Enam puluh

799 118 8
                                    

Tinggal tiga hari lagi pernikahan mereka akan dilaksanakan. Dan, sudah hampir seminggu Sakura tidak bertemu dengan Sasuke.

Setelah dirinya dan juga Sasuke diseret ke sana kemari oleh ibu mereka untuk melakukan hal-hal merepotkan; memesan gaun pengantin, memesan cincin pernikahan, di mana mereka akan melakukan resepsi pernikahan, Sasori langsungnya membawanya pulang kembali ke rumah mereka. Sakura bahkan tak diizinkan pergi ke luar rumah untuk sekedar mencari udara segar jika Sasori tak bersamanya.

Sakura merasa, perlakuan Sasori padanya sudah sangat keterlaluan. Tapi pria berambut merah itu mengatakan bahwa itu semua demi kebaikannya. Sasori tidak ingin terjadi apa-apa padanya sampai hari pernikahan tiba.

Oh, sungguh tipikal kakak idaman, bukan? Tapi, Sakura malah merasa jengkel setengah mati karenanya.

Karena sekarang, ia berada seorang diri di rumah yang luar biasa besar. Terlentang di atas tempat tidur yang tak kalah besar seraya memandangi langit-langit kamarnya tanpa minat. Sakura bosan, sangat bosan. Sasori mendadak pergi ke perusahaan karena ada hal mendesak untuk di urus sekitar dua jam lalu—katanya. Sebab, Sakura sendiri tidak tahu apakah Sasori berkata jujur atau berbohong padanya. Sedangkan kedua orang tuanya entah pergi ke mana, ia tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu.

Ditambah sebentar lagi waktu makan siang tiba, perutnya sudah mulai bergemuruh, berteriak minta diisi. Dan sialnya, lemari es yang biasanya penuh dengan berbagai macam makanan, mendadak kosong, tak terdapat apa pun selain beberapa botol air mineral yang berjejer rapi seolah sedang mengejeknya.

Kesal? Jelas. Mungkin perkataan Sasori yang mengatakan tidak ingin terjadi apa-apa padanya hanya bualan semata. Rencana lelaki itu yang sebenarnya adalah ingin membunuhnya dengan cara yang tidak masuk akal secara perlahan-lahan.

Sakura menggeleng, mencoba membuang jauh-jauh kecurigaan yang sama tak masuk akalnya tentang Sasori. Ia memilih untuk mengambil ponsel yang sama sekali belum disentuhnya sedari pagi untuk memesan makanan cepat saji —yang mungkin saja akan membuatnya cepat mati— saat satu pesan tiba-tiba saja masuk.

Itu dari Sasori. Namanya terpampang indah di layar ponsel miliknya.

Sakura segera membukanya setelah mendengus dengan keras.

Aku sudah memesankan makanan untukmu. Mungkin akan tiba sepuluh menit dari sekarang. Dan aku akan pulang sekitar jam tiga sore.

Sudut bibir Sakura terangkat saat membaca pesan yang Sasori kirimkan. Ia Benar-benar membuang jauh kecurigaannya pada Sasori. Meski sedang sibuk dengan tumpukkan yang memenuhi meja kerjanya, Sasori tetap perhatian padanya. Ia kini menyetujui jika Sasori adalah tipikal kakak idaman.

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang