Dua Puluh Sembilan

977 203 36
                                    

Hinata melangkah dengan cepat membelah koridor tempatnya bekerja menuju lobi. Suasana yang cukup ramai oleh para pegawai yang akan pergi ke kafetaria membuatnya mengeluarkan beberapa umpatan dengan suara pelan. Siang ini, ia akan— harus menemui Sasuke di kediaman pemuda itu.

Harusnya dari beberapa hari lalu Hinata menemui kekasihnya itu. Namun, pekerjaannya beberapa hari terakhir benar-benar menghabiskan seluruh tenaga dan juga waktunya. Dan setelah ia meminta izin pada atasannya bahwa ia akan terlambat kembali ke kantor karena ada urusan keluarga yang benar-benar mendesak, Hinata bergegas pergi— tentu saja setelah mendapatkan izin. Mengabaikan perutnya yang sudah berteriak minta diisi.

Urusannya dengan Sasuke jauh lebih penting daripada rasa laparnya saat ini. Hinata harus menanyakan alasan kenapa Sasuke tak juga menemuinya atau menelponnya atau sekedar mengiriminya pesan singkat setelah tempo hari pemuda itu kembali membatalkan pertemuan yang mereka lakukan secara sepihak.

Apakah karena perempuan aneh berambut merah muda yang menjadi tetangga baru kekasihnya? Hinata berdecak kesal. Jika itu alasannya, ia akan benar-benar mencakar wajah perempuan tak tahu diri itu.

Ia menjalankan mobilnya sedikit lebih cepat dari biasanya, menyalip beberapa mobil yang menghalangi ketika mendapatkan celah. Tak memerlukan waktu lama bagi Hinata untuk sampai di daerah tempat tinggal Sasuke.

Ia berdecak sebal saat mendapati mobil berwarna merah yang berada tepat di depannya berjalan dengan lambat. Apa mereka tidak tahu kalau dirinya sedang buru-buru?

Tak ingin cepat tua karena kebanyakan mengumpat, Hinata akhirnya menarik napas dengan panjang, membiarkan mobil tersebut berjalan di depannya tanpa berniat menyalip. Lagi pula, rumah Sasuke sudah dekat, ia bisa melihatnya dengan jelas sekarang. Namun, matanya memicing kala mendapati mobil berwarna mentereng tersebut menuju sebuah rumah yang Hinata tahu bekas paman Sasuke dulu. Itu berarti, kemungkinan, pengemudi yang ada di dalam mobil merah itu adalah perempuan aneh yang akhir-akhir ini sering sekali membuatnya jengkel meski pun mereka belum pernah bertatap muka sekali pun.

Hinata memelankan kecepatan mobilnya sembari terus memperhatikan mobil merah yang kini sudah terparkir cantik di depan rumah sederhana tanpa pagar tersebut, melihat dua orang pria yang memiliki warna rambut senada dengan warna mobil tersebut keluar dari sana.

Ia berdecih sinis. "Dua orang pria, huh?" ujarnya dengan nada mengejek. "Aku yakin jika perempuan itu bukan wanita baik-baik."

Setelah puas memandangi kedua pria yang kini sudah masuk ke dalam rumah, Hinata kembali melajukan mobilnya dengan pelan lalu kembali berhenti tepat  di depan rumah Sasuke. Untuk sejenak, Hinata memperhatikan pintu gerbang rumah dua lantai yang tertutup rapat. Ia pernah mengunjungi rumah itu sekali, lebih tepatnya sebelum ia dan Sasuke menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, dan Hinata belum pernah bertemu dengan ibu maupun kakak dari kekasihnya tersebut karena waktu itu mereka sedang berada di luar kota— itu yang Sasuke katakan padanya dulu.

Saat ia hendak keluar dari mobil, dirinya mendapati sebuah mobil berhenti tak jauh darinya, lalu satu detik kemudian sosok merah muda yang mengenakan pakaian kerja keluar dari sana, tersenyum cerah pada seorang yang akan ia temui— pada kekasihnya, pada Uchiha Sasuke. Napasnya tercekat kala mendapati Sasuke juga membalas senyuman tersebut, berjalan memutari mobil yang pria itu kendarai kemudian mengambil alih barang bawaan perempuan berambut aneh tersebut. Jadi, selama ini dugannya benar bahwa alasan Sasuke mengabaikannya memang karena perempuan aneh yang juga berstatus sebagai tetangga baru kekasihnya tersebut.

Hinata segera membuka pintu mobilnya, berjalan cepat untuk menghampiri dua orang yang kini tengah berjalan beriringan, ketika sudah berada di hadapan dua orang yang salah satunya menampilkan raut terkejut, sebelah tangannya terangkat, hendak menampar perempuan yang selalu membuatnya kesal untuk waktu yang lama. Namun, sebuah tangan lain menahannya dengan kekuatan cukup keras hingga pergelangan tangannya terasa akan patah.

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang