Lima puluh satu

759 130 6
                                    

"Kau baik-baik saja?"

Hinata menyerahkan air mineral yang sudah lebih dulu dibukanya pada Sakura. Merasa khawatir dengan perempuan yang kini masih mengeluarkan umpatan demi Umpatan meski sudah menegak habis isi botol yang ia serahkan.

"Aku ... baik-baik saja," ujar Sakura. Menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk meredam emosi yang masih menguasai diri. "Aku—" Sakura mengulangnya, lebih berkata pada dirinya sendiri. "Baik-baik saja."

"Oke." Hinata masih memperhatikan raut wajah Sakura dengan seksama. "Kalau begitu, Bisakah kita melanjutkan perjalanan?"

Setelah mendapat anggukkan dari Sakura, Hinata kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Jalanan cukup ramai, dan ada kemungkinan akan semakin ramai mengingat waktu yang semakin sore. Ada banyak para pekerja yang baru saja menyelesaikan tugasnya dan ingin segera beristirahat di rumah sembari bercengkrama bersama keluarga. Setidaknya, itu yang selalu Hinata rasakan jika jam pulang bekerja sudah tiba. Untuk wanita merah muda yang masih setia mengeluarkan beberapa umpatan di sampingnya, entahlah. Hinata bahkan tidak tahu apa pekerjaan Sakura. Tapi jika melihat perusahaan milik keluarganya, Hinata yakin jika Sakura memiliki posisi penting di perusahan tersebut.

"Aku benar-benar ingin menjambak rambutnya." Suara Sakura terdengar semakin menggebu. Sepertinya kekesalan yang dirasakan perempuan itu semakin besar. "Seharusnya aku benar-benar menjambak rambutnya tadi!"

Setelah perempuan bernama Shion yang Hinata ketahui adalah mantan kekasih Sasuke itu menanyakan hal konyol pada Sakura, mereka terlibat adu mulut yang cukup lama setelahnya. Sakura yang buruk dalam hal mengendalikan diri, dipadukan mulut Shion yang pandai dalam menyulut emosi membuat keduanya sukses menjadi pusat perhatian seisi kafe.

Jika Hinata tak menarik paksa Sakura menjauhi kerumunan dan juga masalah, ia yakin aksi jambak-menjambak yang sangat Sakura harapkan akan benar-benar terjadi.

"Aku yakin setelah ini Shion tak akan membiarkan kalian," ujar Hinata tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan yang ramai. "Maksudku, dia pasti akan melakukan segala cara untuk— yah, kau tahu maksudku, 'kan?" Ia melirik Sakura yang kini memelototi mobil di depannya sekilas sebelum akhirnya kembali fokus mengemudi.

Bukan tanpa alasan Hinata mengatakan hal tersebut. Sekali lihat, ia tahu bahwa wanita berambut pirang itu tipikal orang yang tak mau kalah dalam segala hal. Apalagi Sakura menceritakan bahwa semasa sekolah dulu keduanya tak pernah akur.

"Aku tahu," balas Sakura. "Si ulat bulu itu pasti akan gencar mendekati Sasuke kembali."

"Apalagi setelah dia mengetahui hubungan status kalian berdua," sambung Hinata.

"Kau benar." Sakura membuang napas dengan keras. "Apalagi dulu mereka terlibat dalam sebuah hubungan romansa," lanjutnya dengan nada lesu.

"Lho, bukannya tadi kau bilang—"

"Tentu saja aku berbohong!" Sakura berseru kesal. "Sasuke hanya mengatakan jika si ulat bulu itu adalah kekasihnya, tidak ada embel-embel 'wanita menyebalkan yang selalu mengikutinya ke mana-mana semasa kuliah dulu'. Tidak—" Emerald Sakura terbelalak kalau menyadari satu kemungkinan mengerikan yang tiba-tiba saja mampir di kepalanya. Ia segera mencengkram sebelah tangan Hinata dengan keras. Ekspresi wajahnya berubah panik. "Hinata! Tidak mungkin Sasuke masih memiliki perasaan pada si ulat bulu itu, 'kan?"

"Kalau itu, kau bisa tanyakan langsung pada Sasuke."

"Mana bisa!"

Hinata tertawa. Kekhawatiran yang dirasakannya untuk Sakura sekarang lenyap. Tergantikan dengan perasaan geli. Setidaknya Sakura sudah lebih baik-baik saja dari beberapa saat lalu.

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang