Between Us 41

3.7K 202 22
                                    

"Terima kasih, suster." Renata tersenyum pada seorang suster yang baru saja selesai membantunya memberikan obatnya.

Sang suster mengangguk kemudian pamit untuk keluar. Renata memperbaiki posisinya diatas kasur.

Sejak semalam ia menunggu Gracia namun gadis itu belum kunjung datang. Renata berpikir mungkin Gracia pulang sebentar ke rumahnya, Renata mengerti karena cukup repot mengurusnya di rumah sakit.

Ia tidak bisa menghubunginya karena sampai sekarang ia belum menemukan handphonenya.

Tokk... Tokk... Tokk...

Renata menoleh segera dan mengira itu adalah Gracia, namun ternyata sosok ketiga temannya memasuki ruangan.

"Ya ampun, Nata."

"Astaga, parah banget anjir."

Ketiga teman gadisnya langsung mengerubunginya, berdiri dikedua sisi kasurnya. Dea yang paling berisik, entah apa saja yang ia katakan, rasanya Renata ingin mengusirnya tapi kasian.

"Boy anjing, tai, pen gue pelintir bola matanya." Geram Dea sambil meremas gemas lengan Mira disebelahnya.

"Kenapa gak lo laporin aja sih tuh orang, Ta?"

Renata terdiam, tiba-tiba ia teringat pembicaraannya dengan Gracia tempo hari.

"Lo mau diem gini aja? Sampai kapan?"  Gracia yang sedang memotong-motong buah apel disebelah Renata tiba-tiba berbicara.

Renata awalnya tidak mengerti maksud gadis itu hingga Gracia kembali berbicara. "Kalau lo takut biar gue bantu." Gracia menarik bangku didekat kasur, ia menyuapi buah apel ke mulut Renata.

Renata diam, entah apa yang ada dipikirannya.

Melihat itu membuat Gracia mengernyit. "Kenapa? Lo harusnya udah mulai bertindak, Ta, bukannya diem aja kayak gini." Ucapnya. "Ini udah seminggu, dan dia bisa aja datang lagi dan gangguin lo. Gue gak mau orang itu jahatin lo lagi."

"Gue gak bisa." Jawaban Renata membuat Gracia bingung setengah mati. Jauh didalam sana ia merasa kecewa dengan respon Renata.

"Setelah lo dijahatin sampai jadi kayak gini? Lo gak mau berbuat apa pun?"

"Gila ya lo?"

Renata menatap Gracia. "Bukan gitu maksud gue." Ucapnya lembut. "Gue gak punya bukti apapun. Boy itu orangnya pinter, dia pasti punya banyak akal dan alibi, dan juga bokapnya orang dengan banyak kuasa. Kita gak bakal semudah itu masukin dia ke penjara."

"Terus lo mau gimana? Mau nunggu sampai kapan?" Tanya Gracia lagi. "Untuk bisa berdiri tegap aja lo butuh waktu yang lama, Ta. Lo mau nunggu selama itu? Sampai lo bisa jalan lagi?"

"Gue gak bisa liat lo diginiin. Lo gak bisa ngapa-ngapain sementara orang yang bikin lo kayak gini haha hihi diluar sana."

"Atau biar gue ngomong sama papa, dia pasti bisa bantu lo."

Renata memegang tangan Gracia dan menggeleng. "Gak usah,"

"Ck, gue gak ngerti jalan fikiran lo." Decak Gracia kemudian ia beranjak dari kursi.

"Gre, dengerin gue dulu."

"Ntar aja dibahasnya, gue mau keluar sebentar."

Gracia sempat ngambek dan tidak berbicara dengan Renata selama beberapa saat, namun Gracia memilih untuk mengesampingkan ego nya dan akhirnya memutuskan untuk tidak membahas hal itu lebih lanjut.

"Nata? Kok bengong?"

"Hah? Oh enggak, btw pada liat Gracia gak?"

Ketiganya mengernyit heran. "Bukannya dari kemarin sama lo? Kelar kelas dia langsung kesini katanya."

Between Us || gxg (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang