Gracia meringkuk pelan didalam pelukan Renata, matanya sudah terpejam namun dia belum tertidur. Entah kenapa rasa kantuk belum juga menghampirinya.
"Kenapa belum tidur, sayang?" Suara pelan Renata terdengar, ia mengeratkan dekapannya ditubuh Gracia. Dia sudah hendak tertidur namun karena wanita didalam pelukannya itu terus bergerak beberapa kali ia akan kembali terjaga.
"Maaf, aku banyak gerak ya?" Gracia menyentuh dagu dan garis rahang Renata dengan jemarinya pelan.
"Enggak kok, cuman gak bisa diem aja."
Renata terkikik ketika Gracia mencubit pinggangnya namun dengan porsi lembut dan tidak akan menyakitkan. Renata membuka matanya kembali lalu menatap wajah cantik wanita dipelukannya, ia mengamati seluruh hasil pahatan tuhan yang mendekati sempurna itu dengan sangat puas.
"Terpesona banget ya?"
Renata mengangguk. "Iyaa, kamu cantik banget."
Gracia tersenyum mendengar penuturan yang terlalu jujur itu. Dia kemudian sedikit mendongakkan kepalanya untuk memberikan ciuman kecil dipipi Renata. Saat ini mereka tengah tidur bersama dikamar Gracia dirumahnya karena Gista memaksa kedua wanita itu untuk menginap.
Renata tiba-tiba menarik tengkuk Gracia lalu mempertemukan kedua bibir mereka. Renata bergerak pelan melumat bibir atas dan bawah Gracia secara bergantian. Gracia membalasnya dengan senang hati, tangannya bergerak merengkuh pinggang ramping Renata dan sebelah lagi sibuk bertengger diwajah wanita itu.
Renata dengan mudah memutar posisi mereka, mengangkat tubuh Gracia dengan enteng sehingga wanita itu kini ada diatasnya.
"Ini kalo aku grepe-grepe kamu bakal kedengaran ke kamar sebelah gak ya?" Renata melepaskan pagutannya dan bertanya tiba-tiba.
"Mulutnya, anjir." Gracia shock dikit, sisanya shik shak shok.
"Apa? Kamu gak bisa tidur kan? Yaudah aku tidurin aja." Ucap Renata santai.
"Heh, mesum banget ya ampun."
"Gak papa dong ke cewek sendiri, daripada mesum ke cewek lain?"
"Kalo itu siap kamu abis ditangan aku."
Renata menyengir kemudian memeluk Gracia dengan gemas. "Mau dong, aku akan rela mati ditangan kamu."
"Dihh," Gracia tertawa geli ketika Renata mendusel diwajahnya dengan gemas. "Lagian kayak kita gak pernah ngelakuin itu disini."
"Mau ngulang lagi gak?" Renata tersenyum sambil memainkan kedua alisnya menggoda Gracia.
Gracia mencubit hidung mancung wanita itu lalu perlahan bangkit dari atas tubuh Renata. "Jangan ngadi-ngadi ya, Nata."
"Eh, mau kemana?" Renata menahan pinggang Gracia yang hendak bangkit.
"Aku mau ke bawah ngambil air minum, kamu mau?"
Renata menggeleng pelan, "gak usah, jangan lama-lama ya." Ia mengecup sekilas pipi kiri Gracia sebelum membiarkan wanita itu berdiri dan berjalan keluar dari kamar.
Gracia menuju ke dapur lalu membuka kulkas dan mengeluarkan air dingin dari dalam sana. Sesaat dirinya merasa tenang tapi tidak kemudian ketika dia mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Ketika Tino masuk kedalam rumah dan menolak untuk bertatapan mata dengannya, melihat bagaimana pria paruh baya itu berusaha untuk tidak melihat kearahnya, bahkan ia bersikap seolah-olah Gracia tidak ada disana.
Gracia menggenggam gelas ditangannya dengan perasaan pilu.
Bagaimana Gracia memberitahu kalau dia sangat merindukan ayahnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...