah dirasakannya sejak beberapa menit lalu. Oh, bukan berarti Sakura tak menghargai apa yang sudah sangat ibu berikan padanya. Hanya saja... Sudahlah, lagi pula Sakura sudah pasrah, kan?
Yang perlu Sakura lakukan sekarang hanyalah membersihkan seluruh bagian rumah yang bahkan tak memiliki pagar tersebut dengan sisa tenaga yang ia miliki. Oh, Sakura bahkan tak yakin masih memiliki sisa tenaga mengingat pekerjaan yang dikerjakannya benar-benar telah menguras semuanya.
Menghela napas lagi, Sakura memutuskan untuk mengambil kunci rumah dari dalam tas dan mulai membuka pintu. Namun—
"Kau perlu bantuan?"
—Sakura hampir saja mengayunkan tas yang dipegangnya ketika mendengar suara dari arah belakang. Ia mengusap dadanya, menatap nyalang seorang lelaki yang kini tengah memamerkan senyum tipis ke arahnya.
Sialan! Jantungnya hampir saja berceceran di atas lantai yang berdebu.
"Oh, apa aku mengagetkanmu?" tanya lelaki itu dengan raut wajah bersalah.
Sakura menggeleng. "Sial— ah, maksudku sedikit. Kau sedikit mengagetkanku," jawabnya dengan senyum kaku. Ingin sekali memukul bibirnya sendiri karena hampir mengumpati orang baik hati yang menawarkan bantuan padanya.
Sakura berjalan memasuki rumah, emeraldnya terlihat berpendar meneliti setiap sudut yang terlihat.
Ini buruk. Sangat buruk.
Tak berbeda jauh dengan bagian luar, bagian dalam pun tidak lebih baik. Terlihat debu di setiap tempat yang dapat di jangkau oleh matanya. Bahkan dibeberapa bagian, Sakura bisa melihat sarang laba-laba yang sangat menggangu penglihatan.
"Aku rasa ini perlu tenaga ekstra untuk membersihkannya."
"Brengsek! Kenapa kau mengikutiku!" Oke, mulut manis Sakura kembali berulah. "Maaf aku mengumpatimu. Aku hanya kaget," jelas Sakura cepat seraya menggaruk pipinya. Lagipula, kenapa ia tak mendengar langkah kaki lelaki berparas tampan itu?
Tampan? Ya, Sakura mengakui itu. Lelaki aneh yang mengikutinya itu memang memiliki paras diatas rata-rata.
Tubuh jangkung dengan kulit putih, hidung yang mancung, bibir tipis, serta lesung pipit yang akan terlihat di kedua pipinya ketika tersenyum. Lalu yang paling penting dari semua hal yang Sakura sebutkan di atas adalah, kedua bola mata segelap langit malam yang mampu menghipnotis siapapun ketika menatapnya—kecuali dirinya.
"Rumah ini sudah ditinggalkan cukup lama, jadi wajar jika terlihat kotor." Lelaki itu kembali bersuara, sama sekali tak terpengaruh oleh umpatan yang dilayangkan Sakura beberapa saat lalu. "Jadi, selamat bersih-bersih, Nona. Jika kau memerlukan bantuan, kau bisa memanggilku. Rumahku tepat di samping rumah ini," jelas lelaki itu dengan kekehan pelan yang terdengar menyebalkan di indera pendengaran Sakura.
Lelaki aneh yang sialnya sangat tampan itu mulai melangkahkan kakinya santai dengan emerald Sakura yang setia mengikuti, terlihat tengah berperang dengan pikirannya sendiri.
"Hei, aku rasa aku benar-benar membutuhkan tenaga ekstra untuk membersihkan rumah sialan ini." Lelaki itu menghentikan langkahnya ketika Sakura membuka suara. "Jadi, maukah kau membantuku?" tanyanya.
Lelaki itu mengulum senyum, berbalik untuk menatap Sakura lewat bahunya. "Tentu," katanya yakin.
.
.
.
Tbc.