Dua Puluh Delapan

1K 203 20
                                    

Sakura membawa Naruto ke kedai yang letaknya tak terlalu jauh dari tempatnya mengajar. Hanya memerlukan waktu sekitar sepuluh menit jika mereka berjalan kaki dan akan lebih cepat jika menggunakan kendaraan. Kedai tersebut tidak terlalu besar namun cukup nyaman. Suasana siang itu tidak terlalu ramai karena memang jam makan siang belum tiba.

Sengaja ia membawa Naruto ke kedai tersebut, selain karena letaknya yang tidak terlalu jauh, makanan serta minuman di sana pun cukup enak dengan harga yang ramah di kantong. Selain kedua alasan tersebut, alasan lainnya adalah, tadi pagi Sasuke mengatakan akan menjemputnya kembali, dan Sakura menyuruh lelaki itu untuk menunggunya di kedai tersebut jika ia belum keluar. Jadi, sekalian saja ia menunggu Sasuke sembari berbicara— hal yang entah apa— bersama Naruto.

"Katakan padaku, kau sampai mau menemuiku kemari bukan tanpa alasan, kan?" Sakura menyeruput vanilla latte-nya dengan tenang sembari menatap Naruto datar. "Aku yakin ada hal penting di sini."

Yah, sebenarnya Sakura sudah tahu apa yang akan Naruto tanyakan padanya, sih. Tapi, ia memilih pura-pura tidak tahu dan bersikap seperti orang bodoh saja.

"Aku yakin kau sudah tahu apa yang akan aku tanyakan padamu." Sakura mengangkat alis merah mudanya saat Naruto kembali berbicara, "Ini tentang Sasuke."

"Sasuke?" ulang Sakura, masih dengan nada setenang air danau. "Kenapa menanyakan tentang Sasuke padaku?" lanjutnya.

Naruto menghela napas. Ini akan sedikit sulit mengingat sikap Sakura yang akan sangat menyebalkan sewaktu-waktu. Tapi hanya ini satu-satunya harapan yang ia punya untuk mengetahui apakah Sasuke mengetahui insiden antara dirinya bersama Hinata beberapa waktu lalu atau tidak. Jika dilihat dari gelagatnya, Naruto yakin Sakura mengetahui hal tersebut. Namun Naruto ragu jika Sakura akan membuka mulutnya untuk memberikan dirinya sebuah informasi walah sedikit.

"Karena belakangan ini kau sering menghabiskan waktu bersama dengannya."

Kalimat yang terlontar dari mulut Naruto berhasil membuat mata Sakura memicing. Apa-apaan itu? Ia mendengus, meletakkan vanilla latte-nya keatas meja dengan sedikit tekanan.

"Lantas, jika aku sering menghabiskan waktu bersama dengan Sasuke, aku bisa mengetahui semua tentangnya. Begitu?" todong Sakura. Matanya berkilat marah dengan ekspresi wajah menyeramkan. Naruto hanya mengangguk membenarkan.

"Dengar... " Sakura kembali membuka mulutnya. "Tempo hari aku sudah mengatakan padamu..." Ia menjeda kalimatnya, menarik napas dengan keras lalu mengeluarkannya. Menekan emosi yang mungkin sebentar lagi akan meledak hingga meluluhlantakkan kedai yang mereka tempati saat ini. "Jangan libatkan aku dalam omong kosong yang tak aku mengerti seolah aku adalah duri dalam hubungan antara Sasuke dan juga sahabatmu."

Naruto terdiam sejenak, kemudian mengangguk mengerti. Namun ia tak akan menyerah begitu saja sampai mendapatkan jawaban yang ia inginkan. "Aku akan langsung saja. Apa Sasuke pernah bercerita tentang sesu—"

"Tentang kau dan kekasihnya yang tengah bercumbu di tempat kerja jalang itu?" Sakura menyeringai saat mendapati rahang Naruto mengetat. Dalam hati besorak seolah ia adalah cheerleaders yang sedang mendukung tim basket kebanggaannya. "Jika itu yang ingin kau tanyakan, maka aku akan menjawab, ya. Apa kau puas?"

"Kau tak berhak menyebut Hinata dengan sebutan hina itu."

Kata-kata Naruto terkesan datar, namun juga kematikan. Ada penenakan dan juga emosi ketika pemuda rubah itu mengatakannya. Hal tersebut justru membuat Sakura menyeringai bak Iblis yang baru saja diutus Tuhan dari Neraka.

"Lalu, aku harus menyebutnya apa?" tanya Sakura. Mencondongkan tubuhnya ke arah Naruto hingga ia bisa melihat dengan jelas ada emosi tertahan di sana. "Secantik apa pun dia, sebaik apa pun tutur katanya, setinggi apa pun derajatnya, jika dia bermain api dengan lelaki lain disaat menjalin hubungan dengan seseorang, sebutan yang paling pantas untuk orang tersebut hanyalah 'jalang'."

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang