"Apa maksudnya ini, Dobe?"
Pertanyaan serta tatapan tajam yang Sasuke layangkan padanya sukses membuat bulu kuduk Naruto berdiri. Ditambah, saat Naruto mendapati Hinata yang juga menatapnya, seolah meminta jawaban dari pertanyaan Sasuke secepatnya. Naruto meringis pelan.
Naruto kebingungan, opsinya hanya dua; berkata jujur jika Sakura-lah yang menyuruhnya untuk mempertemukan kedua orang berstatus sebagai mantan kekasih yang kini masih menununtut jawaban padanya. Atau, mencari alasan lain. Jika ia memilih opsi pertama, mungkin salah satu bahunya akan mengalami cedera ringan karena pukulan bertenaga badak yang dilayangkan Sakura padanya. Lalu, jika ia memilih opsi kedua, kepalanya akan pening selama seminggu lamanya. Bahkan yang lebih parah, Sasuke akan melakukan hal gila dan berakhir dengan dirinya yang berada di salah satu bangsal rumah sakit karena salah memberi alasan.
Tanpa sadar, Naruto menelan ludahnya secara paksa. Ia seperti sedang menelan buah simalakama. Tak ada yang menguntungkan dari kedua opsi tersebut.
"Begini ..." Naruto membuka suara, lamat-lamat dan terkesan ragu. "Sebenarnya ...."
Sasuke menatapnya datar. "Sebenarnya?" ulangnya tidak sabar
"Itu.... "
"Dobe?"
Entah kenapa, Hinata menjadi harap-harap cemas dibuatnya. Ia penasaran, alasan apa yang akan Naruto berikan untuk menjelaskan semuanya pada Sasuke dan juga dirinya.
"Oke, Teme. Dengarkan aku baik-baik."
Sasuke mendengus. "Dari tadi, aku sudah mendengarkanmu." Stok kesabarannya yang memang tidak banyak kini semakin terkikis.
"Sakuradiayangmemintakumempertemukankalian."
Kecepatan bicara Naruto mengalahkan kecepatan cahaya.
Sasuke dan Hinata saling melempar pandang sepersekian detik lamanya, mencoba mencerna apa yang baru saja Naruto katakan. Kemudian kembali berfokus pada manusia Rubah yang kini sedang mencoba mengatur napasnya. Naruto terengah-engah, seolah habis lari marathon sejauh dua puluh kilo meter.
"Naruto?" Suara lembut Hinata menyapa indera pendengaran Naruto. "Bisa bicara pelan-pelan?" tanya perempuan bersurai gelap itu. "Kami tidak mengerti apa yang kau katakan."
Naruto meringis, lagi. Seberapa cepat ia berbicara hingga kedua manusia yang bisa dikatakan memiliki cara berpikir di atas rata-rata itu tak mengerti apa yang ia katakan?
"Sakura." Naruto menjeda, bersiaga untuk perubahan ekspresi wajah datar Sasuke menjadi menyeramkan. "Dia menyuruhku untuk mempertemukan kalian berdua." Sebelum Sasuke atau Hinata menyelanya, ia buru-buru menambahkan, "dan, yah, aku menurutinya. Aku rasa, kalian memang harus bicara."
Ekspresi yang ditampilkan Sasuke diluar dugaan Naruto. Lelaki yang memiliki julukan manusia keturunan ayam itu telihat biasa saja, hanya berwajah datar seperti biasa. Justru, Naruto malah mendapati Hinata yang tampak terkejut. Mulutnya sedikit terbuka, pun dengan wajahnya yang kelihatan linglung.
"Teme, kau sudah tahu?" tanya Naruto hati-hati. Takut-takut jika Sasuke berubah menjadi binatang buas yang siap menerkam mangsanya.
"Tidak," balas Sasuke. Menolehkan kepala ke arah lain. Vas berisi mawar putih yang ada di dekat kasir jauh lebih menarik dari pada apa pun saat ini.
"Karena tugasku sudah selesai, aku akan pergi." Naruto akhirnya bisa bernapas dengan benar, setidaknya, untuk sekarang. Ia bisa terbebas dari amukan mahluk paling menyeramkan di dunia. Untuk apa yang akan terjadi nanti, ia bisa memikirkannya sambil pulang. "Jadi, aku harap kalian benar-benar berbicara dan kita bisa kembali seperti dulu." Netra biru lautnya manatap penuh arti pada Sasuke.