Beberapa menit perjalanan, kini Gracia dan Renata sudah tiba di salah satu cafe langganan mereka. Sekarang sudah pukul delapan lewat, cafe pun sudah buka sejak tiga puluh menit yang lalu. Terlihat ada beberapa anak muda seumuran mereka di dalam yang sepertinya punya tujuan yang sama dengan dua gadis ini.
Renata lebih dulu mencari tempat duduk yang pas dan Gracia yang memesan makanan untuk mereka. Renata memilih duduk di sofa, ada di samping dinding kaca sehingga kita bisa melihat langsung jalanan dari dalam sini. Tidak berapa lama Gracia kembali dengan dua gelas ditangannya.
Renata mengambil satu agar gadis itu tidak kesusahan. Gracia pun duduk di sebelahnya.
"Gue ajak Boy boleh, Gre?" Tanya Renata pelan setelah menerima notif pesan dari handphonenya. Gracia terdiam, menatap gadis di sebelahnya itu dengan datar.
Entahlah... Akhir-akhir ini Gracia sering merasa kesal jika Renata terus-terusan membahas Boy kepadanya.
"Emang lo balikan lagi sama Boy?" Tanya Gracia balik, ia bersedekap dada dan bersandar pada sandaran sofa. Menatap Renata menyelidik.
Renata menyerngitkan dahinya. "Balikan? Enggak kok," ujar gadis sembilan belas tahun itu.
"Terus kenapa? Akhir-akhir ini kayaknya lo nempel terus sama dia." Gracia mengambil gelas kopinya dan menyeruput pelan minuman yang mengandung caffein tersebut. "Gue cuman mau ngebantuin dia, Gre. Gue lagi berusaha buat jadi temen curhatnya, dia lagi butuh gue. Gak ada sama sekali terlintas gue mau balikan sama dia," tukas Renata.
"Tapi lo merhatiin dia terus, Ta. Dan gue liat kayaknya kalian berdua mesra banget, itu beneran cuma temenan? Padahal kita lagi berdua tapi lo malah ngebahas Boy. Dengan lo yang kayak gini malah bikin dia berharap sama lo, Nata."
"Kalau lo beneran cuman mau jadi temen curhatnya, ngapain lo sampe pergi ke apartement nya? Kalau sakit ya seharusnya dia hubungin keluarganya lah, kenapa malah lo? Padahal keluarganya disini juga, kan?" Renata yang mendengar adanya nada tidak suka dari suara Gracia hanya menatap gadis itu, tidak membalas sama sekali ucapannya.
"Kenapa lo selalu gak suka kalau gue deket-deket sama Boy? Dulu juga waktu gue masih pacaran sama dia lo seolah-olah nunjukin kalau lo gak suka sama dia, lo selalu ngibarin bendera perang sama Boy. Dan bukan cuman Boy, bahkan setiap cowok yang deket sama gue, lo selalu gitu." Ucapan Renata malah membuat Gracia balik terdiam.
"Alasan lo apa ngelakuin itu ke mereka?" Gracia masih terdiam, lidahnya tiba-tiba kelu untuk menjawab pertanyaan sederhana dari sahabatnya tersebut. Matanya tidak berani menatap mata Renata, sehingga ia terus melirik kesana kemari.
"Y-ya, gue cuman gak suka aja. Karena gue tau cowok yang seharusnya sama lo itu gimana. Buktinya mantan-mantan lo yang dulu ninggalin lo, kan? Kecuali Boy emang. Gue gak mau mereka nyakitin lo, apalagi lo orangnya cengeng kalo udah ada yang nyakitin," kata Gracia membuat Renata mendelik pada gadis tersebut.
"Siapa yang bilang?" Balas Renata tidak terima.
"Gue lah! Emang siapa lagi yang kenal lo banget selain gue? Dibentak dikit aja nangis lo." Renata mencibir dan memanyunkan bibirnya. Ia tidak bisa mengelak karena ucapan Gracia benar, meski terlihat ramah dan santai tapi Renata sangat lemah jika sudah dibentak. Dia tidak suka jika ada orang yang berbicara dengan nada tinggi padanya.
Gracia yang sebenarnya tadi merasa kesal tiba-tiba tidak bisa menahan senyumannya ketika melihat ekspresi lucu dari Renata, namun dia secepat mungkin mengubah kembali wajahnya menjadi datar sebelum Renata menyadarinya.
"Yaudah sih, gue cuman nanya boleh ajak Boy atau enggak. Tinggal jawab iya atau enggak aja berbelit-belit amat lo, sampe adu mulut gini," ujar Renata lalu mendengus kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...