Empat Puluh Enam

867 150 8
                                    

Kalau begitu, cium aku."

Melihat Sasuke yang malah mematung meski beberapa detik telah berlalu membuat perut Sakura tergelitik, tawanya sudah berada di ujung lidah saat melihat respon yang ditunjukkan Sasuke. Itu juga jika hanya diam persis seperti patung selamat datang bisa dikatakan sebagai sebuah respon.

"Sakura, kau mengatakan sesuatu?" tanya Sasuke setelah waktu yang cukup lama; setelah ia menyadari suasana berubah menjadi canggung—setidaknya, itu yang ia rasakan.

"Aku tak mengatakan apa pun," Sakura membuang pandangan ke arah laut lepas. Matahari yang mulai terik membuat biru laut semakin terlihat jelas dan mempesona. Sama seperti wajah pria yang kini masih menunjukkan ekspresi kebingungan.

"Aku yakin kau mengatakan sesuatu, aku mendengarnya, hanya saja—"

Sakura malah melengos; hendak pergi bahkan sebelum Sasuke menyelesaikan perkataannya. Buru-buru, Sasuke mencekal pergelangan tangan milik Sakura.

Setelah posisi mereka saling berhadapan, Sasuke segera mengangkat dagu Sakura, memaksa perempuan musim semi itu untuk menatap lurus pada jelaga hitam milik Sasuke.

Sumpah! Sakura menelan ludahnya dengan susah payah. Kenapa ekspresi Sasuke mendadak berubah, sih? Dan, apa-apaan seringai di wajah tampannya itu?

"Jadi, aku harus melakukannya di mana?" tanya Sasuke dengan nada lembut. Namun, seringai yang menghiasi wajahnya masih belum hilang. Sasuke menyingkab beberapa anak rambut yang menutupi dahi lebar Sakura. "Di sini?" Lalu, mengusap bibir Sakura menggunakan ibu jarinya. "Atau di sini? Kau tinggal pilih, di mana aku harus mendaratkan bibirku."

Cara kerja jantung Sakura berpacu dua kali lebih cepat dari yang seharusnya. Kata demi kata yang terlontar dari mulut Sasuke terdengar menggoda hingga membuat darah yang ada di dalam tubuhnya berdesir hebat. Kepalanya mendadak pening, membuat dirinya tak bisa berpikir dengan jernih.

Ketika wajah Sasuke semakin memangkas jengkal, kaki Sakura mundur tanpa sadar. Namun, tak lebih dari dua langkah. Sebab, dengan cekatakan sebelah tangan Sasuke menahan pinggangnya.

Ekspresi Sakura berubah panik. Niat hati ingin mengerjai Sasuke, malah ia yang merasa balik dikerjai. Sasuke benar sedang mengerjainya, kan?

"Sa-Sasuke, kau tahu kalau aku sedang becanda, kan?" tanya Sakura dengan cengiran polos. Namun, Sasuke hanya mengangkat alis sebagai respon. "Aku benar-benar hanya becanda," tegasnya. Lebih terdengar seperti sebuah permohonan agar Sasuke mau melepaskannya.

"Begitu?" Seringai di bibir Sasuke luntur, tergantikan ekspresi kecewa yang tak coba lelaki itu tutupi. "Padahal aku sangat serius ingin mengabulkan permintaanmu, lho."

"A-aku—"

Sasuke menarik pinggang Sakura agar semakin merapat ke arahnya. Seringai menyebalkan kembali terbit. "Sakura?"

"Y-ya, Sasuke."

"Tutup matamu."

Bak mantra yang dirapalkan oleh penyihir, apa yang keluar dari mulut Sasuke berhasil merubah Sakura menjadi anak penurut. Matanya terpejam dengan debaran yang kian menggila. Menunggu dengan was-was di manakah Sasuke akan mendaratkan bibirnya.

Lalu, detik spasi benar-benar terpangkas habis, detik itu pula Sakura membuka kembali matanya. Cukup terkejut dengan apa yang baru saja Sasuke lakukan.

Kali ini, bukan seringai menyebalkan yang ia dapati di bibir Sasuke, melainkan seulas senyum tipis. Sebelah tangan Sakura terangkat memegang dahinya sendiri, kemudian memiringkan kepala dengan ekspresi kebingungan yang tercetak jelas di wajah.

"Kau kecewa?"

Sakura masih mencerna apa yang baru saja terjadi, meski matanya tertutup rapat, tapi Sakura yakin bahwa yang menyentuh dahinya bukan bibir Sasuke.

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang