Sasuke mengatakan jika Shion adalah mantan kekasihnya saat mereka kuliah dulu. Dan entah kenapa, Sakura sudah mengetahui hal itu bahkan sebelum Sasuke memberitahunya. Sikap Sasuke juga perilaku si ulat bulu sudah cukup menjadi bukti bahwa keduanya pernah terlibat dalam sebuah hubungan.
Kencan yang Sakura harapkan sempurna, harus berakhir berantakan karena kehadiran perempuan setengah gila itu.
Semalam, Sakura bermaksud pulang dengan taksi. Namun, Sasuke bersikeras menahannya. Lelaki itu mengatakan ingin memperlihatkan sesuatu yang indah padanya pagi ini. Sakura menyetujui tanpa banyak mendebat. Suasana hatinya sudah buruk, dan bukan tak mungkin akan bertambah buruk jika ia berdebat dengan Sasuke. Kemudian, karena udara semakin dingin serta waktu sudah memasuki tengah malam,mereka memutuskan untuk menginap di salah satu hotel terdekat. Di dalam kamar yang berbeda, tentunya.
"Ini tidak terlalu buruk." Asap yang keluar dari celah bibir Sakura menjadi tanda jika pagi ini udara benar-benar dingin. Perempuan gulali itu mengeratkan pegangan pada gelas berisi coklat panas yang ada di tangannya. Netra sebening embun pagi miliknya menatap lurus ke depan, di mana sinar keemasan yang berasal dari sang surya bersinar di cakrawala. "Ini ... indah."
"Aku tahu kau akan menyukai ini." Sasuke tersenyum.
"Kau benar, aku memang menyukai ini."
Hening kembali tercipta, keduanya memilih untuk menikmati momen di mana matahari yang mulai menampakkan pesonanya. Perlahan-lahan, udara sedingin es di kutub utara menjadi sedikit lebih hangat.
Sasuke kini terlihat sibuk. Sibuk memperhatikan wajah cantik milik seorang gadis yang duduk tepat di sebelahnya. Meski hanya dari sisi, Sasuke bisa melihat dengan jelas kilau indah di sepasang emerald milik Sakura.
Sakura dan sinar mentari pagi adalah hal terindah yang pernah Sasuke lihat.
Menakjubkan.
Satu dari sekian banyak kata yang mampu menggambarkan apa yang tersaji di depan mata Sasuke saat ini. Bahkan, warna-warni bunga yang bermekaran saat musim semi tak mampu mengalahkan keindahannya.
Ini ... benar-benar sempurna.
"Kenapa? Apa aku cantik?"
Pertanyaan tiba-tiba dari Sakura, juga tatapan penuh selidik yang dilayangkan perempuan musim semi itu membuat Sasuke meringis. Entah sadar atau tidak— tapi sepertinya tidak, Sasuke malah sibuk memperhatikan Sakura, bukan matahari terbit di ufuk timur sana. Dengan gerakan kaku, Sasuke mengusap tengkuknya, merasa sedikit salah tingkah dan juga... malu? Mungkin iya, Sasuke tidak ingin mengelak.
"Apa aku harus menjawabnya?" Sasuke mengangkat bahu sesantai mungkin.
"Kurasa, ya. Semua wanita akan senang jika ada yang menyebut dirinya cantik."
"Kau juga?"
"Sakura mengangguk disertai senyum tertahan. "Jadi, apa aku cantik?"
Sasuke tersenyum. "Jawaban seperti apa yang ingin kau dengar dariku?"
Sakura meletakkan gelas berisi cokelat panasnya di atas pasir. Membuat pose seolah-olah tengah berpikir dengan keras. "Kurasa, kau akan mengatakan jika aku cantik."
Jawaban Sakura sangat melenceng dari apa pertanyaan yang Sasuke berikan. Namun entah kenapa berhasil membuat sudut bibir Sasuke semakin terangkat lebih lebar dari sebelumnya. Lesung di kedua pipinya terlihat semakin jelas, hingga kadar ketampanan pemuda yang mempunyai julukan manusia setengah ayam itu bertambah menjadi seratus kali lipat dari yang seharusnya.
"Yah, aku akan menjadi seorang bajingan jika mengatakan kau jelek."
"Hey!"
Sasuke pura-pura mengaduh saat tangan Sakura mendarat manja di lengannya.