Happy reading guyss!!
"Kondisinya udah mulai stabil kembali, keluhan juga mulai berkurang. Sekarang udah masuk tahap pemulihan tapi masih harus banyak istirahat dan minum vitamin, banyak minum air putih biar gak kekurangan cairan."
Gracia mengangguk paham mendengar ucapan dokter yang sedang memeriksanya. Juga ada dua orang suster yang ikut mencatat data perawatan pasien.
Setelah berbincang sedikit, dokter pun pamit untuk melanjutkan memeriksa pasien lainnya. Renata yang tadinya menunggu di sofa kini mendekat kembali.
"Butuh sesuatu?" Tanya Renata yang sedang mengambilkan air putih untuk Gracia. Seperti kata dokter tadi ia harus banyak minum untuk menambah cairan dalam masa pemulihannya.
Gracia menggeleng pelan lalu meminum air yang diberikan gadis itu. Renata baru saja pulang dari kampus, ia langsung menuju ke rumah sakit tanpa pulang ke apartementnya dulu.
"Temen-temen pada mau kemari, mau jengukin lo katanya." Gracia mengangguk lagi. Ia melihat Renata yang kini sudah duduk dikursi sebelah kasurnya.
Memainkan selang infusnya adalah permainan baru Renata sejak hari pertama ia berada dirumah sakit. "Lo kapan sembuhnya sih, Gre? Lama bener," celetuk Renata pelan.
"Dikira sakit gue cuman masuk angin biasa kali ya, yang cuma sehari doang bisa langsung sembuh?"
Renata terkekeh melihat balasan sinis sahabatnya itu.
Sahabat?
Renata bersyukur karena setelah kejadian kemarin, mereka tidak secanggung itu ternyata. Padahal ia sudah berfikir bahwa mereka akan kembali canggung seperti hari itu. Malah sepertinya Gracia lebih banyak sinis pada Renata dari sebelumnya.
Renata tidak tahu harus menganggap seperti apa kejadian kemarin, tetapi ia tidak menolak hal itu. Ia dan Gracia sama-sama saling menginginkan, Renata hanya berharap semoga hubungan mereka tetap seperti ini.
"Mau makan apa?" Renata bertanya lagi, memastikan Gracia membutuhkan sesuatu. Tapi gadis itu menjawab dengan gelengan.
"Gue masih kenyang."
Renata mengangguk mengerti, memutuskan untuk berhenti bertanya sebelum dirinya kena semprot. Gadis itu kemudian pamit untuk keluar sebentar, menunggu teman-teman mereka yang katanya sudah hendak sampai.
Beberapa menit kemudian, Renata masuk kembali dan juga teman-teman mereka mengekor dibelakangnya. Ada Dea, Diva, Mira, dan... Boy?
Gracia melirik pada Renata dengan mata menyipit, Renata yang mengerti arti tatapan itu menggelengkan kepalanya, menandakan bukan ia yang mengundang Boy.
"Astaga, Gre. Lo bisa sakit juga ternyata?" Celetuk Dea. Gracia hanya memutar bola matanya malas.
"Sakit apa lo? Diguna-guna?"
Gracia berdecak pelan, "Gue panggilin security ya, De?"
Dea hanya tertawa, Diva memukulnya dan menegur gadis itu untuk tidak bertingkah menyebalkan.
Boy berjalan mendekat kearah kasur Gracia, ia membawa keranjang buah ditangannya lalu menaruhnya di nakas sebelah gadis itu. "Semoga cepat sembuh, Gracia."
"Iya, makasih."
Boy tersenyum kilas. Meski dibalas dengan singkat tapi ia bersyukur karena Gracia mau membalas ucapannya. Jauh lebih baik daripada dulu ketika dirinya masih bersama dengan Renata.
Jika diajak bicara oleh Boy, Gracia tidak akan mau menjawab. Dia akan sibuk sendiri dan bahkan seperti tidak menganggap Boy ada disekitarnya. Selama sekitar satu tahun Renata dan Boy berpacaran, bisa dihitung jari Gracia mengeluarkan kalimatnya pada kekasih sahabatnya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...