Empat Puluh Sembilan

766 139 4
                                    

Semalam, Sasuke mengantarnya pulang meski rumah mereka bersebelahan. Dan semalam, sebelum benar-benar masuk ke rumahnya Sakura memberi satu kecupan singkat di bibir Sasuke. Namun, saat Sakura hendak menjauh, Sasuke malah menahan pinggangnya. Setelah itu—

"Gila! Tidak, tidak! Itu memalukan!" Sakura menelungkupkan wajahnya di atas meja makan saat rasa panas menjalar dibarengi senyum bodoh yang terbit di bibir.

Sakura tidak menyangka jika Sasuke berani melakukan hal tersebut, memberika pagutan pada bibirnya berkali-kali  padahal mereka berada di tepi jalan. Masih ingat dengan rumah Sakura yang tak memiliki pagar? Besar kemungkinan akan ada orang lain memergoki apa yang mereka lakukan. Astaga.

"Tapi, aku yakin jika semalam tidak ada orang yang lewat." Sakura meyakinkan dirinya sendiri, meski sebenarnya ragu karena saat melakukan adegan tersebut ia memejamkan matanya rapat-rapat. "Benar, seharusnya tidak ada orang yang melihat apa yang kami lakukan."

Sakura menghela napas, mulai menyantap sereal yang dicampur susu stroberi favoritnya dengan tenang. Namun, baru beberapa suapan ia menikmati, suara pintu yang diketuk berkali-kali membuat Sakura berjengit karenanya.

Apakah Sasuke? Tidak, tidak mungkin. Jam yang menggantung di dinding bahkan belum menunjukkan pukul tujuh pagi, dan otomatis Sasuke masih bergelung dengan selimut di kamarnya sana. Sepertinya begitu, sih.

Sakura buru-buru melangkahkan kakinya saat pintu kembali diketuk. Ia mencuri napas banyak-banyak sebelum membukanya.

"Hai, Sakura."

Hal yang pertama kali Sakura lihat saat membuka pintu adalah, gadis berambut gelap yang mengenakan pakaian santai, tersenyum cerah ke arahnya dengan mata menyipit.

"Hinata?" tanya Sakura bingung. Begitu juga dengan muka bantalnya yang menunjukkan hal sama. "Kau ingin.... " Emeraldnya beralih pada bangunan dua lantai yang berada tepat di sebelah rumahnya.

"Tidak, aku kemari bukan untuk menemui Sasuke," jelas Hinata dengan gelengan tergesa. "Aku kemari untuk menemuimu."

"Menemuiku?" Sakura menunjuk dirinya sendiri. Kernyitan di dahinya timbul, pertanda jika perempuan musim semi semakin kebingungan. "Untuk?"

"Aku ingin meminta bantuanku."

Meminta bantuannya? Apa Sakura tidak salah dengar?

"Kita bicara di dalam."

Sakura segera menyingkir dari pintu, mempersilahkan Hinata untuk masuk. Membawa perempuan bersurai gelap menuju dapur.

Entahlah, Sakura sendiri merasa heran kenapa ia malah membawa tamu yang berkunjung ke rumahnya menuju dapur disaat ada ruang tamu yang begitu luas. Mungkin karena ia terlalu malas bolak balik membawa cemilan untuk menyuguhi Hinata? Sepertinya memang seperti itu jika mengingat dirinya adalah seorang pemalas di antara ribuan orang paling malas yang menghuni planet bumi.

Ringisan pelan yang berasal dari Sakura terdengar saat mereka melintasi ruang tengah. Mendapati pemandangan luar biasa yang ada di sana; selimut tergeletak mengenaskan di atas sofa menjuntai hingga ke lantai, bekas cemilan dan juga kaleng soda hampir memenuhi meja serta hal mengerikan lainnya. Sakura yakin, Sasori akan mengomel tanpa henti hingga telinganya kehilangan fungsi saat melihat pemandangan tersebut.

Sakura melirik ke arah Hinata, memperhatikan perubahan yang ada di wajah perempuan itu kemudian meringis lagi.

"Maaf, aku belum sempat membereskan rumah." Sakura meletakkan beberapa makanan ringan di atas meja makan setelah menaruh mangkuk berisi sereal bekas sarapannya ke bak cuci piring. "Aku... yah, kau tahu sendiri." Sakura malah mengangkat bahu dengan santai dan tak melanjutkan perkataannya. Tanpa ia jelaskan pun, Hinata pasti akan mengerti.

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang