Acara barbeque untuk merayakan kepindahan Sakura cukup seru, setidaknya itu yang Sakura rasakan. Terlihat Sasori yang kini tampak keren apron bermotif hello kitty yang melilit pinggangnya. Rambut merahnya yang menyala terlihat berkilau diterpa sinar lampu. Kedua tangannya tampak cekatan membalik daging sapi serta beberapa sayuran yang hampir matang dengan Itachi yang sesekali mencomot tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Sakura sempat heran, sikap Sasori yang sudah seperti lemari es berjalan bisa cepat akrab dengan Itachi yang notabene tipikal pria periang.
Di lain tempat, Sasuke sedang duduk santai di bangku usang yang memang sudah tersedia di halaman belakang rumahnya, sepertinya bangu tersebut memang telah ada jauh sebelum Sakura pindah. Jari-jari panjang Sasuke tampak lincah memetik senar gitar yang memang sengaja lelaki itu bawa dari rumah.
Satu senyuman terbit di bibir Sakura ketika kaki jenjangnya memutuskan untuk menghampiri lelaki itu dan duduk di sampingnya.
"Kau pandai memainkannya." Sakura menengadah, memandang ribuan bintang yang tampak samar di atas sana. Polusi cahaya membuat pemandangan langit malam tak terlihat jelas.
"Benarkah?" Sasuke melirik Sakura sekilas lalu ikut menengadahkan kepalanya ke atas. "Yah, aku hanya memainkannya ketika bosan atau stres."
"Jadi? Yang mana?"
"Apanya?" tanya Sasuke bingung.
"Kau memainkan gitarmu," kata Sakura seraya menunjuk gitar yang ada di pangkuan Sasuke dengan dagunya. "Apa sekarang kau sedang merasakan salah satunya?"
Sasuke tampak berpikir selama beberapa detik lalu mengangkat bahu. "Entahlah. Tapi kurasa aku baik-baik saja."
Sakura mengangguk mengerti saat Sasuke menyimpan gitarnya di sisi tubuh. Tak ada percakapan yang terjadi setelah ini. Pandangan keduanya kini berfokus pada Itachi dan juga Sasori yang tampak akur di tempat pemanggangan sana. Terlihat Sasori yang kini memukul tangan Itachi dengan pencapit daging karena berani mengambil daging sapi yang telah matang.
Sakura kembali mengulas senyumnya. Setidaknya, Sasori si lemari es berjalan kini sudah seperti manusia pada umumnya.
"Hei, Sakura," panggil Sasuke memecah keheningan. "Boleh aku bertanya sesuatu?" Sakura segera mengalihkan fokusnya pada Sasuke dan mengangguk setelahnya. "Sejak kapan kau mengenal Naruto?"
"Aku mengenalnya sewaktu kuliah," kata Sakura. Ia sedikit merapatkan jaket yang dikenakannya saat udara malam terasa menusuk kulit. "Kami satu Universitas ketika di Kanada," lanjutnya dengan kekehan. "Kalau kau? "
Sasuke sedikit tak menyukai ketika mengetahui fakta bahwa Narutolah yang lebih dulu mengenal Sakura. Ia merasa sedikit menyesal karena dulu menolak mentah-mentah ajakan sahabat berisiknya untuk melanjutkan study ke Kanada. Tapi yah, mau bagaimana lagi. Toh, pada akhirnya ia tetap bertemu dengan Sakura juga, sebagai tetangganya.
"Aku mengenalnya ketika SMA, dia orang paling berisik yang pernah aku kenal."
"Kau benar," sahut Sakura. "Tapi dia pria yang baik."
Mata Sasuke terlihat memicing saat mendengar ucapan Sakura namun tetap mengangguk dengan setengah rela. Sikap Naruto yang kelewat aktif membuatnya mudah berteman dengan siapa saja. Sasuke ingat, Naruto bahkan pernah berbicara santai dengan seseorang yang sama sekali tak dikenalnya. Salah satu hal yang mustahil untuk Sasuke lakukan, meskipun beberapa minggu ke belakang ia baru saja melakukan hal mustahil tersebut. Jadi Sasuke tak heran jika Naruto bisa berteman dengan siapa saja yang lelaki itu temui, termasuk Sakura.
"Tapi Sasuke, jika mendengar panggilan kalian, aku rasa kalian cukup akrab."
"Aku bahkan heran kenapa aku bisa berteman dengan pria bodoh dan juga berisik seperti si Dobe itu." Sasuke meringis, membayangkan kembali pertemanannya dengan Naruto yang sudah terjalin cukup lama. "Tapi, yah, meskipun menyebalkan, mungkin hanya Narutolah orang yang paling mengerti aku setelah keluargaku."