Enam puluh satu

976 118 7
                                    

Hari ini, penampilan Sakura terlihat sangat luar bisa. Gaun berwarna putih yang dikenakannya menjuntai hingga menyapu lantai, tiara kecil yang tersemat indah di rambut merah mudanya membuatnya persis seperti putri di kerajaan dongeng.

Tak ada yang mengalahkan kecantikannya. Semua orang terpana padanya, tanpa terkecuali. Termasuk pria tampan yang sejak tadi pagi bersanding dengannya, Uchiha Sasuke, lelaki yang sudah resmi menjadi suaminya sejak beberapa jam lalu.

Jelas, karena hari ini adalah hari yang istimewa baginya. Hari pernikahannya.

Setelah acara pemberkatan yang hanya dihadiri oleh beberapa kerabat juga teman-teman terdekatnya, diadakan di Gereja kecil yang tak begitu jauh dari kediamannya, dan sekarang adalah resepsi pernikahannya.

Diselenggarakan dengan super mewah, terkesan tidak kira-kira karena pasti membuang banyak sekali uang. Tapi, tak ada yang peduli dengan hal tersebut, termasuk dirinya.

Sekali lagi, ini adalah hari istimewanya.

Senyuman tak pernah luntur dari bibir Sakura. Namun, tak ada yang tahu jika beberapa umpatan bernada rendah sesekali meluncur dari sana, dari celah bibir berpoles lipstik merah.

Sakura tidak menyangka, jika salah satu hari paling bersejarah untuknya, disaat yang bersamaan juga menjadi hari paling mengesalkan sepanjang sejarah.

"Sakura, kau terlalu banyak mengumpat." Tanpa melunturkan senyum sedikit pun, Sasuke berbisik tepat di samping telinga Sakura.

"Aku pernah bilang padamu, bahwa aku akan mengumpat sebanyak yang aku mau, 'kan?"

"Oke, aku ingat." Senyum Sasuke kini lebih lebar saat fotographer profesional mengarahkan kamera pada mereka. "Tapi, orang-orang akan memperhatikan kita."

Sakura merotasi bola mata seraya mencubit pelan pinggang Sasuke yang tertutupi jas. "Sejak pagi, mereka terus menerus memperhatikan kita jika kau lupa."

Jika dilihat dari sudut pandang tamu undangan yang hadir, mungkin apa yang sedang mereka lakukan adalah hal yang romantis. Terus menerus berbisik sambil sesekali melakukan kontak fisik tanpa tahu apa yang sebenarnya mereka bahas. Buktinya, Sakura melihat dengan jelas jika ibunya, bersama dengan ibu Sasuke beberapa kali menutup mulut. Sakura yakin jika ke dua wanita paruh baya itu sedang menahan pekikan yang benar-benar akan sangat memalukan jika sampai terdengar oleh para tamu undangan.

"Bagaiamana jika kita pergi saja?" tanya Sakura tanpa menatap Sasuke. Anggukkan pelan serta senyum tipis Sakura berikan saat ada seorang tamu undangan yang melambai padanya di kejauhan. "Kita cari alasan yang masuk akal agar bisa beristirahat sejenak."

Sasuke seketika menoleh, memberi pandangan tak percayanya kemudian mendengus keras. "Aku sih tidak keberatan," jawab Sasuke enteng. "Asal setelah ini kau bisa menahan godaan demi godaan dari mereka semua." Pandangan Sasuke tertuju pada Itachi, Izumi, Sasori, Naruto dan juga Hinata yang sedang berada di satu meja bersama. Sasuke bahkan bisa melihat Itachi yang kembali memberi seringai menyebalkan seraya menaik-turunkan alis bermaksud menggodanya. "Kau mengerti maksudku, 'kan?"

Sakura meringis. "Mereka semua, terutama kakakmu adalah orang-orang mesum yang kurang kerjaan." Masih dengan berbisik, ia kembali mengumpat.

Sakura bahkan masih tak menyangka jika Sasori, seseorang yang selalu bersama dengannya sejak masih berbentuk embrio juga memiliki tingkat kemesuman yang mencengangkan. Tiga hari lalu, ketika ia pulang dari acara bertemu diam-diamnya bersama Sasuke, Sakura kira Sasori akan marah dan memberikan ultimatum hingga telinganya benar-benar kehilangan fungsi. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Sasori menggodanya habis-habisan dengan beberapa omong kosong yang mampu membuat pipinya bersemu merah karena malu dan juga kesal.

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang