Enam puluh dua

875 103 7
                                    

Sekitar tiga bulan setelah pernikahan mereka, kehidupan Sakura dan Sasuke lancar tanpa hambatan yang berarti. Permasalahan kecil, atau cekcok serta beberapa umpatan yang keluar dari mulut keduanya ketika bertengkar adalah hal biasa, setidaknya itu bukan masalah besar. Mereka bisa menyelesaikan dengan baik tanpa harus ada acara lempar melempar piring atau peralatan memasak lainnya.

Karena diantara mereka tidak ada yang berteman baik dengan dapur, sudah bisa dipastikan jika keduanya hampir- selalu memesan makanan cepat saji untuk mengisi perut. Atau jika sedang ingin menyantap makanan rumahan, pasangan pengantin baru itu akan berkunjung ke rumah orang tua mereka.

Awalnya, Sasuke berniat membeli sebuah apartemen untuk tempat tinggalnya bersama Sakura. Namun, perempuan musim semi itu menolaknya tanpa memberikan penjelasan. Sasuke tak ingin ambil pusing karena hal tersebut, sebagai sosok suami yang baik juga pengertian, dia memutuskan mengalah dengan tinggal di rumah Sakura yang memang berada tepat di samping rumahnya.

Sempat beberapa kali sang Ibu memaksa agar Sasuke membawa Sakura tinggal bersama di rumah mereka, dan sesering apa pun sang ibu memaksa, sesering itu juga Sasuke akan menolaknya. Sasuke akan selalu mengatakan jika mereka akan sering berkunjung, atau ibunya yang bisa berkunjung kapan saja. Entah itu tujuh hari dalam seminggu, atau bahkan tiga puluh hari dalam sebulan. Toh, rumah mereka memang bersebelahan, 'kan?

Alasannya sederhana, Sasuke hanya tidak ingin Sakura merasa tidak nyaman karena kelakuan ibunya yang terkadang di luar nalar.

Pintu yang diketuk dari luar menandakan jika ada tamu yang berkunjung. Padahal, keduanya merasa baru saja terlelap karena olahraga malam yang mereka lakukan sampai pukul tiga pagi.

"Sasuke." Sakura menyikut pelan perut Sasuke yang memeluknya dari belakang. "Buka pintunya, kurasa ada tamu yang berkunjung."

Namun bukannya bangun, Sasuke malah mengeratkan pelukannya dan bergumam tak jelas.

"Sasuke," panggil Sakura lagi. "Kau mendengarku tidak, sih?"

"Aku mendengarmu," balas Sasuke. Memberi kecupan pelan pada baju polos Sakura. "Biarkan saja, paling cuma ibu."

"Justru itu." Sakura berdecak. Kali ini memyikut perut Sasuke dengan kekuatan tak main-main. "Jika itu Sasori, aku juga tak akan peduli. Sekarang buka pintunya," titah Sakura. Melepas paksa lengan Sasuke yang masih setia melingkar di perutnya. "Sekarang!"

Bagai mantra ajaib, Sasuke langsung membuka matanya. Meski dengan terpaksa, Sasuke bangkit dari tempat tidur sambil menguap lebar. Matanya berair dan juga memerah karena rasa kantuk. Pria itu mengambil baju yang tersampir di sofa lalu memakainya dengan cepat. Sebelum keluar dari kamar, tak lupa Sasuke menyelimuti kembali tubuh Sakura yang hanya mengenakan pakaian tipis dengan selimut tebal hingga sebatas dada.

Benar saja, ketukan di pintu kini berubah menjadi gedoran. Sasuke yakin, sangat yakin jika seseorang di luar sana adalah ibunya.

Lalu, ketika pintu terbuka, Sasuke terkejut. Ternyata bukan hanya ibunya yang berkunjung, tapi juga ibu mertuanya. Apa mereka janjian?

Sasuke mengangkat alis tinggi untuk menutupi perasaan was-was yang menyambangi hati. Jika dua orang wanita paruh baya yang dipanggilnua dengan sebutan ibu sudah bersama, memamerkan senyum kelewat lebar yang menurutnya menyeramkan, Sasuke yakin akan ada hal buruk terjadi.

"Di mana Sakura?"

Tanpa dipersilahkan oleh tuan rumah, kedua orang itu langsung masuk. Tidak salah lagi, tujuannya adalah dapur.

"Sakura masih tidur," jawab Sasuke yang mengekor di belakang. Sesekali, pria itu meregangkan otot yang terasa kaku. Sepertinya, karena terlalu sering berolahraga malam bersama Sakura, seluruh ototnya akan terasa ngilu ketika bangun tidur. "Jadi, ada apa?" tanyanya kemudian.

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang