Waktu sudah memasuki tengah malam, tapi Sakura masih berteriak seperti orang gila. Jantungnya masih berdetak dengan cepat, merasakan bahagia luar biasa.
Ternyata, rasanya begitu menyenangkan ketika mendapatkan pengakuan cinta secara langsung dari seseorang yang juga kita cintai. Sakura baru saja merasakannya, sekitar dua jam yang lalu. Dari Uchiha Sasuke, calon suami tidak —belum— resminya.
"Aku mencintaimu, Haruno Sakura."
Teriakkan Sakura kembali terdengar, kali ini teredam bantal yang menutupi wajah meronanya serta senyum bodoh yang hadir tanpa permisi di bibirnya, lagi dan lagi. Tubuhnya berguling ke sana-sini, kakinya menendang udara tak jelas, sama tak jelasnya dengan apa yang sedang ia lakukan sekarang, di tempat tidurnya.
Sakura yakin, Sasori akan meledeknya habis-habisan jika melihat tingkahnya sekarang ini. Sakura menyadari jika dirinya persis seperti remaja yang baru pertama kali merasakan indahnya jatuh cinta. Dan, ia tak peduli.
Orang yang sedang jatuh cinta bebas melakukan apa saja. Sekali pun bertingkah konyol bahkan berkelakuan seperti orang gila, semuanya terasa benar. Setidaknya itu yang Sakura rasakan.
Sakura tak akan pernah bosan mengulangnya. Sakura jatuh cinta. Dia jatuh cinta pada tetangganya sendiri. Dia jatuh cinta pada pria baik hati yang membantu membersihkan rumahnya saat ia pertama kali pindah. Dia jatuh cinta pada pria itu, pada Uchiha Sasuke.
Posisinya kini berubah, terduduk di tengah tempat tidur yang sudah tidak bisa dideskripsikan lagi seperti apa rupanya. Selimut yang beberapa detik lalu masih menutupi hampir seluruh bagian tubuhnya kini sudah ia singkab kemudian dilemparkan ke sembarangan arah. Ada bantal yang tergeletak mengenaskan di lantai dekat kamar mandi, sepertinya tak sengaja terlempar akibat kaki Sakura yang tak bisa diam. Dan, beberapa kekacauan lainnya yang terlihat benar-benar mengerikan.
Hal tersebut berhasil membuat ringisan pelan terdengar. Sudah pasti ringisan tersebut berasal dari si pemilik kamar.
Sakura menggeleng berulang kali, mengambil selimut yang sempat ia lemparkan sebelumnya kemudian membungkus kembali tubuhnya hingga menyerupai ulat.
Ia lebih baik tidur karena besok harus bekerja serta melakukan beberapa hal yang sudah ia rencanakan dengan Sasuke— hal yang pastinya akan sangat menguras tenaga serta mengikis kesabaran.
Mengenai kekacauan yang baru saja terjadi— yang tanpa sadar ia buat, Sakura akan mengurusnya besok, jika sempat. Jika tidak sempat, terserah. Sakura akan pura-pura tidak melihatnya.
"Benar. Aku memang harus tidur." Sakura kembali tersenyum seperti orang bodoh. "Dengan begitu, aku akan kembali bertemu Sasuke di dalam mimpi." Dan benar-benar terlelap setelahnya.
.
.
.
Rasanya baru beberapa menit Sakura memejamkan mata, dan ia bisa mendengar dengan jelas gedoran di pintu yang dilakukan entah siapa di luar sana.
Sinar yang menelisik melewati jendela membuat Sakura yang bahkan belum membuka matanya sama sekali menghela napas dan menguap lebar setelahnya. Ia keluar dari kamar, berjalan dengan gontai untuk membuka pintu.
Sesuai dugaannya, itu adalah Sasuke.
Rasa panas menjalar di pipi Sakura, dan ia mencoba mengabaikannya. Namun, penampilan Sasuke yang sudah rapi, wangi, bersinar dan yang pasti sangat tampan sangat sulit untuk diabaikan.
Ia berdeham, mencoba membersihkan tenggorokannya sendiri. Lipatan di dahinya muncul begitu saja pertanda ia sedang kebingungan.
"Kau belum bersiap-siap?"