Dua puluh empat

1K 212 16
                                    

Sepanjang perjalanan menuju suatu tempat yang ternyata adalah apartemennya sendiri, Naruto tampak gusar dalam mengendarai mobilnya. Beberapa kali ia menginjak rem ketika tak sengaja hampir menabrak mobil yang ada di depannya. Mereka mungkin berpikir bahwa dia adalah berandalan gila yang mabuk sambil berkendara di siang bolong. Tapi, ia tak peduli. Yang terpenting sekarang hanyalah, ia ingin cepat sampai di gedung apartemennya lalu mengunci diri. Meminum beberapa gelas alkohol hingga mabuk agar beban yang ia emban sedikit berkurang setidaknya selama beberapa jam sebelum ia tersadar dari mabuknya dan beban itu kembali hadir.

Perdebatan kecil yang Naruto lakukan bersama Hinata membuat ia mengetahui fakta yang cukup mengejutkan. Hinata dengan ekspresi frustasinya tiba-tiba saja menciumnya serta mengungkapkan perasaan yang mungkin membuat jantungnya berhenti bekerja selama beberapa detik. Terkejut? Jangan tanyakan itu padanya! Karena jawabannya tentu saja, ya! Ia sangat terkejut. Seluruh tubuhnya membeku hebat, bahkan terlalu sulit untuk sekedar menggerakkan jemari tangannya. Dan kata-kata serta perlakuan Hinata masih terus terbayang di pikirannya meski sudah tiga hari berlalu.

Lalu beberapa jam lalu ketika Naruto hendak menjernihkan pikirannya dengan mengunjungi kedai ramen yang baru saja buka, ia malah mendapati hal menyebalkan lainnya. Ia melihat Sasuke tengah duduk berhadapan bersama Sakura di salah satu meja yang tersedia di kedai tersebut. Perasaan bersalah muncul begitu saja. Naruto bukanlah lelaki brengsek yang tak akan merasa bersalah dengan apa yang telah ia perbuat— meski pun bukan dialah yang melakukannya secara langsung.

Ia yakin hubungannya dengan Sasuke akan merenggang saat pria yang memiliki gaya rambut seperti bokong ayam itu mengetahui hal tersebut. Mengetahui bahwa Hinata baru saja mencium lelaki lain yang berstatus sebagai sahabatnya sendiri.

Naruto memutuskan untuk bergabung bersama mereka karena tak ada lagi meja kosong yang tersedia. Mungkin karena kedai yang baru saja buka membuat orang-orang penasaran dengan citarasa dari tempat tersebut. Tapi, entahlah, ia tak ingin repot-repot memikirkan hal yang menurutnya sama sekali tak penting. Setidaknya untuk sekarang.

Sepertinya, Sasuke belum mengetahui apa yang telah terjadi antara dirinya dan juga Hinata jika dilihat dari tingkah lelaki itu yang bisa dibilang biasa saja. Setidaknya, ia bisa bernapas lega— tidak benar-benar lega karena ia mendapati ekspresi tak menyenangkan yang di tampilkan oleh sosok merah muda yang duduk di sebrang meja. Naruto bingung. Pasalnya, ketika mereka bertemu terakhir kali, hubungan mereka baik-baik saja. Apakah Sakura kesal padanya karena mengganggu waktu kebersamaannya dengan Sasuke? Naruto mendengus tanpa sadar. Bibirnya menipis.

Ia memilih menyantap makanannya dalam diam di bawah tatapan tajam perempuan musim semi itu. Ramen dari kedai tersebut cukup enak, hingga tanpa sadar ia telah menghabiskan dua porsi ukuran jumbo dan akan segera menghabiskan porsi yang ke tiga. Namun, nafsu makannya tiba-tiba saja lenyap saat Sasuke berbicara setelah lelaki itu menghabiskan ramennya. Perkataan yang keluar dari mulut pemuda raven yang terkesan menyindirnya membuat ia tak bisa untuk tidak berpikir bahwa Sasuke mungkin telah mengetahui apa yang telah terjadi.

Jika memang Sasuke memang telah mengetahui hal tersebut, kenapa lelaki itu tak langsung bertanya padanya?

Sialan!

"Sakura!" Naruto berseru sembari menyimpan gelas berkaki panjang berisi vodka ke atas meja. Ia yakin perempuan itu mengetahui sesuatu karena keduanya terlihat sangat dekat akhir-akhir ini. Ia segera mengambil ponsel yang tergeletak mengenaskan di samping gelas, memofuskan pandangannya yang mengabur akibat pengaruh vodka sialan yang mulai bekerja, mencari sebuah nama yang terdapat di ponsel pintar miliknya. Mengabaikan kepalanya yang berdenyut nyeri serta berkunang-kunang.

"Aku yakin kau menghubungiku karena membutuhkan sesuatu."

Tetangga Idaman (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang