Enam puluh empat

1.6K 92 6
                                    

Sakura masih berada dalam mode ngambeknya meski hari sudah berganti menjadi petang dan beranjak malam. Sasuke bahkan tak menyangka jika apa yang telah ia lakukan pada istrinya akan berakhir merepotkan seperti ini.

Bahkan, sore tadi, Sarada yang baru saja bangun dari tidur merasa kebingungan karena sang mama tak menyambutnya setelah pulang dari acara liburannya bersama Sasori.

"Mama sedang tidak enak badan."

Sasuke tak bisa mengatakan hal lain selain kalimat tersebut pada Sarada yang terus menerus bertanya tentang apa yang terjadi pada mama tercintanya.

"Sakura, maafkan aku, oke?" Sasuke kembali mengetuk pintu kamar dengan kesabaran yang semakin menipis. "Aku tadi hanya becanda."

"Pergi saja ke Neraka, Tua bangka!"

Teriakan Sakura yang berasal dari dalam kamar membuat Sasuke mau tak mau memejamkan mata rapat-rapat. Jika sedang ngambek, Sakura sudah seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

"Kau tidak boleh berkata seperti itu, Sarada ada bersamaku."

Sasuke berbohong, itu sudah jelas. Ia tidak bisa membiarkan putrinya yang masih polos melihat perang besar antara kedua orang tuanya. Jadi, Sasuke memilih untuk menitipkan Sarada pada ibunya sore tadi.

Beruntung, baik ibu mau pun kakaknya tidak banyak bertanya. Hanya memasang senyum dan menggeleng prihatin lalu sedikit menceramahinya agar tidak terlalu sering menggoda Sakura dan membuatnya ngambek. Intinya, Sasuke yang akan selalu disalahkan oleh ibu serta kakaknya jika Sakura sampai merajuk.

Dan, jika ini semua sampai ke telinga Sasori, Sasuke sangat yakin jika dirinya akan langsung dikubur hidup-hidup di halaman belakang rumah mereka karena telah membuat Sakura menangis. Itu sudah bisa dipastikan jika mengingat sikap Sasori yang memiliki sikap sayang berlebih pada istrinya.

"Kau pikir aku bodoh? Aku yakin Sarada sedang di rumah Itachi sekarang!"

Sekali lagi, teriakkan Sakura terdengar. Sasuke meringis, mencoba kembali memutar otaknya, memikirkan cara apa lagi yang harus dia gunakan untuk membuat Sakura berhenti merajuk karena ini sudah terlalu lama.

"Ah, oke. Kau sudah tahu, ya?" Sasuke mencoba menahan kekehannya. Meski ini menyebalkan, tapi di waktu bersamaan dia juga merasa jika ini sangat menggemaskan.

Sasuke selalu menyukai ketika Sakura merajuk. Entahlah, mungkin otaknya yang memang sudah tak bisa bekerja dengan benar atau karena hal lain. Semua hal yang berkaitan dengan Sakura, Sasuke akan selalu menyukainya.

"Kalau kau sudah tahu, setidaknya keluarlah sebentar. Aku kelaparan," bujuk Sasuke. "Dan juga, ada hal yang ingin aku bicarakan padamu, tentang hari ini."

Tidak ada jawaban lagi dari Sakura, tapi, Sasuke mendengar langkah kaki mendekat dan pintu yang terbuka sebelahnya. Sakura dengan mata sembab, pipi serta hidung yang memerah dan rambut yang berantakan adalah pemandangan yang Sasuke lihat setelah beberapa jam lamanya. Dan, dia tetap menyukainya.

"Aku tahu kau tak akan mem—"

"Aku tak peduli meski kau mati kelaparan," potong Sakura cepat. "Aku hanya—"

"Aku tidak melupakannya." Sasuke tersenyum, menangkupkan ke dua tangannya pada wajah Sakura sembari menghapus jejak air mata yang tersisa di pipi setelah jarak mereka kurang dari satu langkah. "Mana mungkin aku melupakan salah satu hari paling membahagiakan untukku."

"Kau jahat," ujar Sakura sembari memeluk Sasuke dan kembali menangis. "Kau selalu menggodaku."

"Maafkan aku. Tapi, kau selalu menggemaskan ketika ngambek. Aku menyukainya."

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang