Naruto memastikan gedung yang ada di hadapannya dengan alamat yang Sasori kirimkan untuk yang kesekian kali. Sekali lagi, ia membacanya, secara seksama. Barangkali ada yang salah dengan penglihatannya atau bagaimana. Ia menggaruk pelipisnya. Apa Sasori mengerjainya dengan memberikan alamat palsu? Tidak mungkin 'kan Sakura bekerja di sini? Naruto menggeleng sambil tertawa seperti orang bodoh.
"Tidak. Itu mustahil," kata Naruto. Kali ini, kepalanya mengangguk menyetujui perkataannya sendiri. "Jika pun benar, tetap saja itu mustahil. Itu adalah satu dari sekian banyak kemustahilan yang ada di muka bumi ini."
Naruto hendak masuk kembali ke dalam mobilnya saat ada seseorang yang mengenakan pakaian kerja berjalan mendekatinya. Wanita berambut panjang bernama Ayame— itu yang Naruto baca dari nametag yang tersemat di dada wanita tersebut— mengulas senyum ramah ke arahnya. Mau tak mau, Naruto membalas senyuman tersebut sembari menutup kembali pintu mobil yang sudah terbuka.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"
"Apa... Haruno Sakura bekerja di sini?" tanya Naruto dengan nada tak yakin. Ia tidak berharap terlalu banyak, mungkin memang benar jika Sasori sudah menjahilinya.
"Sakura?" Naruto mengangguk saat perempuan bernama Ayame itu bertanya. "Dia akan keluar lima belas menit lagi," jawab perempuan itu.
"Serius? Dia bekerja di sini?" Naruto memastikan.
Si lawan bicara memandangnya aneh. Satu pertanyaan muncul begitu saja di kepalanya. Kenapa dengan sikap orang-orang hari ini? Ekspresi pemuda berambut pirang di depannya tak jauh beda dengan pemuda yang pagi tadi mengantar rekan kerjanya. Wajah mereka menunjukkan ketidakpercayaan seolah pekerjaan yang ia dan Sakura tekuni adalah hal paling mustahil di dunia. Apanya yang salah?
"Dia bekerja di sini," jawab Ayame akhirnya. "Dan ... Itu dia." Ia menunjuk perempuan berambut merah muda yang baru saja keluar dari salah satu ruangan bersama dengan anak-anak didiknya. Tertawa lepas dengan raut wajah bahagia.
Rasanya, mulut Naruto sebentar lagi akan menyentuh tempatnya berpijak saat ini. Tatapan tak percaya kembali pemuda itu layangkan. Ini mustahil. Ternyata Sasori sedang tidak menjahilinya.
"Ah, ternyata dia benar-benar bekerja di sini," ujarnya entah pada siapa.
"Sakura guru yang baik." Ayame mulai bersuara. "Aku tahu dia berasal dari kalangan atas, tapi dia mau mendedikasikan hidupnya dengan menjadi pengajar di tempat seperti ini."
Naruto tersenyum, mengangguk menyetujui apa yang Ayame bicarakan. Ia malah masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sakura si gadis bar-bar yang hobi mengumpat bisa menjadi ibu peri baik hati yang bisa berbaur dengan anak-anak. Sungguh luar biasa.
"Taman Kanak-kanak ini bukanlah sekolah elite, tapi, dia dengan suka rela mengajar di sini, bermain bersama belasan anak-anak kurang beruntung." Ayame kembali bercerita. Pandangannya menerawang, mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Sakura. Ia tertawa. "Sakura mengatakan pada kepala yayasan di sini, ia rela tidak diberi bayaran sepeserpun asal bisa bekerja di sini, di tempat seperti ini. Kau tahu?" Perempuan itu memandang Naruto. "Sangat jarang ada orang yang mau melakukan satu hal dengan sukarela. Tapi Sakura ..." Ayame menarik napas lalu menghembuskannya. "Aku terlalu bingung harus mendeskripsikan dia seperti apa. Apakah seorang malaikat?"
Melihat Naruto yang hanya diam bagai patung sembari bersandar pada mobil, Ayame segera berdeham. "Maaf, sepertinya aku terlalu banyak bicara."
"Bukan masalah." Naruto menjawab cepat. "Aku hanya tak percaya dengan apa yang aku lihat. Ini seperti ... Hal paling mustahil yang akan terjadi di dunia ini."
Ayame mulai tertarik dengan perkataan Naruto. "Hal mustahil?"
"Benar." Naruto mengangguk. "Dia—"