Dua Puluh Tiga

1.2K 215 9
                                    

Kurang ajar, bajingan gila, brengsek, sialan serta sederet kalimat umpatan lain sudah memenuhi ruang tengah kediaman Uchiha sejak hampir satu jam lalu. Pelakunya bukan salah satu dari keluarga Uchiha, melainkan sosok berambut merah muda yang kini terlihat mondar-mandir dengan alis menyatu dan juga ekspresi wajah jengkel. Sesekali, perempuan itu menghentakkan kaki, lalu mengumpat lagi.

Sasuke hanya diam mengamati, menyandar pada dinding dengan santai sembari melipat tangan di depan dada. Ekspresi yang tercetak di wajahnya geli bercampur ngeri sekaligus terhibur. Itachi yang hendak pergi entah kemana memandang aneh mereka berdua sebelum akhirnya mengangkat bahu tak peduli.

"Aku benar-benar ingin mencakar wajah tak berdosanya." Lagi, omelan itu kembali menyapa indra pendengaran Sasuke. Terdengar menggebu. Ia yakin tingkat kekesalan Sakura sudah berada di tahap yang tak bisa ditolelir. "Aku akan melakukannya jika bertemu lagi dengan manusia rubah itu."

Sasuke benar-benar tertawa dibuatnya. Membuat Sakura sontak menghentikan langkah dengan mata menyipit.

"Kenapa kau malah tertawa? Tidak ada hal lucu di sini!" omel Sakura padanya. Sasuke berdeham dan mengangguk patuh. Memilih menjadi anak baik untuk sementara waktu.

"Abaikan saja aku," katanya memilih mengalah. "Tapi, kenapa kau bisa sekesal itu pada Naruto disaat harusnya akulah yang melakukan hal tersebut?"

Sakura menjatuhkan tubuhnya pada sofa, menyandar dengan nyaman saat kakinya merasa pegal luar biasa. Mungkin akibat berjalan bolak-balik dari rumah ke kedai ramen yang baru buka sebrang halte bus lalu kembali lagi ke rumah. Juga, ia yang tak pernah diam, terus mondar mandir tak tentu arah di ruang tengah kediaman Uchiha yang luar biasa luas. Ngomong-ngomong, kediaman Sasuke cukup nyaman, sofanya terasa sangat empuk serta memiliki kolam renang yang cukup besar di bagian samping rumahnya. Rumahnya memiliki dua lantai juga sangat besar. Kamar Sasuke dan juga Itachi berada di lantai dua sedangkan kamar orang tuanya berada di lantai bawah. Beberapa ruangan didominasi dengan warna abu muda—yang menurut Sakura terkesan suram. Namun mungkin tidak bagi keluarga itu. Untuk yang satu itu, Sakura tak berani memberikan komentar karena itu bukan urusannya.

Kenapa mereka bisa berakhir di rumah Sasuke? Tentu saja Sakura yang mengajaknya— memaksanya. Alasannya sederhana, rumah Sakura berantakan—persis seperti camp pengungsian korban bencana alam. Asisten rumah tangga yang biasa membersihkan rumahnya tiba-tiba saja mengambil cuti dan Sakura malas untuk membersihkannya seorang diri. Ia sudah pernah mencobanya, sekali. Itu pun tidak sendiri, karena waktu itu Sasuke menawarkan bantuan dengan suka rela padanya. Dan rasanya benar-benar sialan. Selama hampir tiga hari, tubuhnya benar-benar terasa pegal hingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak di malam hari.

Mata Sakura semakin menyipit kala Sasuke menangkat sebelah alisnya seolah tengah menunggu jawaban. Tubuh pria itu masih bersandar nyaman pada dinding, menjulang tinggi seperti raksasa dalam salah satu serial Anime yang sering ia tonton saat merasa bosan.

"Aku kesal padanya bukan tanpa alasan." Sakura menyelipkan anak rambut yang berkeliaran di sekitar wajah ke belakang telinga. Berdeham saat merasakan tenggorokannya yang tiba-tiba kering. "Dia mengatakan omong kosong seolah apa yang kita lakukan adalah sebuah kesalahan besar dan patut mendapatkan hukuman gantung. Demi Tuhan, kita hanya makan siang bersama!" Dengusan keras keluar begitu saja dari lubang hidungnya. Ia menelan ludahnya saat perasaan kesal dalam dirinya semakin tak terkendali. "Dan secara tidak langsung, Naruto menaruh curiga padaku bahwa alasan kau tak sempat menemui kekasihmu karena selalu menghabiskan waktu bersamaku. Bukankah itu keterlaluan?"

Sakura mengakhiri acara Mengoceh tak jelasnya dengan helaan napas super panjang. Ia menatap Sasuke yang kini sudah berada di sampingnya, menyandar pada bantalan sofa sembari menyamankan sebelah tangannya pada sandaran. Jarak antara dirinya dan juga Sasuke cukup dekat, sehingga ia bisa melihat dengan jelas ekspresi wajahnya yang terlihat geli, namun ia juga melihat ada binar indah di jelaga hitam milik Sasuke. Seolah lelaki itu merasa sangat terhibur dengan apa yang baru saja ia lakukan.

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang