Gracia sekali lagi menghelakan nafasnya, entah sudah berapa kali ia menghela nafas pagi ini. Renata disebelahnya yang sedang menahan berat tubuhnya karena gadis itu bersandar padanya hanya meliriknya sekilas. Saat ini mereka sedang menunggu di bandara, menunggu Tino dan Gista yang sudah menuju ke bandara. Mereka berangkat secara terpisah karena Gracia menyempatkan diri untuk pergi menjemput Renata di apartementnya.
Hari ini mereka akan terbang ke Surabaya. Saudara dari keluarga Gracia akan melaksanakan pernikahan, dan Gracia memutuskan untuk mengajak Renata juga.
"Lama banget sih," celetuk Gracia.
"Haus gak? Mau minum?" Tawar Renata dan langsung dibalas gelengan kepala oleh gadis itu.
Tidak berselang lama Tino, Gista, dan Rian datang. Keberangkatan pun dimulai sekitar tiga puluh menit lagi.
Hingga kini mereka sudah berada dipesawat, Renata duduk diantara Gracia dan Rian. "Pinjem bahu dong, gue lupa bawa bantal," ucap Gracia. Tentu saja Renata langsung menggeser sedikit duduknya agar berdekatan dengan Gracia, gadis itu langsung menyender dibahunya.
"Gak makan dulu, Gre?"
Gracia menggelengkan kepalanya, ia sudah memejamkan mata. Kebiasaan Gracia kalau sedang naik pesawat ia akan menghabiskan sepanjang waktu untuk tidur ataupun menonton.
••••
Pesawat mendarat dengan selamat. Kini mereka sedang menunggu keluarga yang menjemput.
"Om Tino!"
Atensi mereka teralihkan pada seorang pria dengan perawakan tinggi berjalan kearah mereka. Pria itu tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya.
"Apa kabar, om, tante?" Ia memeluk orang tua Gracia satu persatu sambil menanyakan kabar masing-masing.
"Baik. Makin ganteng aja kamu nih." Gista terkikik melihat keponakan dari suaminya itu.
"Sendirian, nak?"
"Iya, Om. Tadi Satria dikampus terus ditelfon papa disuruh jemput kalian, dirumah masih pada sibuk soalnya."
"Cailah si bawel, kangen banget gua ama lu." Pria tersebut kemudian langsung memeluk Gracia dan mengacak-acak rambutnya. Gracia yang baru saja mengumpulkan nyawa nya berdecak kesal kemudian meninju perut Satria dengan kuat.
Satria hanya tertawa, tidak ada efek sama sekali. Lalu ia beralih memeluk Rian. Setelah itu ia melirik Renata yang berdiri disebelah Rian, ia menyipitkan matanya berusaha mengingat siapa sosok Renata. "Ohh gue inget, lo temennya Gracia yang dulu pernah nangis gue kunciin di gudang belakang rumah om Tino kan?"
"Haha, inget gue gak?"
Renata mengangguk, "Satria kan?" ia jelas ingat sepupu Gracia yang satu ini, saat SMP dulu mereka pernah berkunjung ke rumah Gracia dan ada Renata disana, mereka bermain bersama kemudian Satria menguncinya didalam gudang dihalaman belakang. Gracia lalu memarahi Satria sampai ia membukakan kembali pintu gudang, Renata keluar dengan mata yang sembab.
"Haha iyaa, sorry lagi ya yang waktu itu. Maklum namanya juga masih anak-anak."
"Ck, lu mah emang iseng sampe sekarang." Celetuk Gracia.
Satria kembali mengacak rambut Gracia, "sembarangan."
Setelah mengobrol sebentar mereka pun keluar dari area bandara menuju ke parkiran dimana mobil Satria sudah terparkir manis. Satria mengantarkan keluarga Gracia menuju ke kediamannya. Hampir empat puluh menit perjalanan mereka pun tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...