"Aku ingin. Tapi untuk apa melakukannya jika aku telah kalah sejak awal?"
Untuk sejenak, Sakura terdiam. Sepasang alis merah mudanya saling bertaut, mencoba mencerna apa yang baru saja Sasuke katakan. Matanya menatap lekat wajah Sasuke yang berubah menjadi lebih muram dari sebelumnya. Ada gurat kekecewaan yang tercetak di sana, di wajah tampannya. Lalu, bola mata sebening embun pagi miliknya terbelalak saat otaknya telah berhasil mencerna apa maksud dari perkataan pemuda tampan itu.
"Jangan katakan kalau kekasihmu-"
"Aku benci mengakui ini ...." Sasuke menghela napas setelah memotong perkataan Sakura. "... tapi, sepertinya tebakanmu benar."
"Lantas, kenapa kalian bisa berpacaran jika dia menyukai pria lain?"
"Aku tak memintanya menjadi kekasihku jika mengetahui hal tersebut dari awal."
"Maksudmu, kau mengetahui hal tersebut setelah kalian menjalin hubungan."
Sasuke mengangguk membenarkan. "Awalnya, aku mencoba bersikap tak peduli selama mereka berdua tak melakukan hal yang aneh, tapi sekarang?" Sasuke tertawa, mengejek dirinya sendiri yang kini terlihat menyedihkan.
"Aku yakin hanya orang gila yang bisa melakukan itu pada pria tampan sepertimu."
Sasuke kembali tertawa dibuatnya. Entah kenapa ia masih bisa tertawa disaat ia ingin sekali menenggelamkan dirinya ke dasar lautan. Tapi, perkataan Sakura menurutnya benar-benar lucu. Apakah perempuan musim semi itu berniat menghiburnya? Sepertinya ia harus berterimakasih untuk hal tersebut.
"Setampan apa pun seseorang, mereka tetap manusia biasa, Sakura."
"Aku tahu." Sakura mengambil satu kaleng bir, lalu meminumnya dengan cepat. Sedikit meringis merasakan sensasi terbakar ketika minuman itu meluncur bebas ditenggorokkannya. "Tapi, kau juga pria baik. Maksudku-"
"Tahu darimana kalau aku adalah pria baik?" Lagi, untuk kedua kalinya Sasuke memotong perkataan Sakura. "Aku tak sebaik itu jika kau ingin tahu. Aku pernah menyukai perempuan lain disaat aku telah memiliki kekasih." Ia berdeham canggung sembari mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kau hanya menyukainya, kan? Tidak sampai melakukan hal yang aneh-aneh?" tanya Sakura dengan mata memicing. "Setidaknya, kau tak sampai melakukan hal yang membuat kekasihmu terluka. Menurutku, itu hal yang wajar."
Sasuke mengusap wajahnya dengan kasar. Terlalu bingung harus berkata apa untuk membalas ucapan Sakura. Memang benar ia tak sampai melakukan hal aneh, tapi tetap saja ia telah menjadi bajingan gila yang tertarik dengan paras perempuan lain disaat telah ada seseorang di sampingnya. Astaga.
Jika Sakura tahu siapa orang yang disukainya, mungkin perempuan itu akan langsung menampar serta mengusirnya.
"Tapi apa yang telah dilakukan oleh kekasihmu, menurutku itu adalah hal yang sangat kelewatan." Sakura masih kekeh dengan pendiriannya. "Terlepas benar atau tidaknya itu semua," lanjutnya sembari berdeham. "Sebaiknya, kau memastikan semuanya setelah kondisimu membaik. Aku yakin ada kesalahpahaman di sini."
Meskipun ada sesuatu yang bercokol di dalam hatinya- sesuatu yang membuatnya tak nyaman ketika mengatakan hal tersebut, tapi Sakura lebih memilih menekannya. Biar bagaimana pun, hubungan Sasuke dengan kekasihnya tengah berada di ujung tanduk. Jadi, sebagai tetangga yang baik, ia harus memberi saran sebisanya. Semoga saja saran yang diberikannya tak berujung malapetaka yang akan merugikan banyak orang, termasuk Sasuke dan juga dirinya.
"Jika apa yang aku dengar adalah sebuah kebenaran, apa yang harus aku lakukan?" tanya Sasuke. Tatapan matanya berubah serius, menghunus tepat pada mata Sakura yang kini kehilangan kata-katanya.