Tiga puluh sembilan

989 204 15
                                    

"Sakura, ayo kita pacaran."

Sasuke mengeratkan pelukannya, menumpukkan dagu pada bahu mungil milik Sakura setelah ia membisikkan kalimat ajakan tersebut. Ia bisa merasakan jika tubuh Sakura menegang, bahu mungilnya berubah kaku pertanda jika perempuan musim semi itu terkejut atas apa yang tengah ia lakukan. Tapi, Sasuke memilih untuk tak peduli.

Sejak pagi, saat ia mendapati penampilan cantik Sakura yang akan pergi dengan seseorang, perasaannya berubah tak menentu. Apalagi, ia bisa melihat dengan jelas jika pria berambut merah yang ia ketahui bernama Gaara itu menaruh  hati pada Sakura.

Ketika Sasuke mengangguk untuk sekedar menyapa, pria itu balas mengangguk. Namun, tatapan matanya menyiratkan satu hal yang sangat Sasuke hapal. Sebuah persaingan. Pria bernama Gaara itu menganggap dirinya sebagai seorang saingan.

Sebagai sesama pria, Sasuke tahu jika Gaara akan bertindak cepat, mungkin sudah mengungkapkan perasaannya pada Sakura sewaktu mereka berkencan siang tadi. Jadi, meski terlambat, Sasuke akan— harus melakukan hal yang sama. Mengabaikan bahwa mungkin saja Sakura akan menolaknya dan hubungan mereka sebagai seorang teman sekaligus tetangga akan merenggang setelah ini.

Oh, Sasuke ingat jika ia pernah mengutarakan bahwa dirinya menyukai perempuan musim semi itu beberapa waktu lalu. Dan tak ada perubahan yang berarti setelah itu. Hubungan mereka baik-baik saja, setidaknya sampai detik ini.

Jadi, untuk sekarang pun, Sasuke yakin jika hubungan mereka tak akan berubah meski Sakura menolaknya.

Namun, Sasuke dibuat terkejut saat tiba-tiba saja Sakura melepaskan tangannya, berbalik menghadapnya, kemudian memberikan tatapan yang Sasuke tak mengerti apa artinya.

Ia balas menatap Sakura, menyelami keindahan bola mata berwarna hijau yang berhasil menghipnotisnya entah sejak kapan. Hal yang terjadi selanjutnya adalah, Sakura berjinjit, mengalungkan kedua lengan pada lehernya, lalu  memangkas jarak yang tercipta di antara mereka. Memberikan kecupan seringan bulu tepat di bibirnya.

Ini diluar dugaannya.

Seulas senyum tipis terpatri di bibir Sakura saat jarak kembali tercipta, namun  perempuan itu tak mengatakan apa-apa. Hidung mereka masih bersentuhan, deru napas Sakura terasa hangat saat menerpa sebagian wajah Sasuke hingga darahnya berdesir hebat. Sasuke merasa gila dibuatnya.

"Sakura," ujar Sasuke dengan suara tertahan. Hasratnya kian melonjak saat rona kemerahan perlahan menghiasi kedua pipi Sakura. "Apakah ini artinya—"

"Menurutmu?"

Sasuke tersenyum, pandangannya kini beralih pada bibir Sakura. "Bolehkah?"

Satu detik setelahnya, Sasuke kembali memangkas jarak yang ada. Memberikan beberapa pagutan di bibir Sakura setelah mendapat persetujuan dari sang pemilik.

Sasuke bisa merasakan jika Sakura tersenyum disela-sela ciuman yang tengah mereka lakukan.

Ledakan kembang api seolah memenuhi rongga dadanya. Perasaannya membuncah, dipenuhi bunga musim semi yang berwarna-warni.

"Ini ... Luar biasa," ujar Sasuke saat pagutan bibir mereka terlepas. Ia mengusap sudut bibir Sakura dengan ibu jarinya. "Aku tak pernah menyangka jika ciuman bisa semenakjubkan ini."

Sakura memandangnya aneh ke arah. Tangan mungil yang mengalung di lehernya terlepas saat Sakura benar-benar menciptakan jarak dengannya. Cukup lebar.

"Aku tahu ini terdengar gombalan tak bermutu, tapi, aku serius."

Sakura menggelengkan kepala dengan ekspresi geli. "Apa kau tidak pernah berciuman dengan Hinata?" tanyanya.

"Itu—"

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang