Pantai.
Tempat yang menjadi salah satu tempat terfavorit penduduk di muka bumi. Selain karena indah, berada di pantai juga bisa mengembalikan suasana hati. Suara deburan ombak, birunya laut, lembutnya pasir yang terinjak oleh kaki telanjang, lalu, kita juga bisa menjumpai matahari terbit mau pun terbenam di sana. Hal-hal tersebut menjadi perpaduan yang sempurna. Itu jika kita mengunjunginya ketika hari masih terang; saat pagi, siang mau pun sore.
Kalau malam?
Hal itulah yang sekarang menjadi kebingungan Sakura. Bayangan kencan super romantis yang ada di benaknya langsung lenyap tertiup angin begitu ia menginjakkan kaki di sana, di pesisir pantai yang cukup sepi.
Kenapa Sasuke membawanya ke tepi pantai saat hari sudah sangat gelap? Meski pun masih memiliki keindahan tersendiri— mereka masih bisa melihat kelap kelip lampu dari perahu nelayan yang berlayar di tengah luasnya lautan, masih bisa mendengar suara ombak yang memecah karang, juga penampakan lampu dari gedung-gedung pencakar langit di kejauhan— tapi tetap saja hal tersebut tidak terlalu menyenangkan. Udara dingin yang berasal dari angin laut masih terasa menusuk kulit meski Sakura sudah memakai mantel tebal.
Tak banyak orang di tempat yang mereka kunjungi saat ini. Sakura hanya mendapati sekelompok muda-mudi sedang berkumpul mengelilingi api unggun sembari menyanyikan lagu diiringi alunan melodi dari gitar akustik. Sakura harus menahan kakinya agar tak melangkah mendekati sekumpulan muda mudi tersebut ketika hasrat ingin bergabung untuk sekedar menghangatkan diri di depan api unggun melambung tinggi.
Di sisi lain pantai yang letaknya tak begitu jauh, Sakura menemukan sepasang remaja tengah meromantisasi tindakan asusila di bangku usang. Suasana temaram membuat kegiatan tersebut semakin terlihat intim. Bisa Sakura tebak, usia mereka akhir belasan atau awal dua puluhan.
Ketika mengetahui fakta tersebut, Sakura langsung berpikir, kenapa kawula muda sekarang gemar sekali melakukan hal seperti itu di sembarang tempat? Maksudnya, masih ada tempat lain yang privasinya lebih terjamin dari pada bangku usang di alam terbuka.
Di sini, Sakura bukan bermaksud mencampuri urusan orang lain. Demi semesta, Sakura sudah sering mengatakan jika dirinya bukanlah tipikal orang yang gemar menngurusi hal-hal merepotkan seperti itu. Sakura juga bukan seorang yang memiliki pemikiran kolot. Meski belum pernah melakukannya, tapi ia tahu bahwa di luaran sana, banyak orang yang melakukan hal tersebut meski belum terikat dalam hubungan yang sah. Hanya saja, kenapa mereka harus melakukan itu di tempat terbuka? Apalagi di tepi pantai. Memang mereka tidak kedinginan apa? Angin laut yang berhembus terasa sangat dingin meski ia sudah mengenakan mantel sangat tebal. Dan mereka? Astaga. Apa jangan-jangan, mereka memang sengaja sedang melakukan uji nyali?
"Kau melihat apa?"
Sakura buru-buru menolehkan kepala sebelum Sasuke memergokinya tengah memperhatikan hal yang tak pantas untuk diperhatikan. Ia menggeleng, memberikan sebuah senyuman— lebih terlihat seperti sebuah ringisan.
"T-tidak, kok. Aku tak melihat apa pun," jawab Sakura tergagap. Sasuke malah memandangnya dengan ekspresi geli. Sakura sangat yakin, meski tempat yang mereka kunjungi minim dengan penerangan, ada sebuah seringai yang menghiasi wajah tampan Sasuke sekarang ini.
"Bukankah kau sedang memperhatikan mereka?"
Sakura mengikuti ke mana arah pandang Sasuke, lalu terbatuk setelahnya. "A-ku tidak sengaja!" elak Sakura. "Lagi pula, kenapa mereka melakukan hal tak senonoh begitu di tempat terbuka!"
Kekehan pelan meluncur bebas dari celah bibir Sasuke. "Yah, namanya juga anak muda."
"Harusnya, mereka melakukannya di tempat yang lebih nyaman." Sakura melipat tangannya, tiba-tiba merasa kesal entah pada siapa. Entah pada kedua orang yang ada di bangku usang sana atau pada Sasuke.